Locke menjalani hidupnya pada saat banyak peristiwa politik yang sangat penting terjadi di Inggris. Perang Sipil, Periode Kekuasaan Parlemen Dan Militer, Restorasi, Masa Krisis Pengusiran, dan Revolusi Agung, semua terjadi sepanjang hidupnya. Selama sebagian besar masa hidupnya, Locke memegang posisi administratif di pemerintahan dan sangat memperhatikan debat kontemporer mengenai teori politik pada saat itu. Jadi, tidak mengherankan jika dia menulis sejumlah karya mengenai isu-isu politik. Di bidang ini, Locke terkenal karena argumennya yang mendukung Toleransi beragama dan Pemerintahan dengan kekuasaan yang terbatas. Saat ini, gagasan itu adalah sesuatu yang umum dan diterima secara luas. Tapi di zaman Locke gagasan itu sangat inovatif, bahkan radikal.
a. Dua Risalah
Karya Locke, Dua Risalah Pemerintahan (Two Treatises of Government) diterbitkan pada tahun 1689. Awalnya pemikiran itu dimaksudkan untuk membela Revolusi Agung dan penyitaan tahta Raja William. Namun sekarang kita mengetahui, bahwa karya itu sebenarnya sudah disusun jauh sebelum peristiwa itu. Meskipun demikian, karya itu memberikan pandangan tentang Pemerintahan yang dapat diterima oleh banyak pendukung Raja William.
Risalah Pertama, terutama memperhatikan mengenai sejarah. Karya ini mengambil bentuk kritik rinci pada sebuah karya yang berjudul Patriacha tulisan dari Robert Filmer. Pendapat Filmer, dengan cara yang tidak begitu sempurna, mendukung Monarki Kanan Illahi. Dalam pandangannya, kekuasaan Raja pada akhirnya berasal dari kekuasaan yang diberikan Tuhan kepada Adam dan yang telah diturunkan dalam rantai yang tidak terputus selama berabad-abad. Locke mempersoalkan pandangan ini dengan sejumlah alasan historis. Mungkin yang lebih penting lagi, Locke juga membedakan antara sejumlah jenis dominasi atau kekuasaan Pemerintahan yang dianggap/diperlakukan sama oleh Filmer.
Setelah menjelaskan beberapa dasar dalam Risalah Pertama, Locke menawarkan pandangan positif tentang sifat Pemerintahan dalam Risalah Kedua, karya yang jauh lebih dikenal. Bagian dari strategi Locke dalam karya ini adalah untuk menawarkan penjelasan yang berbeda tentang asal-usul Pemerintahan. Sementara Filmer menyarankan pendapat bahwa manusia selalu tunduk pada kekuasaan politik, Locke justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, manusia pada awalnya berada dalam Keadaan Alamiah. Keadaan alamiah ini bersifat Apolitis dalam arti bahwa tidak ada Pemerintahan dan setiap individu mempertahankan semua Hak-Hak Alamiahnya. Setiap orang memiliki Hak-Hak Alamiah ini, termasuk hak untuk berusaha melestarikan kehidupan seseorang, untuk mendapatkan barang-barang berharga yang belum/tidak diklaim kepemilikannya, dan sebagainya karena Hak-Hak Alamiah itu diberikan oleh Tuhan kepada semua orang.
Keadaan Alamiah dalam dirinya sendiri tidak stabil. Individu akan berada di bawah ancaman bahaya fisik. Dan mereka tidak akan bisa mengejar tujuan-tujuannya yang membutuhkan stabilitas dan kerjasama yang luas dengan manusia lain. Locke berpendapat, bahwa Pemerintahan muncul dalam konteks ini. Individu-individu yang melihat ada manfaat yang bisa diperoleh, memutuskan untuk menyerahkan sebagian hak mereka kepada otoritas pusat sambil tetap mempertahankan hak-hak lainnya. Ini berbentuk kontrak. Dalam kesepakatan untuk melepaskan hak-hak tertentu, individu akan mendapat perlindungan dari bahaya fisik, keamanan untuk harta benda mereka, dan kemampuan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lain dalam lingkungan yang stabil.
