Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Friday, May 20, 2016

Cinta Ala Sartre


Harus dikatakan cinta ialah suatu konflik, karena dalam cinta, saya harus menghadapi kemerdekaan orang lain dengan langsung. Bahwa yang lain dalam kemerdekaannya memberikan pada saya suatu "being" (mengada) yang harus saya akui sebagai "hal-mengada" dari saya sendiri. Begitulah saya bereksistensi, berkat kemerdekaan orang lain. Karena itu saya tidak mempunyai keamanan dan kemerdekaan. Saya tetap diancam. Kalau saya mau merebut kembali kemerdekaan, saya harus merebut dari yang lain sehingga dia berada dalam kuasa saya. Bagaimana itu terjadi ? Tidak dalam kuasa. Yang mau dicintai tidak mau dicintai oleh seorang budak belian. Saya tidak mau menjadi objek dari suatu cinta mekanis.

Cinta tidak ingin mempunyai suatu otomatisme, melainkan kemerdekaan orang lain sebagai kemerdekaan. Cinta juga tidak puas dengan suatu perjanjian dari pihak lain, suatu ikatan berdasar pilihan yang bebas yang serupa dengan setia pada diri sendiri. Begitulah terjadi suatu situasi paradoksal bahwa sang pencinta ingin dicintai oleh suatu kemerdekaan dan tetap ingin supaya kemerdekaan itu tidak merdeka. Dia mau jadi cinta dan dari pihak lain dia menuntut supaya yang lain bersedia ditangkap dan dikurungi. Itu tidak berarti bahwa dia mau memakai yang lain sebagai alat. Dia mau menjadi seluruh dunia bagi yang dicintai. Dia bersedia menjadi objek bagi yang lain tapi sedemikian rupa sehingga yang lain bersedia menghilangkan dirinya dalam yang mencintainya sebagai hal yang mendasarkan eksistensinya. Yang mencintai tidak mau berpengaruh terhadap kemerdekaan dari yang dicintai. Dia mau hidup sebagai batas kemerdekaan itu. Yang lain harus menerima batas itu supaya bisa merdeka.


Dalam hal itu, yang dicintai mengalami relasinya dengan yang mencintai. Yang dicintai mendasarkan kemerdekaannya dalam "hal-mengada" dari sang pencinta. Tapi itu juga berlaku sebaliknya. Rupanya bahwa eksistensi dari yang mencintai mendapat fundamennya dari yang dicintai. Itu benar andaikata cinta bisa menjadi kemungkinan. Andaikata cinta menjadi kemungkinan, saya mendasarkan "pour soi" dari saya dalam "en soi" orang lain. Saya selamat dan tidak merasa "de trop" (terlalu banyak). Tapi segala hal itu ialah ilusi. Berdasarkan pengalaman, kita tau cinta adalah suatu usaha yang mempunyai proyek diri sebagai titik tolak yang harus menimbulkan konflik. Yang dicintai menangkap yang lain sebagai objek, memakai diri kalau menyinari dia dalam cahaya pandangannya yang menjadi lampu kuat seperti reflektor reflektor yang menyinari benda. Mereka tetap terpisah. Mencintai artinya mencintai supaya dicintai. Keduanya menjadi orang yang diborgol, satu mengikat yang lain, ingin mendasarkan eksistensinya dalam kemerdekaan orang lain dan ingin menjadi sebab hal itu. Masing masing ingin supaya yang lain mencintainya tanpa mengetahui bahwa mencintai justru ingin dicintai dan dalam usaha ini orang yang mencintai ingin supaya yang lain ingin bahwa dia  mencintai yang lain itu. Cinta ialah hal buatan yang terdiri dari jumlah yang tak terhingga besarnya dari petunjuk petunjuk dimana satu menunjuk yang lain yang didalamnya masing masing mempertahankan "hal-mengada-lain" milik dia supaya bisa mendasarkan eksistensi yang tidak bisa hidup tanpa yang lain, tanpa mencapai yang lain itu. Kedua "pour soi" terpisah oleh "nothingness". Cita cita dari cinta ialah proyek yang gagal. Dua orang yang saling mencintai tetap tertangkap dalam faktisitas, setiap waktu yang lain bisa menciptakan saya sebagai objek. Dari itu terjadi rasa tidak aman, rasa malu. Kalau yang lain tidak mengobjekan saya itu bisa terjadi oleh orang lain. Karena itu dua orang yang jatuh cinta mencari keadaan sepi, tanpa berhasil menghilangkan keyakinan kita bereksistensi dimuka kesadaran orang lain dan mengetahui hal itu.


Manusia sebagai kesadaran tergantung dari yang lain sebagai orang yang bukan dia. Saya menjadi "hal-tak-mengada" dari yang lain. Kalau saya mau merebut cinta dari yang lain, saya berada dalam bahaya diobjekan oleh yang lain dan hilang "hal-mengada" saya dari saya sendiri.

Pour Soi: hal-mengada yang didalamnya mengandung hal-mengada-lain yang berbeda dengan hal-mengada dari kesadaran. Hal-mengada-sebagai-menghadapi. 

En Soi: hal-mengada dari hal yang sepenuh penuhnya identik dengan dirinya sendiri. Hal yang padat yang menampakan diri sebagai hal yang terlalu banyak (de trop) dan yang sama sekali tidak mempunyai alasan. Mengada begitu saja.


Sumber :
M.A.W Brouwer
Psikologi Fenomenologis ; Hal 148-149


No comments:

Post a Comment