Ketika logika-positivisme sibuk merayap dibawah beban inkoherensi (ketidak-konsistenan) dalam dirinya, permasalahan yang lebih besar menciptakan situasi buruk bagi filsafat bahasa-ideal secara umum.
Setelah menerbitkan Tractatus, Wittgenstein pensiun dari filsafsat dan beralih mengajar pada Sekolah-Dasar di pedesaan pinggiran Austria.
Mengapa ia tidak meninggalkan dunia akademis ----sedang ia meyakini, telah mengistirahatkan persoalan-persoalan filsafat-tradisional !
Selama waktu meninggalkan sekolah-tinggi, Wittgenstein telah seringkali memikirkan kembali pandangan-pandangannya tentang bahasa.
Dia menyimpulkan bahwa, jauh dari menjadi sebuah fungsi-kebenaran-kalkulus, bahasa tidak memiliki struktur-universal-yang-benar ----yang berarti tidak terdapat suatu semacam bahasa-ideal.
Sebaliknya, setiap sistem-bahasa ----baik itu bahasa-lengkap-resmi, suatu dialek, atau bahasa teknik khusus yang digunakan oleh seorang ahli---- adalah seperti sebuah permainan yang berjalan sesuai aturan-aturannya sendiri.
Aturan-aturan bahasa yang dimaksud bukanlah jenis yang ditemukan dalam buku-buku tata-bahasa ----aturan-aturan itu hanya suatu upaya mendeskripsikan aturan-aturan yang telah ditemukan dalam praktek-praktek suatu komunitas-bahasa.
Aturan-aturan bahasa yang sesungguhnya, menurut pandangan-akhir Wittgenstein, tidak dapat ditetapkan/dinyatakan, melainkan dapat ditunjukan dalam jalinan-kompleks dalam praktek-praktek bahasa dan non-bahasa yang menyusun 'bentuk-kehidupan' suatu komunitas-bahasa apapun.
Menurut pandangan-akhir Wittgenstein, bahasa merupakan suatu fenomena-sosial-intrinsik, dan cara-cara-berbahasa-yang-benar bervariasi sebanyak cara-berbahasa yang telah berhasil dalam kehidupan bersama manusia.
Konsekuensinya, cara-berbahasa-yang-benar tidak dapat dipelajari secara abstrak, terpisah dari banyak perwujudan yang khusus dalam banyak komunitas manusia.
Berlawanan dengan pandangan-pandangannya dalam karya Tractatus, pandangan-akhir Wittgenstein tidak lagi meyakini bahwa 'makna' adalah suatu gambaran-relasi yang didasarkan pada hubungan-korespondensi antara atom-atom bahasa dengan atom-atom metafisika.
Melainkan, 'makna' merupakan sistem-bahasa atau permainan-bahasa, yang tidak-dapat dianalisis secara keseluruhan, yang bagian-bagian-nya ( ucapan / ungkapan yang disetujui dengan aturan-aturan bahasa ) mempunyai 'makna' oleh sebab mempunyai suatu peranan untuk bermain ----suatu pemakaian---- di dalam bentuk-kehidupan-secara-keseluruhan dari suatu komunitas-bahasa..
Sehingga, sering dikatakan bahwa bagi pandangan-akhir Wittgenstein 'makna' berarti pemakaian. Menurut pandangan ini, bagian-bagian suatu bahasa sama-sekali tidak perlu mengacu atau sesuai dengan apapun, mereka hanya harus memainkan suatu peranan dalam sebuah bentuk-kehidupan.
Adalah penting untuk mencatat, bahwa bahkan dalam pemikiran akhirnya, Wittgenstein tetap mempertahankan pandangan persoalan-persoalan filsafat-tradisional muncul dari kesalahan bahasa, dan hakekat filsafat-yang-sesungguhnya adalah tentang melakukan analisis terhadap bahasa sehingga menggenggam batas-batas 'makna' dan melihat kesalahan secara jernih apa adanya ----jatuh kedalam kebingungan atau tanpa-makna.
Namun, pemahaman barunya terhadap bahasa membutuhkan suatu pemahaman baru terhadap analisis.
