Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Saturday, December 2, 2017

Estetika 4 : Sikap Estetika


Jerome Stolnitz, di pertengahan abad terakhir ini, adalah seorang Kantian, dan mempromosikan perlunya sikap-objektif dan bebas-kepentingan terhadap objek-seni.

Seperti yang telah kita lihat sebelumnya, apakah ini merupakan representasi pandangan-menyeluruh Kant terhadap seni, hal itu masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian perlakuan bebas-kepentingan terhadap objek-seni yang disarankan Stolnitz sangat umum dilakukan/dikejar pada jamannya.

Edward Bullough, menulis pada tahun 1912, menyebut perhatian-yang-bebas-kepentingan sebagai sebuah sikap-yang-berjarak, tetapi dia menggunakan istilah itu untuk mencapai apresiasi/penilaian yang jauh lebih lengkap dan lebih rinci tentang keseluruhan-spektrum-sikap yang mungkin dilakukan/diambil ketika berhadapan dengan sebuah karya-seni.

Spektrum-sikap-ini terbentang dari orang-orang yang berjarak-terlalu-jauh (Over-Distance) hingga orang-orang yang tidak-berjarak (Under-Distance). Orang-orang yang berjarak-terlalu-jauh, misalnya, adalah tentang para-kritikus-seni yang hanya melihat segi-teknis dan keahlian dari sebuah produksi sehingga kehilangan-keterlibatan-emosional apa-pun dengan karya-seni.

Bullough mengkontraskan sikap-ini dengan apa yang dia sebut tidak-berjarak, di mana orang mungkin terlalu-diliputi oleh isi dari karya-seni-itu. Orang udik yang melompat ke atas panggung untuk menyelamatkan tokoh pahlawan wanita dan seorang suami yang cemburu, yang menganggap dirinya sebagai Othello yang mencekik istrinya, kehilangan-fakta bahwa pertunjukan tersebut adalah ilusi, sebuah fiksi yang hanya membuat-percaya.

Menurut Bullough, ada titik-tengah-yang-ideal diantara dua-ekstrem-itu, sehingga memecahkan antinomi-jarak dengan menentukan harus-ada-jarak-minimal yang paling mungkin tanpa-kehilangan-fakta.

George Dickie kemudian membantah keduanya, baik sikap-bebas-kepentingan maupun sikap-berjarak dalam sebuah tulisan makalah pada tahun 1964 yang terkenal berjudul, The Myth of the Aesthetic Attitude (Mitos Sikap Estetika).

Dia berpendapat bahwa kita harus dapat menikmati semua objek-kesadaran, baik estetika-murni maupun moral. Pada kenyataanya, menurutnya istilah estetika bisa digunakan dalam semua-kasus. Ia menolak gagasan bahwa ada beberapa cara-otoritatif yang tepat untuk menggunakan kata-tersebut hanya diterapkan pada kualitas-permukaan atau kualitas-formal yaitu karya-seni sebagai benda-dalam-dirinya-sendiri.

Akibatnya, Dickie menyimpulkan bahwa sikap-estetika, jika dipahami secara memadai, direduksi menjadi hanya perhatian-yang-dekat kepada apa-pun yang menarik/memegang/menahan-pikiran seseorang yang terkandung dalam suatu-karya-seni, melawan tradisi yang percaya bahwa karya-seni memiliki kualitas-psikologis atau kualitas-lain yang melibatkan perhatian hanya kepada objek tertentu.

Seni bukanlah satu-satunya objek untuk menarik perhatian terhadap hal-hal yang menyenangkan : hobi dan traveling adalah contoh lebih lanjut, dan olahraga adalah contoh lain, seperti yang telah disebutkan di atas.

Secara khusus, meluasnya tradisi-estetika dalam beberapa tahun terakhir telah membuat para teoritikus lebih memperhatikan olahraga. David Best, misalnya, menulis tentang olahraga dan kemiripan-nya dengan seni, ia menyoroti betapa dekat-nya olahraga dengan estetika-murni. Tetapi dia bermaksud membatasi olahraga hanya dengan estetika-murni dan berkeras bahwa tidak ada relevansi-nya olahraga dengan etika. Best melihat bentuk-seni dapat dibedakan secara ekspresi-nya dengan kepemilikan-kapasitas untuk mengomentari/menanggapi tentang situasi-kehidupan, dan karenanya membawa pertimbangan-moral.

Menurut pendapatnya tidak ada olahraga yang memiliki kapasitas lebih jauh seperti itu, meskipun hal-hal-yang-menyenangkan dari banyak olahraga tidak diragukan merupakan estetika. Tetapi banyak bentuk-seni juga tidak berkomentar/menanggapi mengenai situasi-kehidupan ---mungkin lebih-jelas disebut bentuk-bentuk hasil 'ketrampilan-tangan' yang memerlukan keahlian-teknis-tinggj---, misalnya dekorasi, lukisan-abstrak dan balet-non-naratif. Dan ada banyak olahraga yang terlihat sangat nyata dalam hal moral, dalam hal membangun-karakter, misalnya, pendakian-gunung dan berbagai olahraga-tempur seperti tinju dan gulat. Mungkin jalan keluarnya datang dengan memperhatikan pembagian Best sendiri yang diberikannya kepada bentuk-olahraga, antara di satu sisi olahraga-wajib atau olahraga-non-purposif seperti senam, menyelam, dan renang-ritmis, yang merupakan salah satu yang dianggap orang estetis dan di sisi lain olahraga-porestasi atau olahraga-purposif seperti olahraga-tempur di atas. Olahraga-wajib memiliki lebih sedikit seni di dalamnya, karena tidak sekreatif dengan olahraga-purposif.



Sumber :
http://www.iep.utm.edu/aestheti/#H4
Pemahaman Pribadi

No comments:

Post a Comment