Jadi menurut pandangan ini, Pemerintahan dilembagakan oleh warga/anggota Pemerintahan tersebut. Ini memiliki sejumlah konsekuensi yang sangat penting. Dalam pandangan ini, para penguasa memiliki kewajiban untuk bersikap responsif terhadap kebutuhan dan keinginan warga negara. Selanjutnya, dalam membangun sebuah Pemerintahan, warga melepaskan beberapa hak, tapi tidak semua Hak Alamiahnya. Sehingga tidak ada penguasa yang bisa mengklaim memiliki kekuasaan mutlak atas semua elemen kehidupan warga negara. Ini mengukir/menciptakan ruang penting untuk Hak-Hak Individu tertentu atau Kebebasan. Terakhir, dan mungkin yang terpenting, sebuah Pemerintahan yang gagal melindungi hak dan kepentingan warganya atau Pemerintahan yang secara sewenang-wenang berusaha melangkahi kewenangannya akan gagal menjalankan tugas sesuai tujuan penciptaannya. Dengan demikian, warga negara berhak untuk memberontak dan mengganti Pemerintahan yang ada dengan 'yang sesuai' untuk melaksanakan tugasnya menjamin perdamaian dan ketertiban sipil sambil menghormati hak individu.
Dengan demikian Locke mampu menggunakan penjelasan Hak Alamiah dan Pemerintahan yang diciptakan melalui kontrak untuk menyelesaikan sejumlah tugas penting. Dia bisa menggunakannya untuk menunjukkan mengapa individu mempertahankan hak-hak tertentu meskipun mereka tunduk pada Pemerintahan. Dia bisa menggunakan untuk menunjukkan mengapa Pemerintahan lalim yang berusaha melanggar hak warga warganya adalah buruk. Dan dia bisa menggunakan untuk menunjukkan bahwa warga negara memiliki hak untuk memberontak dengan cara-cara tertentu dalam kasus di mana Pemerintahan gagal. Ini adalah gagasan bagus yang tetap penting bahkan sampai sekarang.
b. Kepemilikan Pribadi
Di dalam Risalah Kedua Locke tentang Pemerintahan juga mengandung penjelasan yang berpengaruh mengenai sifat Kepemilikan Pribadi. Menurut Locke, Tuhan memberi kepada manusia dunia dan isinya untuk dimiliki secara bersama. Dunia menyediakan manusia dengan apa yang diperlukan untuk kelanjutan dan kenikmatan hidupnya. Tapi Locke juga percaya bahwa ada kemungkinan bagi individu untuk mengalokasikan bagian-bagian individual di dunia dan menahan bagian itu hanya untuk penggunaan eksklusif mereka sendiri. Dengan kata lain, Locke percaya bahwa kita memiliki hak untuk mendapatkan Kepemilikan Pribadi atas benda-benda.
