Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Sunday, July 30, 2017

Rene Descartes 5 : Tuhan


a. Argumen Sebab-Akibat

Pada awal karyanya Third Meditation hanya "Saya ada" dan "Saya substansi-berpikir" yang melampaui keraguan dan karena itu, mutlak-pasti.

Dari kebenaran-pasti-mutlak yang dipahami secara intuitif ini, Descartes sekarang melanjutkan untuk menyimpulkan keberadaan sesuatu selain dirinya, yang disebut Tuhan. Descartes memulainya dengan memikirkan :

" Apa yang pasti dibutuhkan oleh sesuatu untuk menjadi penyebab yang memadai bagi akibat-nya ? Ini yang disebut sebagai prinsip-penyebab-yang-memadai (causal-adequacy-principle) " seperti yang dinyatakan sebagai berikut :

" Harus terdapat realitas di dalam semua-penyebab, yang banyaknya paling-tidak sama-dengan yang terdapat di dalam akibat-yang-di-sebab-kan olehnya. ", yang pada gilirannya mengimplikasikan bahwa sesuatu yang-ada tidak dapat berasal dari ke-tidak-ada-an. (AT VII 40: CSM II 28)

Disini Descartes mengadopsi teori-kausalitas (sebab-akibat) yang mengandung arti :

" Apapun yang dimiliki oleh suatu-akibat harus diberikan kepada-nya oleh penyebab-nya. "

Sebagai contoh, ketika satu panci air di-panas-kan sampai mendidih, pasti ada-panas yang diterima dari suatu penyebab yang memiliki/mengandung panas, setidaknya-sama-dengan panas yang dibutuhkan untuk mendidihkan sepanci air itu.

Sesuatu yang tidak-cukup memiliki/mengandung panas tidak bisa menyebabkan sepanci air itu mendidih, karena tidak memiliki cukup-realitas yang dibutuhkan untuk mewujudkan akibat itu (air mendidih).

Dengan kata lain, sesuatu tidak bisa memberikan apa yang tidak dimiliki-nya.

Descartes melanjutkan menerapkan prinsip ini untuk penyebab dari ide/gagasan-nya.

Versi dari penyebab-yang-memadai ini menyatakan bahwa :

" Realitas apapun yang terkandung secara objektif di dalam sebuah ide/gagasan, realitas-itu harus terdapat secara formal-atau-berlebih (eminen) di dalam penyebab ide/gagasan itu. "

Sekarang pahami definisi beberapa istilah kunci secara berurutan.

Pertama, realitas-objektif yang terdapat di dalam sebuah ide/gagasan hanyalah representasi kandungan realitas dari objek-penyebab-nya.

Dengan kata lain, adalah realitas yang dimiliki oleh objek-penyebab dari ide/gagasan itu.

Ide/gagasan-matahari, misalnya, di dalam-nya terdapat realitas yang dimiliki matahari secara objektif karena matahari adalah i>penyebab-ide/gagasan itu
.

Kedua, realitas-formal adalah realitas yang terkandung di dalam sesuatu agar sesuatu itu menjadi ada.

Misalnya, matahari itu sendiri memiliki realitas-formal agar menjadi ada yaitu badannya-yang-menempati-ruang karena matahari merupakan substansi-terbatas-badan-yang-menempati-ruang.

Yang terakhir, realitas-berlebih (eminen) adalah realitas yang terdapat di dalam sesuatu dengan berlebih, yaitu ketika realitas itu terdapat pada tingkat-yang-lebih-tinggi di atas realitas-formal yang dimiliki oleh sesuatu itu sedemikian sehingga :

(1) Sesuatu itu tidak mempunyai realitas-formal yang dimiliki oleh substansi dengan tingkat-realitas-yang-lebih-tinggi itu, tetapi

(2) Substansi dengan tingkat-realitas-yang-lebih-tinggi itu memiliki kemampuan menjadi penyebab untuk realitas-formal pada substansi yang lain.

Sebagai contoh, Tuhan bukanlah sebuah substansi-terbatas-yang-menempati-ruang secara formal, tetapi semata-mata hanya substansi-berpikir.

