Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Sunday, May 24, 2020

Filsafat Analitik 3a : Teori Deskripsi


Banyak ketertarikan Russell yang sangat besar terhadap realisme Moore memiliki keterkaitan dengan konsekuensi-konsekuensi dari realisme pada logika dan matematika. Seperti banyak filsuf lain sebelumnya, Russell tertarik pada tujuan akan kepastian-kebenaran-objektif pada matematika dan logika.

Meskipun demikian, karena Idealisme mengajarkan bahwa tidak-ada proposisi mengenai suatu bagian-realitas dalam isolasi yang benar-benar-sederhana (simpliciter), suatu yang tampak seperti kebenaran-langsung misal 2+2=4 atau jika a=b dan b=c maka a=c bagaimanapun sama sekali bukanlah kebenaran-langsung. Bahkan lebih parah, Idealisme membuat kebenaran-kebenaran semacam itu bergantung pada ketika hal-hal-itu dipikirkan atau dikonsepsikan.

Pendapat itu mengikuti doktrin relasi-relasi-internal, karena pada asumsi alamiah, pengetahuan adalah/atau melibatkan suatu relasi antara subjek-yang-mengetahui (knower) dan objek-yang-diketahui, maka doktrin relasi-relasi-internal mengimplikasikan bahwa objek dari pengetahuan adalah tidak-bebas (independen) dari subjek yang mengetahuinya.

Sisa yang tertinggal dari Idealisme ini membuka kepada tuntutan dorongan psikologisme yaitu pandangan bahwa kebenaran-kebenaran yang tampak objektif dijelaskan dalam pengertian mengenai operasi-operasi dari fakultas-fakultas kognitif dan psikologis yang subjektif.

Psikologisme adalah umum pada hampir semua versi dari Idealisme Kantian dan Post-Kantian (termasuk Idealisme-Inggris). Psikologisme juga sebuah karakter pemikiran yang umum dalam tradisi empiris Inggris dari Hume hingga Mill.

Realisme awal Moore mengijinkan Russell untuk menghindari psikologisme dan aspek-aspek lain dari Idealisme yang menghalangi penyelidikan kebenaran-kebenaran logika dan matematika sebagai kebenaran-mutlak dalam dirinya sendiri.

Namun, bagian yang sangat-penting dari realisme-awal ini adalah teori-objek mengenai makna, dan ini menbawa implikasi bahwa Russell menyimpulkan teori-objek tidak-dapat diterima.

Pada teori-objek, makna dari sebuah kalimat adalah objek atau suatu-keadaan yang kepadanya kalimat itu mengacu ( ini adalah satu alasan mengapa Moore mampu melakukan identifikasi objek-objek-biasa sebagai proposisi-proposisi atau makna-makna, lihat Bagian 1 ). Sebagai contoh, kalimat " Daun itu berwarna hijau. " adalah bermakna (penuh-makna) karena kalimat-itu berdiri dalam sebuah-hubungan-khusus dengan suatu objek atau keadaan yang merujuk dengannya, sebutlah misalnya "Sehelai daun tertentu yang berwarna hijau. ".

Sekilas pada pandangan pertama, mungkin tampak sebagai pernyataan yang masuk-akal, namun persoalan muncul ketika seseorang mengenali / mengetahui bahwa kelompok-kalimat (kelas) yang disebut sebagai kalimat-penuh-makna ternyata didalamnya termasuk juga banyak kalimat-lain yang --dari sudut pandang empiris-- tidak menunjukan adanya suatu objek. Pernyataan apapun yang mengacu pada sesuatu yang tidak-ada, seperti karakter fiktif dalam sebuah novel, akan memiliki persoalan ini. Kalimat jenis khusus tertentu yang termasuk dalam kelompok-semacam-ini (genus) adalah pernyataan eksistensial-negatif yaitu pernyataan-pernyataan yang meng-ekspresi-kan penolakan terhadap eksistensi subjek-kalimat itu sendiri. Sebagai contoh, ketika kita berkata " Gunung-emas adalah tidak-ada. " kita tampak mengacu kepada sebuah 'gunung-emas' --suatu objek yang tidak-ada-- sesungguhnya merupakan tindakan penolakan terhadap eksistensi 'gunung-emas' itu sendiri. Sehingga, hal itu menunjukan bahwa para penganut teori-objek dihadapkan pada sebuah dilema yaitu melepaskan / meninggalkan teori-objek tentang makna atau mendalilkan suatu dunia bagi objek-objek non-empris yang bertindak sebagai makna-makna dari kalimat-kalimat tanpa-objek yang seolah tampak ini.

