Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Friday, January 12, 2018

A-Priori Dan A-Posteriori 4 : Pengertian Yang Relevan 'Pengalaman'


Pada Bagian 1 di atas, telah disampaikan bahwa justifikasi-aposteriori dikatakan berasal/bersumber dari pengalaman dan sebuah justifikasi-apriori adalah tidak-bergantung/terlepas/bebas dari pengalaman. Untuk lebih memperjelas perbedaan itu, maka harus lebih banyak dijelaskan mengenai pengertian-yang-relevan tentang pengalaman.

Tidak ada karakterisasi-spesifik yang diterima secara luas terhadap jenis-pengalaman seperti yang dimaksudkan di atas. Para filsuf sebaliknya lebih banyak membicarakan bagaimana tidak-melakukan karakterisasi terhadap pengalaman yang dimaksud. Ada kesepakatan luas mengenai hal-itu, misalnya, pengalaman seharusnya tidak hanya disamakan/dikaitkan dengan pengalaman-indrawi, karena hal-itu akan mengeluarkan hal-hal seperti pengingatan-dan-introspeksi sebagai sumber-sumber justifikasi-aposteriori (juga akan mengecualikan, adanya fenomena-kognitif seperti kewaskitaan/keahlian-meramal dan telepati-mental). Pengecualian-pengecualian semacam itu adalah problematik karena kebanyakan kasus justifikasi secara pengingatan-dan-introspektif lebih menyerupai paradigma kasus justifikasi secara sensorik/indrawi dari pada paradigma kasus justifikasi-apriori. Namun, akan menjadi suatu kesalahan untuk memberi karakterisasi-pengalaman yang terlalu-luas, seperti memasukan segala bentuk fenomena-kesadaran-mental atau proses-kesadaran-mental. Lebih lagi paradigma kasus justifikasi-apriori melibatkan pengalaman dalam pengertian ini yang ditawarkan oleh pandangan-rasional (rational-insight), yang oleh banyak filsuf telah diberikan peran sentral dalam penjelasan mereka mengenai justifikasi-apriori. Para filsuf ini menggambarkan justifikasi-apriori yang melibatkan semacam penglihatan-rasional (rational-seeing) atau persepsi-terhadap-kebenaran atau kepastian-pendapat-apriori.

Meskipun demikian, terdapat paling tidak satu-perbedaan yang tampak jelas antara justifikasi-apriori dan justifikasi-aposteriori yang dapat digunakan untuk menggambarkan konsepsi-yang-relevan terhadap pengalaman (lihat, misalnya, BonJour 1998). Dalam kasus justifikasi-aposteriori yang paling jelas, objek-objek-kognisi adalah sifat/ciri dari dunia-aktual --yang dapat atau tidak-- hadir di dalam dunia-yang-mungkin lain-nya. Lebih jauh lagi, relasi antara objek-objek-kognisi dan keadaan-kognitif-nya adalah bersifat kausal. Namun, tidak satupun dari kondisi-kondisi-ini tampak memuaskan dalam kasus justifikasi-apriori yang paling jelas sekalipun. Dalam kasus seperti itu, objek-objek-kognisi akan muncul --setidaknya sekilas-- menjadi entitas-abstrak yang ada di semua kemungkinan dunia (sebagai contoh sifat/ciri dan relasi). Namun, adalah tidak-jelas bagaimana relasi antara objek-objek-itu dan keadaan-kognitif-nya bisa mempunyai hubungan kausal. Meski perbedaan-ini tampak menunjukkan sebuah dasar yang memadai untuk memberi karakterisasi-konsepsi-yang-relevan terhadap pengalaman, karakterisasi semacam itu --sebagai persoalan prinsip-- akan menyingkirkan kemungkinan proposisi-apriori-yang-kontingen dan sebuah proposisi-aposteriori-yang-pasti. Tetapi karena banyak filsuf berpendapat bahwa proposisi-semacam-itu benar-benar ada --atau setidaknya mungkin ada--, sebuah alternatif-karakterisasi atau revisi-karakterisasi tetap diharapkan/diinginkan.

Kemudian, apa yang bisa dikatakan dengan lebih meyakinkan adalah sebuah definisi-pengalaman-yang-relevan-dan-memadai harus cukup-luas untuk mencakup hal-hal seperti introspeksi-dan-pengingatan, namun cukup-sempit/terbatas untuk membuat anggapan kasus justifikasi-apriori sungguh-sungguh dapat dikatakan tidak-bergantung/terlepas/bebas dari pengalaman.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/apriori/#H4
Pemahaman Pribadi



No comments:

Post a Comment