Meskipun demikian, realitas-formal yang dimiliki Tuhan terdapat secara berlebih (eminen) di dalam alam-semesta yang merupakan substansi-terbatas-yang-menempati-ruang

Realitas-formal yang dimiliki Tuhan yaitu pada tingkat-realitas-formal yang dimiliki oleh substansi-tak-terbatas untuk ada, terdapat pada tingkat-yang-lebih-tinggi dari realitas-formal yang dimiliki alam-semesta.

Oleh karena itu Tuhan memiliki kemampuan untuk menjadi penyebab keberadaan alam-semesta karena realitas-formal yang dimiliki alam-semesta lebih rendah tingkat-nya dari realitas-formal yang dimiliki Tuhan.

Poin utamanya adalah bahwa penyebab-yang-memadai juga berlaku pada penyebab bagi ide/gagasan sehingga, misalnya, ide/gagasan tentang matahari harus di-sebab-kan oleh sesuatu yang mengandung realitas-matahari baik secara formal-atau-berlebih (eminen) dengan tingkat-yang-lebih-tinggi.

Begitu prinsip ini ditetapkan, Descartes mencari sebuah ide/gagasan yang tidak bisa di-sebab-kan oleh dirinya.

Berdasar prinsip di atas, dirinya bisa menjadi penyebab untuk realitas-obyektif di dalam ide/gagasan apapun yang dimilikinya, baik yang mengandung realitas-formal maupun realitas-berlebih (eminen).

Dirinya secara formal merupakan substansi-terbatas, karena menurut Descartes, dirinya adalah substansi-pikiran, yang merupakan substansi-terbatas, dan oleh karena itu dirinya bisa menjadi penyebab bagi ide/gagasan yang mengandung realitas-objektif dari sebuah substansi-terbatas.

Bahkan, karena substansi-terbatas hanya membutuhkan syarat keberadaan Tuhan untuk ada-nya sedangkan modus-modus membutuhkan syarat keberadaan-substansi-terbatas dan keberadaan-Tuhan untuk ada-nya, maka substansi-terbatas lebih tinggi tingkat ada-nya daripada modus-modus.

Dengan demikian, realitas-formal yang dimiliki substansi-terbatas bukanlah realitas-formal bagi modus-modus tetapi merupakan realitas-berlebih (eminen), dan oleh karena itu dirinya bisa menjadi penyebab untuk semua ide/gagasan dari modus-modus-nya.

Tetapi ide/gagasan tentang Tuhan adalah sebuah ide/gagasan tentang substansi-tak-terbatas.

Karena substansi-terbatas mempunyai tingkat-ada yang lebih rendah daripada substansi-tak-terbatas berdasarkan prinsip kemandirian-mutlak-yang-terakhir, sejalan dengan itu Descartes menyatakan, bahwa dirinya sebagai substansi-terbatas, tidak dapat menjadi penyebab bagi ide/gagasan sebuah substansi-tak-terbatas.

Bahwa ide/gagasan-Tuhan bukanlah dirinya yang menciptakan.

Hal ini karena substansi-terbatas tidak memiliki realitas-yang-memadai untuk menjadi penyebab bagi ide/gagasan dari substansi-tak-terbatas.

Jika substansi-terbatas menjadi penyebab untuk ide/gagasan dari substansi-tak-terbatas, lalu dari mana mendapatkan realitas-ekstra itu ?

Tetapi sebuah ide/gagasan harus berasal dari sesuatu-yang-ada.

Sehingga sesuatu-yang-ada, yang merupakan sebuah substansi-tak-terbatas, yang disebut Tuhan, harus menjadi penyebab bagi ide/gagasan dari sebuah substansi-tak-terbatas.

Oleh karena itu, ada-nya Tuhan sebagai satu-satunya penyebab yang mungkin untuk ide/gagasan tentang Tuhan.

Perhatikan bahwa dalam argumen ini Descartes membuat kesimpulan-langsung dari ide/gagasan sebuah substansi-tak-terbatas hingga menyimpulkan keberadaan-Tuhan.

Dia memberikan argumen lain yang bersifat kosmologis untuk menanggapi kemungkinan keberatan terhadap argumen pertama ini.