Filsuf Austria Alexius Meinong mengambil cabang yang terakhir dari dilema itu, yang terkenal dengan mendalilkan adanya sebuah dunia bagi objek-objek yang tidak-ada secara empiris.

Bagi Russell pilihan-pilihan yang ada terlalu berlebihan. Sebaliknya ia menemukan cara untuk berjalan diantara dua-cabang dilema itu. Jalur pembebasan-nya disebut sebagai 'teori-deskripsi'.

Suatu bagian dari penalaran kreatif yang disebut oleh ahli logika F.P. Ramsey sebagai suatu paradigma-filsafat dan salah satu yang membantu merangsang momentum sosial yang luar biasa bagi gerakan-analitik. Teori-deskripsi muncul dalam esai karya Russell pada tahun 1905 yang berjudul " On Denoting " yang menjadi pusat-sumber-teks dalam kanon-analitik.

Dalam esai itu, Russell berpendapat bahwa 'frase-penanda' (phrase-denoting) yaitu frase-frase yang melibatkan benda yang diawali dengan 'a', 'an', 'some', 'any', 'every', 'all', atau 'the' adalah simbol-simbol yang tidak-lengkap. Yaitu frase yang tidak memiliki makna pada dirinya-sendiri tetapi bermakna hanya-dalam-konteks dalam sebuah kalimat yang lengkap yang mengekspresikan sebuah proposisi.

Kalimat-kalimat semacam itu dapat disusun-ulang (re-frase) --dianalisa dalam pengertian 'analisa' Moorean-- menjadi suatu kalimat yang tidak-lagi mengacu pada apapun yang tidak-ada secara empiris.

Sebagai contoh, menurut Russell, mengatakan " Gunung-emas adalah tidak-ada. " sesungguhnya hanyalah suatu cara yang menyesatkan dalam mengatakan sesuatu. Menurut Russell " Itu bukanlah persoalan bahwa disana persis terdapat ada satu-benda yaitu sebuah gunung dan gunung itu adalah emas. "

Sehingga setelah dianalisa, menjadi jelas bahwa proposisi itu tidaklah mengacu kepada apapun melainkan hanya penolakan suatu klaim-eksistensial (penolakan pada pendapat bahwa 'gunung-emas' adalah ada) .

Karena kalimat-itu tidak mengacu pada 'gunung-emas' apapun, maka tidak diperlukan sebuah dunia-objek-non-empiris seperti pendapat Meinong untuk memberi makna pada kalimat itu

Sesungguhnya, dengan mengambil / menerima rumusan-terakhir sebagai bentuk logis yang benar terhadap pernyataan itu, Russell dengan cara tertentu melakukan interpretasi terhadap referensi-asli kalimat itu kepada sebuah gunung-emas yang tidak-ada secara empiris sebagai sebuah persoalan 'ilusi-gramatikal'.

Seseorang menghilangkan ilusi-itu dengan menciptakan bentuk-gramatikal sesuai dengan bentuk logis yang benar dan ini dilakukan melalui analisis logika.

Gagasan bahwa bahasa mampu menuangkan ilusi-ilusi yang harus dihilangkan, membuat beberapa analisis-bentuk-bahasa menjadi tema yang sangat penting dan terkenal dalam filsafat-analitik, baik dalam bahasa-ideal maupun dalam bahasa-biasa, nyaris hingga tahun 1960



Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH2a
Pemahaman Pribadi



No comments:

Post a Comment