Lewat pertengahan tahun 1960-an era filsafat-bahasa mendekati akhirnya. Penyebab dari
kematiannya bervariasi. Salah satunya, adalah pada saat itu tampak terdapat perpecahan yang tajam di dalam gerakan-analitik khususnya antara para pendukung bahasa-biasa dengan bahasa-ideal mengenai sifat bahasa-dan-makna disatu sisi dan mengenai bagaimana bersikap terhadap filsafat disisi lain.
Hingga titik ini, inti dari filsafat-analitik memiliki pandangan bahwa persoalan-persoalan filsafat adalah ilusi-bahasa yang dihasilkan oleh pelanggaran batas-batas makna dan persoalan itu telah diselesaikan dengan membuat penanda yang jelas batas-batas itu dan kemudian bertahan didalamnya.
Namun, sekarang menjadi jelas hal itu bukanlah tugas mudah. Jauh dari fenomena-transparan ( mudah-dilihat ) yang telah diterima oleh para analis-awal, makna-bahasa berubah menjadi fenomena teka-teki yang rumit, maka dengan sendirinya memerlukan perlakuan filosofis yang dalam.
Bahkan, menjadi jelas bahwa banyak yang memegang pandangan-pandangan inti-analitik terhadap sifat dari filsafat bersandar pada teori-makna yang berbeda-beda, terkadang tersirat, tidak pernah cukup jelas dan seringkali tidak masuk-akal
Kegagalan internal dari logika-posivisme dikombinasikan dengan kritik-kritik dari luar oleh Wittgenstein dan Quine memberi kontribusi pada kematian pendekatan bahasa-ideal.
Disisi lain, banyak, termasuk Bertrand Russel melihat pendekatan bahasa-biasa jauh dari jenis karya filosofis yang serius.
Karena alasan ini dan alasan lainnya, pendekatan bahasa-biasa juga mematik api dari luar gerakan-analitik, dalam bentuk karya Ernest Gellner berjudul Words and Things (1959) dan karya dari W.C.K. Mundles berjudul Critique of Linguistic Philosophy (1970)
Khusus yang pertama memiliki dampak internasional yang luas, sehingga memberi kontribusi kepada apa yang disebut oleh T.P. Uschanov " Kematian aneh dari filsafat bahasa-biasa. "
Melemahnya filsafat-bahasa juga memberi tanda melemahnya usaha-usaha untuk menentukan metode filsafat yang layak, atau bahkan sekedar metode-pembeda untuk filsafat-analitik.
Pandangan Quine mengangkat persoalan itu ----bahwa filsafat berlanjut dengan pengetahuan-ilmiah dalam tujuan-tujuannya dan metode-metodenya, hanya berbeda dalam sifat-generalitas pertanyaan-pertanyaannya---- telah terbukti berpengaruh dan mencapai tingkatan dominasi tertentu untuk beberapa lama, tetapi tidak sampai pada derajat yang dimiliki konsepi-bahasa tentang filsafat yang telah berjalan selama enam puluh tahun.
Alternatif yang tidak terikat dengan pengetahuan-ilmiah empiris segera muncul, dengan hasil bahwa praktek filsafat dalam filsafat-analitik kontemporer sekarang menjadi cukup ekletik.
Dalam beberapa lingkaran-kelompok, penerapan terhadap teknik-formal tetap dipandang sebagai pusat dari praktek filsafat, meski sekarang ini lebih dipandang seperti sebuah alat untuk mencapai kejelasan tentang konsep-konsep kita daripada sebuah cara untuk menganalisis bahasa.
Dalam lingkaran yang lain, ekspresi yang cermat dalam bahasa-biasa terlihat menyediakan kejelasan dengan tingkat yang memadai.
Sebagian karena pandangan Quine terhadap filsafat sebagai berkelanjutan dengan pengetahuan-ilmiah ( yang tentu saja terbagi dalam spesialisasi ), dan sebagian karena filsafat-analitik selalu disajikan untuk membahas pertanyaan-pertanyaan dengan definisi yang sempit dalam isolasi dari yang lain, filsafat-analitik post-bahasa terbagi dengan sendirinya ke dalam sejumlah sub-bidang yang terspesialisasi.
Metamorfosa yang tengah berlangsung pada filsafat-bahasa menjadi apa yang sekarang kita ketahui sebagai filsafat-bahasa.
Epistemologi, filsafat-kesadaran, filsafat pengatahuan-ilmiah, etika dan meta-etika dan bahkan metafisika bangkit atau muncul kembali sebagai wilayah penyelidikan yang tidak-acuh kepada perhatian-perhatian terhadap bahasa namun tidak dalam dirinya bersifat bahasa secara intrinsik.
Selama waktu berjalan, daftar telah berkembang dengan memasukan bidang estetika, filsafat sosial dan politik, filsafat feminis, filsafat agama, filsafat hukum, filsafat kognitif pengetahuan-ilmiah dan filsafat sejarah.
Terhadap penjelasan mengenai sifat ekletisme-nya, filsafat-analitik kontemporer menentang ringkasan atau gambaran umum. Dengan tanda yang sama, hal itu mencakup terlalu banyak untuk dibahas secara detail disini.
Namun, dua perkembangan dalam filsafat-analitik post-bahasa secara khusus perlu dibahas.
Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH5a
Pemahaman Pribadi
kematiannya bervariasi. Salah satunya, adalah pada saat itu tampak terdapat perpecahan yang tajam di dalam gerakan-analitik khususnya antara para pendukung bahasa-biasa dengan bahasa-ideal mengenai sifat bahasa-dan-makna disatu sisi dan mengenai bagaimana bersikap terhadap filsafat disisi lain.
Hingga titik ini, inti dari filsafat-analitik memiliki pandangan bahwa persoalan-persoalan filsafat adalah ilusi-bahasa yang dihasilkan oleh pelanggaran batas-batas makna dan persoalan itu telah diselesaikan dengan membuat penanda yang jelas batas-batas itu dan kemudian bertahan didalamnya.
Namun, sekarang menjadi jelas hal itu bukanlah tugas mudah. Jauh dari fenomena-transparan ( mudah-dilihat ) yang telah diterima oleh para analis-awal, makna-bahasa berubah menjadi fenomena teka-teki yang rumit, maka dengan sendirinya memerlukan perlakuan filosofis yang dalam.
Bahkan, menjadi jelas bahwa banyak yang memegang pandangan-pandangan inti-analitik terhadap sifat dari filsafat bersandar pada teori-makna yang berbeda-beda, terkadang tersirat, tidak pernah cukup jelas dan seringkali tidak masuk-akal
Kegagalan internal dari logika-posivisme dikombinasikan dengan kritik-kritik dari luar oleh Wittgenstein dan Quine memberi kontribusi pada kematian pendekatan bahasa-ideal.
Disisi lain, banyak, termasuk Bertrand Russel melihat pendekatan bahasa-biasa jauh dari jenis karya filosofis yang serius.
Karena alasan ini dan alasan lainnya, pendekatan bahasa-biasa juga mematik api dari luar gerakan-analitik, dalam bentuk karya Ernest Gellner berjudul Words and Things (1959) dan karya dari W.C.K. Mundles berjudul Critique of Linguistic Philosophy (1970)
Khusus yang pertama memiliki dampak internasional yang luas, sehingga memberi kontribusi kepada apa yang disebut oleh T.P. Uschanov " Kematian aneh dari filsafat bahasa-biasa. "
Melemahnya filsafat-bahasa juga memberi tanda melemahnya usaha-usaha untuk menentukan metode filsafat yang layak, atau bahkan sekedar metode-pembeda untuk filsafat-analitik.
Pandangan Quine mengangkat persoalan itu ----bahwa filsafat berlanjut dengan pengetahuan-ilmiah dalam tujuan-tujuannya dan metode-metodenya, hanya berbeda dalam sifat-generalitas pertanyaan-pertanyaannya---- telah terbukti berpengaruh dan mencapai tingkatan dominasi tertentu untuk beberapa lama, tetapi tidak sampai pada derajat yang dimiliki konsepi-bahasa tentang filsafat yang telah berjalan selama enam puluh tahun.
Alternatif yang tidak terikat dengan pengetahuan-ilmiah empiris segera muncul, dengan hasil bahwa praktek filsafat dalam filsafat-analitik kontemporer sekarang menjadi cukup ekletik.
Dalam beberapa lingkaran-kelompok, penerapan terhadap teknik-formal tetap dipandang sebagai pusat dari praktek filsafat, meski sekarang ini lebih dipandang seperti sebuah alat untuk mencapai kejelasan tentang konsep-konsep kita daripada sebuah cara untuk menganalisis bahasa.
Dalam lingkaran yang lain, ekspresi yang cermat dalam bahasa-biasa terlihat menyediakan kejelasan dengan tingkat yang memadai.
Sebagian karena pandangan Quine terhadap filsafat sebagai berkelanjutan dengan pengetahuan-ilmiah ( yang tentu saja terbagi dalam spesialisasi ), dan sebagian karena filsafat-analitik selalu disajikan untuk membahas pertanyaan-pertanyaan dengan definisi yang sempit dalam isolasi dari yang lain, filsafat-analitik post-bahasa terbagi dengan sendirinya ke dalam sejumlah sub-bidang yang terspesialisasi.
Metamorfosa yang tengah berlangsung pada filsafat-bahasa menjadi apa yang sekarang kita ketahui sebagai filsafat-bahasa.
Epistemologi, filsafat-kesadaran, filsafat pengatahuan-ilmiah, etika dan meta-etika dan bahkan metafisika bangkit atau muncul kembali sebagai wilayah penyelidikan yang tidak-acuh kepada perhatian-perhatian terhadap bahasa namun tidak dalam dirinya bersifat bahasa secara intrinsik.
Selama waktu berjalan, daftar telah berkembang dengan memasukan bidang estetika, filsafat sosial dan politik, filsafat feminis, filsafat agama, filsafat hukum, filsafat kognitif pengetahuan-ilmiah dan filsafat sejarah.
Terhadap penjelasan mengenai sifat ekletisme-nya, filsafat-analitik kontemporer menentang ringkasan atau gambaran umum. Dengan tanda yang sama, hal itu mencakup terlalu banyak untuk dibahas secara detail disini.
Namun, dua perkembangan dalam filsafat-analitik post-bahasa secara khusus perlu dibahas.
Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH5a
Pemahaman Pribadi