Keberatan ini adalah bahwa penyebab dari substansi-terbatas yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan, bisa juga merupakan substansi-terbatas dengan ide/gagasan tentang Tuhan.

Sehingga pertanyaan, apa penyebab dari substansi-terbatas yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan?

Jawabannya adalah, substansi-terbatas-lain yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan.

Jika dilanjutkan, apa penyebab dari substansi-terbatas-lain yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan ?

Jawabannya adalah, substansi-terbatas-lain-lagi. . . Dan seterusnya sampai tak terhingga (tak terbatas).

Akhirnya, penyebab-akhir dari ide/gagasan tentang Tuhan harus dicapai untuk memberikan penjelasan yang memadai tentang penyebab/ada yang pertama dan dengan demikian menghentikan regresi yang tak terbatas itu.

Penyebab-akhir itu pasti adalah Tuhan, karena hanya Dia yang memiliki cukup-realitas untuk mewujudkan-Nya.

Hanya Tuhan yang memiliki realitas-formal untuk substansi-tak-terbatas.

Jadi, pada akhirnya, Descartes mengklaim telah menyimpulkan keberadaan Tuhan dari intuisi-keberadaan Descartes sendiri sebagai sebuah substansi-terbatas melalui ide/gagasan tentang Tuhan dan penyebab-yang-memadai, yang harus menjadi intuisi yang pasti juga.


b. Argumen Ontologis

Argumen ontologis ditemukan dalam karyanya Fifth Meditation dan mengikuti garis penalaran geometris yang lebih lurus dan langsung.

Di sini Descartes berpendapat bahwa keberadaan Tuhan dapat disimpulkan melalui ide/gagasan dari ciri-karakteristik (nature) yang dimiliki-Nya sama seperti fakta pada segitiga bahwa, besarnya-sudut-luar-dari-sudut-ke-tiga-sama-dengan-jumlah-sudut-dalam-dari-dua-sudut-lainnya yang dapat disimpulkan melalui ide/gagasan dari ciri-karakteristik (nature) yang dimiliki segitiga.

Intinya adalah bahwa sifat (properties) itu terkandung di dalam ciri-karakteristik (nature) segitiga, dan karenanya sifat (properties) tidak dapat dipisahkan dari ciri-karakteristik (nature) segitiga itu sendiri.

Demikian juga, ciri-karakteristik (nature) segitiga tanpa sifat (properties) itu tidak dapat dipahami/dimengerti.

Demikian pula, jelas bahwa ide/gagasan tentang Tuhan adalah ada-yang-paling-sempurna, yaitu ada-dengan-semua-kesempurnaan-sampai-tingkat-tertinggi.

Selain itu, keberadaan adalah syarat dari sebuah kesempurnaan, setidaknya sejauh seperti yang akan paling disetujui, bahwa Tuhan lebih baik ada daripada tidak-ada.

Sekarang, jika ide/gagasan tentang Tuhan tidak mengandung keberadaan-Nya, maka ide/gagasan itu akan kehilangan kesempurnaan-Nya.

Dengan demikian, Ia tidak lagi menjadi ide/gagasan tentang ada-yang-paling-sempurna tetapi merupakan ide/gagasan tentang sesuatu dengan ke-tidak-sempurnaan-nya, yaitu keberadaan-nya tidak-ada, dan selanjutnya, hal itu tidak lagi menjadi ide/gagasan tentang Tuhan.

Oleh karena itu, ide/gagasan tentang ada-yang-paling-sempurna atau Tuhan dengan tanpa-keberadaan-Nya tidak dapat dimengerti.

Ini juga berarti bahwa keberadaan-Nya terkandung di dalam esensi-substansi-Nya yang-tak-terbatas, dan karena itu Tuhan harus ada dengan ciri-karakteristik (nature)-Nya yaitu yang-paling-sempurna.

Memang, usaha untuk memahami bahwa Tuhan-tidak-ada akan seperti mencoba untuk memahami gunung-tanpa-lembah. Hal itu tidak dapat dilakukan.


Sumber:
http://www.iep.utm.edu/descarte/#H1
Pemahaman Pribadi


No comments:

Post a Comment