Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Thursday, January 4, 2018

A-Priori Dan A-Posteriori 2 : Perbedaan Analitik/Sintetik


Perbedaan antara analitik-dan-sintetik telah diamati dan dikembangkan dengan berbagai cara, dan meskipun dari arah-pandang tertentu beberapa orang salah-arah secara mendasar --misalnya Quine pada 1961-- tetap masih digunakan oleh sejumlah filsuf saat ini. Salah satu cara-standar untuk menandai perbedaan-analitik/sintetik, berasal dari pemikiran Kant (1781), yang beralih kepada konsep keberisian-konseptual (conceptual-containment). Menurut penjelasan ini, proposisi bersifat analitik jika konsep-predikat-dari-proposisi terdapat di dalam konsep-subjek. Pendapat bahwa :

"Semua bujangan belum menikah.", adalah bersifat analitik

karena konsep-tidak-menikah termasuk didalam konsep-seorang-bujangan.

Sebaliknya, dalam proposisi-sintetik, konsep-predikat menguatkan atau menambah konsep-subjek. Misalnya, pendapat bahwa :

"Matahari kira-kira 93 juta mil dari bumi.", adalah sintetik

karena konsep-terletak-pada-jarak-tertentu-dari-bumi melampaui atau menambah konsep-matahari itu sendiri.

Cara yang terkait untuk menggambarkan perbedaan-analitik/sintetik adalah dengan mengatakan bahwa sebuah proposisi-bersifat-analitik jika kebenaran-nya bergantung sepenuhnya pada definisi dari masing-masing istilah-istilah yang digunakan yaitu benar-menurut-definisi-nya (It is true by definition), sementara kebenaran-proposisi-sintetik tidak hanya bergantung pada konvensi-linguistik/kesepakatan-bahasa belaka, tetapi juga pada bagaimana mempertimbangkan dunia-aktual-sesungguhnya terhadap beberapa aspek. Pendapat bahwa :

"Semua bujangan adalah belum menikah.", adalah benar, cukup hanya dengan definisi-bujangan saja.

Sedangkan kebenaran dalam pendapat :

"Matahari kira-kira 93 juta mil dari bumi."

Kebenaran "Jarak antara bumi dan matahari." yaitu 93-juta-mil tergantung tidak hanya pada arti dari istilah matahari itu sendiri tetapi juga pada berapa jarak-aktual-sebenarnya antara bumi dan matahari.

Beberapa filsuf telah menyamakan yang-analitik dengan yang-apriori dan yang-sintetik dengan yang-aposteriori. Di sana tentu saja ada hubungan erat antara kedua konsep-konsep itu. Misalnya, jika kebenaran-proposisi-tertentu, katakanlah, dibatasi secara ketat hanya sebagai masalah definisi-istilah, pengetahuan tentang proposisi itu tampaknya tidak-memerlukan-pengalaman, refleksi-rasional saja mungkin akan cukup. Di sisi lain, jika kebenaran-proposisi bergantung pada pertimbangan bagaimana-dunia-aktual-sesungguhnya dalam beberapa aspek, maka pengetahuan tentang hal itu tampaknya memerlukan penyelidikan-empiris.

Terlepas dari hubungan yang erat ini, kedua-perbedaan itu tidak-identik. Pertama, perbedaan-apriori/aposteriori bersifat epistemologis yang berarti menyangkut bagaimana atau atas-dasar-apa, sebuah proposisi dapat diketahui atau diyakini sebagai benar. Perbedaan-analitik/sintetik, sebaliknya adalah bersifat logis atau semantikal yang mengacu pada apa-yang-membuat-proposisi-tertentu adalah benar, atau mengacu pada hubungan-intensional tertentu yang diperoleh di dalam konsep-konsep yang membentuk sebuah proposisi.

Hal-hal diatas terbuka untuk dipertanyakan, bahkan lebih jauh lagi, apakah apriori bertepatan dengan analitik atau aposteriori dengan sintetik.

Pertama, banyak filsuf berpendapat bahwa terdapat (atau setidaknya mungkin-ada) sebuah kejadian justifikasi-sintetik-yang-apriori. Sebagai contoh perhatikan pendapat berikut :

"Jika sesuatu berwarna merah-seluruh-nya maka benda-itu tidak berwarna hijau-seluruh-nya."