Klaim pendapat Locke adalah kita memperoleh Kepemilikan dengan cara mencampur kerja keras kita dengan sejumlah sumber daya alam. Misalnya, jika saya menemukan beberapa buah anggur tumbuh di pohon anggur, melalui kerja keras saya memetik dan mengumpulkan buah anggur ini, saya memperoleh hak kepemilikan atas mereka. Jika saya menemukan ladang kosong dan kemudian menggunakan tenaga kerja saya untuk membajak ladang kemudian menanam tanaman dan membuat pertanian, saya akan menjadi pemilik lahan pertanian yang tepat. Jika saya menebang pohon di hutan yang tidak dimiliki siapapun dan menggunakan kayu itu untuk membuat meja, maka meja itu akan menjadi milik saya. Locke menempatkan dua batasan penting dalam cara di mana Kepemilikan dapat diperoleh dengan mencampuradukkan tenaga kerja seseorang dengan sumber daya alam. Pertama, apa yang kemudian dikenal sebagai Provisi Limbah (Waste Provisio). Seseorang tidak boleh mengambil begitu banyak Kepemilikan sehingga berlebihan dan sebagian terbuang sia-sia. Seharusnya saya tidak mengambil/memasukkan anggur ke dalam banyak galon jika saya hanya bisa memakan beberapa saja dan sisanya akhirnya membusuk. Jika barang-barang di bumi diberikan kepada kita oleh Tuhan, maka tidak pantas kita membiarkan beberapa karunia ini sia-sia belaka. Kedua, adalah Provisi yang Cukup-Dan-Baik (Enough And As Good Provisio). Ini mengatakan bahwa dalam mengalokasikan sumber daya alam, saya diminta untuk menyisakan dengan cukup dan baik untuk orang lain. Jika dunia diserahkan kepada kita secara umum oleh Tuhan, saya akan salah jika saya mengalokasikan lebih tercukupi dan lebih dari yang secara adil seharusnya saya terima dan gagal meninggalkan sumber daya yang cukup dan bagi orang lain.
Setelah Mata Uang diperkenalkan dan setelah Pemerintahan terbentuk sifat Kepemilikan jelas banyak berubah. Dengan menggunakan logam, yang bisa dijadikan koin dan yang tidak binasa seperti bahan makanan dan barang lainnya, individu dapat mengumpulkan lebih banyak kekayaan daripada yang mungkin dilakukan. Jadi ketentuan tentang Provisi Limbah (Waste Provisio) tampaknya akan menghilang. Dan Pemerintahan mungkin akan menerapkan peraturan yang mengatur perolehan dan distribusi Kepemilikan. Locke menyadari hal ini dan mencurahkan banyak pemikiran tentang sifat Kepemilikan dan distribusi Kepemilikan yang tepat dalam persemakmuran. Tulisan-tulisannya tentang ekonomi, kebijakan moneter, amal, dan sistem kesejahteraan sosial adalah bukti dari hal ini. Tetapi pandangan Locke tentang Kepemilikan di dalam persemakmuran mendapat perhatian yang jauh lebih sedikit daripada pandangannya tentang Akuisisi Kepemilikan yang asli dalam Keadaan Alamiah.
c. Toleransi Beragama
Locke telah secara sistematis memikirkan isu-isu yang berkaitan dengan Toleransi beragama sejak tahun-tahun awalnya di London dan meskipun hanya menerbitkan Surat Tentang Toleransi (Epistola de Tolerantia) pada tahun 1689, dia selesai menuliskannya beberapa tahun sebelumnya. Pertanyaan apakah sebuah negara harus berusaha meresepkan satu agama tertentu ke dalam negara, apa alat negara yang mungkin dapat digunakan untuk melakukannya, dan bagaimana sikap yang benar terhadap orang-orang yang menolak pertobatan ke agama resmi negara telah menjadi pusat politik Eropa sejak masa Reformasi Protestan. Masa-masa Locke hidup di Inggris, Prancis, dan Belanda telah memberinya pengalaman tiga pendekatan yang sangat berbeda terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Pengalaman ini telah meyakinkannya bahwa, untuk sebagian besar, individu harus diizinkan untuk menjalankan agama mereka tanpa campur tangan negara. Memang, bagian dari dorongan untuk menerbitkan Surat Tentang Toleransi (Epistola de Tolerantia) berasal dari pencabutan Surat Edaran Nantes oleh Raja Louis XIV, yang menghapus hak-hak para pemeluk Protestan yang sudah terbatas di Prancis dan membuat mereka diburu oleh negara.
