Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Tuesday, May 5, 2020

Filsafat Analitik 1 : Pengantar


Aliran filsafat-analitik telah mendominasi dunia filsafat-akademis di berbagai wilayah, terutama Inggris-Raya dan Amerika-Serikat, sejak awal abad ke-20.

Filsafat-analitik berasal di sekitar pergantian abad ke-20, ketika G. E. Moore dan Bertrand Russell memisahkan/memutuskan diri dari apa yang menjadi aliran-dominan pada saat itu di universitas-universitas Inggris yaitu idealisme-mutlak (absolute-idealism). Banyak juga yang termasuk sebagai pendiri filsafat-analitik di akhir abad ke-19, termasuk didalamnya Gottlob Frege, dan isu kontroversial ini akan dibahas di bagian 2c.

Ketika Moore dan Russell mengartikulasikan alternatif mereka terhadap idealisme, mereka menggunakan suatu idiom-bahasa (linguistik), yang sering mendasarkan argumen-nya dengan istilah 'makna' dan 'proposisi'. Selain itu, Russell percaya bahwa tata-bahasa pada bahasa-biasa seringkali menyesatkan secara filosofis, dan cara untuk menghilangkan ilusi menyesatkan itu adalah dengan menyatakan kembali proposisi-proposisi kepada bahasa-formal-ideal dalam logika-simbolisme, dengan demikian mengungkapkan bentuk-logis-yang-sebenarnya. Karena penekanan-nya pada bahasa, filsafat-analitik ----meski mungkin keliru---- dianggap secara luas terlibat dalam perubahan arah menuju bahasa sebagai pokok-bahasan-filsafat, dan dibawa untuk terlibat dalam perubahan metodologi yang menyertai-nya menuju ke arah analisis-bahasa. Sehingga, menurut pandangan-tradisional, filsafat-analitik lahir dalam titik-balik-perubahan kearah filsafat-bahasa ini. Konsepsi filsafat-bahasa memang dilihat sebagai cerita panjang dalam sejarah-filsafat. Karena alasan ini, filsafat-analitik dikenal menjadi asal-muasal dari sebuah revolusi-filosofis dalam skala-besar tidak hanya dalam pemberontakan melawan filsafat idealisme Inggris, namun juga melawan filsafat-tradisional secara keseluruhan.

Filsafat-analitik mengalami beberapa revolusi-kecil secara internal yang membagi sejarahnya menjadi lima-tahap.

Tahap-pertama berjalan kira-kira dari tahun 1900 sampai 1910. Ini ditandai/dicirikan dengan bentuk realisme-kuasi-platonis yang pada awalnya diajukan oleh Moore dan Russell sebagai alternatif terhadap idealisme. Realisme mereka dinyatakan dan dipertahankan dalam ungkapan 'proposisi' dan 'makna', sehingga dianggap terlibat dalam perubahan-arah bahasan-filsafat menuju bahasa. Namun, sifat penting lainnya adalah berpaling menjauh dari metode melakukan filsafat dengan mengajukan sistem-yang-besar atau sintesa-yang-luas dan pada gilirannya menawarkan metode-pembahasan yang terfokus secara sempit, yang menyelidiki masalah spesifik dan ter-isolasi dengan ketepatan dan perhatian terhadap detail.

Pada tahun 1910, Moore dan Russell telah menanggalkan realisme-proposisional mereka. Moore yang tertarik pada filsafat-realistik dalam pengertian-umum, Russell tertarik pada pandangan yang dikembangkan-nya bersama Ludwig Wittgenstein yang disebut logika-atomisme. Peralihan ke logika-atomisme dan analisis-bahasa-ideal mencirikan tahap-kedua dari filsafat-analitik, kira-kira tahun 1910-1930.

Tahap-ketiga, sekitar 1930-1945 ditandai dengan bangkitnya logika-positivisme, sebuah pandangan yang dikembangkan oleh para anggota Lingkaran-Vienna dan dipopulerkan oleh filsuf Inggris A. J. Ayer.

Tahap-keempat, kira-kira tahun 1945-1965, ditandai oleh perubahan ke arah analisis-bahasa-biasa, yang dikembangkan dengan berbagai cara oleh filsuf Cambridge Ludwig Wittgenstein dan John Wisdom, dan filsuf Oxford Gilbert Ryle, John Austin, Peter Strawson, dan Paul Grice.

Selama tahun 1960-an, kritik dari dalam tidak menyebabkan gerakan-analitik untuk meninggalkan bentuk-bahasa-nya. Filsafat-bahasa beralih ke filsafat-tentang-bahasa, filsafat-bahasa memberi jalan kepada metafisika, dan ini memberi jalan ke berbagai sub-disiplin-filsafat.

Dengan demikian, tahap-kelima, dimulai pada pertengahan tahun 1960-an dan berlanjut melampaui akhir abad ke-20, ditandai oleh eklektisisme atau pluralisme. Filsafat-analitik post-linguistik ini tidak dapat didefinisikan dalam sejumlah pandangan-filosofi atau perhatian umum, namun dapat dikarakterisasi secara longgar dalam hal gaya-nya, yang cenderung menekankan ketepatan dan keseluruhan terhadap topik-yang-sempit dan untuk tidak menekankan ketidaktepatan diskusi tentang topik yang luas.

Bahkan dalam fase awalnya, filsafat-analitik sulit didefinisikan dalam hal sifat-intrinsik-nya atau ikatan-filosofi mendasar-nya. Akibatnya, ia selalu mengandalkan pertentangan terhadap pendekatan filsafat lainnya ----terutama pendekatan yang secara fundamental ditentangnya---- untuk membantu menjelaskan sifatnya sendiri. Awalnya, filsafat-analitik menentang idealisme Inggris, dan kemudian filsafat-tradisional pada umumnya. Kemudian, mendapati dirinya menentang baik fenomenologi-klasik (misalnya, Husserl) dan keturunannya, seperti eksistensialisme (Sartre, Camus, dan sebagainya) dan juga filsafat-kontinental atau postmodernisme (Heidegger, Foucault dan Derrida). Meskipun pragmatisme-klasik mengandung beberapa kesamaan dengan filsafat-analitik awal, terutama dalam karya C. S. Peirce dan C. I. Lewis, pragmatisme biasanya dipahami sebagai tradisi atau aliran yang terpisah.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/analytic/
Pemahaman Pribadi



No comments:

Post a Comment