Keyakinan-kebenaran akan pendapat itu tampaknya dapat dibenarkan terlepas-dari-pengalaman. Cukup dengan memikirkan apa-saja yang berwarna-merah-seluruhnya, pastilah jelas bahwa benda-individual-partikular dengan kualitas ini tidak-dapat, pada saat yang sama memiliki kualitas berwarna-hijau-seluruh-nya. Tetapi tampaknya juga jelas bahwa proposisi yang dimaksud tidak-analitik. Berwarna-hijau-seluruh-nya bukan merupakan bagian dari definisi-merah-seluruh-nya, juga tidak termasuk dalam konsep menjadi-berwarna-merah-seluruh-nya. Jika contoh seperti itu diambil nilai-apa-ada-nya, adalah suatu kesalahan untuk berpikir bahwa jika sebuah proposisi bersifat apriori, juga harus bersifat analitik.

Kedua, keyakinan terhadap pendapat-pendapat analitik tertentu terkadang dapat dibenarkan melalui cara-kesaksian dan oleh sebab itu adalah aposteriori. Mungkin saja (meskipun tidak-umum) bagi seseorang untuk percaya bahwa :

" Sebuah kubus memiliki enam-sisi."

karena keyakinan-itu diucapkan oleh orang lain yang dia kenal/ketahui sebagai agen-kognitif (mahluk-rasional) yang sangat andal. Keyakinan semacam itu akan menjadi bersifat aposteriori karena hal itu bisa dianggap sebagai pengalaman bahwa orang tersebut telah menerima kesaksian-dari-seorang-agen dan mengetahui hal itu dapat dipercaya-kebenaran-nya. Dengan demikian juga keliru berpikir bahwa jika proposisi adalah aposteriori, maka harus-sintetik.

Ketiga, tidak ada alasan prinsipal untuk berpikir bahwa setiap proposisi harus dapat diketahui kebenaran-nya. Beberapa proposisi-analitik dan proposisi-sintetik mungkin tidak dapat diketahui kebenaran-nya, setidaknya untuk agen-kognitif (mahluk-rasional) seperti kita. Misal, kita mungkin secara konseptual atau konstitusional tidak mampu menangkap makna, atau alasan pendukung untuk melakukan justifikasi terhadap proposisi tertentu. Jika demikian, proposisi yang bersifat analitik tidak selalu berarti bersifat apriori, juga proposisi yang sintetik adalah tidak selalu aposteriori.

Hal di atas menimbulkan pertanyaan tentang pengertian bahwa suatu pendapat harus dapat-diketahui-kebenaran-nya jika memenuhi syarat secara apriori atau aposteriori. Bagi siapakah sebuah-pendapat harus dapat-diketahui-kebenaran-nya ? Untuk setiap ada-yang-rasional ? Untuk setiap manusia-yang-rasional atau yang-paling-rasional ? atau Hanya untuk Tuhan saja ? Mungkin tidak ada cara yang sama sekali tidak sebanding untuk memberikan jawaban yang sangat tepat untuk pertanyaan ini. Meskipun demikian, tampaknya adalah sebuah kesalahan untuk memberikan definisi dapat-diketahui-kebenaran-nya terlalu luas sehingga sebuah proposisi dapat dikategorikan sebagai apriori atau aposteriori hanya jika dapat-diketahui-kebenaran-nya oleh sekelompok manusia-yang-sangat-terpilih, atau mungkin hanya oleh makhluk-bukan-manusia atau Tuhan/Ilahi. Namun, definisi dapat-diketahui-kebenaran-nya yang semakin sempit, membuat semakin besar kemungkinan proposisi tertentu berubah menjadi tidak-dapat-diketahui-kebenaran-nya. Pendapat-berdasar-informasi-yang-tidak-lengkap dari Goldbach yang menyatakan bahwa :

"Setiap bilangan bulat ganjil lebih besar dari dua adalah jumlah dari dua bilangan prima."
Perhatikan : 3=1+2, 5=3+2, 7=5+2 tetapi 7=4+3 juga 7=6+1, 9=7+2 tetapi 9=6+3 juga 9=5+4 dst.

kadang-kadang disebut sebagai contoh proposisi yang mungkin tidak-dapat-diketahui-kebenaran-nya oleh manusia manapun (Kripke 1972).


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/apriori/#H2
Pemahaman Pribadi


No comments:

Post a Comment