Sangat mungkin untuk melihat argumen Locke yang mendukung Toleransi berkaitan baik dengan pandangan Epistemologis dalam karya Essay maupun pandangan Politiknya dalam karya Dua Risalah Pemerintahan (Two Treatises of Government). Berkaitan dengan pandangan Epistemologis Locke, ingatlah telah disebutkan di atas, bahwa Locke menganggap lingkup Pengetahuan manusia sangat terbatas. Kita mungkin tidak terlalu pandai untuk menentukan agama mana yang benar. Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa mereka yang memegang kekuasaan politik akan lebih baik dalam menemukan agama yang benar daripada orang lain, jadi mereka seharusnya tidak berusaha untuk memaksakan pandangan mereka terhadap orang lain. Sebaliknya, setiap individu harus diizinkan untuk mengejar keyakinan sejati sebaik yang mereka mampu. Hanya sedikit sakit yang dihasilkan bila membiarkan orang lain memiliki keyakinan agama mereka sendiri. Bahkan, mungkin bermanfaat untuk membiarkan bermacam keyakinan karena satu kelompok mungkin mencapai keyakinan yang benar sekaligus memenangkan orang lain di sisi agama mereka.
Berkaitan dengan pandangan politik Locke, seperti yang diungkapkan dalam karya Dua Risalah Pemerintahan (Two Treatises of Government), Locke mendukung Toleransi dengan alasan bahwa pemaksaan terhadap suatu agama berada di luar lingkup tugas Pemerintahan yang seharusnya. Orang-orang menyetujui Pemerintahan untuk tujuan membangun tatanan sosial dan peraturan hukum. Pemerintah harus menahan diri untuk tidak memaksakan suatu agama karena hal itu tidak perlu dan tidak relevan untuk tujuan ini. Bahkan, mencoba untuk menerapkan kesesuaian agama resmi negara dapat membahayakan secara positif tujuan-tujuan ini karena hal itu akan menyebabkan perlawanan dari anggota agama yang dilarang. Locke juga menyarankan agar Pemerintah Toleran terhadap keyakinan agama warga perorangan karena memaksakan kepercayaan agama sebenarnya tidak mungkin dilakukan. Penerimaan agama tertentu adalah tindakan ke dalam diri, fungsi dari keyakinan seseorang. Tetapi Pemerintahan dirancang untuk mengendalikan tindakan orang. Jadi, Pemerintah, dalam banyak hal, tidak memiliki kemampuan untuk menerapkan agama tertentu karena setiap orang memiliki kontrol pikiran mereka sendiri yang hampir sempurna.
Meski pandangan Locke tentang Toleransi sangat progresif pada waktu itu dan pandangannya memiliki keterkaitan dengan konsensus kita mengenai nilai Toleransi religius sekarang ini, penting untuk mengetahui bahwa Locke telah menempatkan beberapa batasan Toleransi dengan ketat/keras. Dia tidak berpikir bahwa kita harus mentoleransi orang yang tidak toleran yaitu mereka yang berusaha memaksakan pandangan religius mereka terhadap orang lain secara paksa. Demikian pula, kelompok agama manapun yang menimbulkan ancaman terhadap stabilitas politik atau keamanan publik seharusnya tidak ditolerir. Yang penting lagi, Locke memasukan orang-orang penganut Katolik Roma dalam kelompok ini. Dalam pandangannya, umat Katolik memiliki kesetiaan yang mendasar terhadap Paus, seorang pangeran asing yang tidak mengakui kedaulatan hukum Inggris. Hal ini membuat umat Katolik menjadi ancaman bagi Pemerintahan sipil dan perdamaian. Akhirnya, Locke juga percaya bahwa Atheis seharusnya tidak ditolerir. Karena mereka tidak percaya bahwa mereka akan diberi imbalan atau dihukum karena tindakan mereka di alam baka nanti, Locke tidak berpikir bahwa mereka dapat dipercaya untuk berperilaku secara moral atau mempertahankan kewajiban kontrak mereka.
Sumber :
http://www.iep.utm.edu/locke/#H1
Pemahaman Pribadi
http://www.iep.utm.edu/locke/#H1
Pemahaman Pribadi
No comments:
Post a Comment