Analisis-bahasa tidak lagi berupa transformasi dari sebuah pernyataan bahasa-biasa kedalam notasi-simbolik dari logika-formal yang dipandang menunjukan bentuk sebenarnya.
Sebaliknya, analisis-bahasa adalah sebuah persoalan tentang melihat bagaimana bahasa dalam 'pemakaian-biasa' dan melihat bahwa persoalan-persoalan filsafat-tradisional muncul hanya ketika kita meninggalkan 'pemakaian-biasa' itu.
" Suatu persoalan filsafat ", kata Wittgenstein, " mempunyai bentuk : saya tidak-tahu cara menanganinya ", (Wittgenstein,123)
Ini berarti, saya tidak tahu bagaimana berbicara dengan memadai tentang persoalan-itu, untuk bertanya persoalan-itu, dan untuk menjawab suatu pertanyaan persoalan-itu.
Jika seandainya saya melampaui aturan-aturan bahasa-saya dan mengatakan sesuatu entah-bagaimana caranya, apa yang saya katakan akan menjadi tidak-bermakna dan tidak-bisa-dimengerti. Sebagai contoh adalah ucapan-ucapan / ungkapan-ungkapan dalam filsafat-metafisika tradisional.
Konsekuensi selanjutnya, persoalan-persoalan filsafat diselesaikan atau lebih tepat dileburkan dengan melihat kepada kerja-kerja dalam bahasa-kita dan dengan suatu cara sehingga membuat kita mengenali kerja-kerjanya : ....Persoalan-persoalan filsafat diselesaikan, tidak dengan pemberian informasi-baru, tetapi melalui penyusunan apa-yang-selalu-sudah-kita-ketahui. (Wittgenstein 1953,109)
Dan 'apa-yang-selalu-sudah-kita-ketahui' adalah aturan-aturan dari bahasa-kita. " Kerja seorang filsuf ", ia berkata, " terdiri dari perakitan pengingat-pengingat untuk tujuan tertentu " (Wittgenstein 1953,127)
Pengingat-pengingat ini mengambil bentuk salinan dari bagaimana bagian-bagian bahasa biasa dipakai dalam permainan-bahasa, keluar dari apa yang oleh para filsuf telah diupayakan untuk dilangkahi.
Tujuan mereka adalah untuk membujuk para filsuf menjauh dari kesalahan-penggunaan bahasa yang penting untuk mengejar / menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat tradisional.
Sehingga, filsafat-yang-sesungguhnya menjadi suatu jenis terapi-bantuan pada penyembuhan sebuah penyakit bahasa yang melumpuhkan kemampuan seseorang agar terikat penuh kepada bentuk-kehidupan dalam komunitas-bahasa-nya.
Hakekat filsafat-yang-sesunguhnya, Wittgenstein berkata, " adalah suatu pertempuran melawan pengaruh-sihir terhadap kecerdasan kita melalui alat bahasa " (Wittgenstein 1953,109)
Senjata para filsuf-sejati dalam pertempuran ini adalah " untuk membawa kata-kata dari pemakaian metafisis kembali kepada pemakaian-biasa keseharian " (Wittgenstein,1953,116), sehingga " hasil-hasil dari filsafat merupakan pengungkapan terhadap suatu bagian dari bidang yang tidak-bisa-dimengerti dan pengungkapan mengenai pukulan-keras bahwa pemahaman telah diperoleh dengan pikiran yang terarah melawan batas-batas bahasa. " (Wittgenstein,1953,119)
Meski Wittgenstein telah mengembangkan pandangan-pandangan baru ini jauh lebih awal (terutama dalam tahun 1920-an dan 1930-an), pandangan-pandangan itu tidak dipublikasikan secara resmi hingga tahun 1953, dalam karyanya Philosophical Investigations yang terbit setelah kematiannya. Sebelumnya, pandangan-pandangan baru Wittgenstein telah menyebar luas dari mulut ke mulut diantara para muridnya dan orang-orang yang tertarik.
Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH4a
Pemahaman Pribadi
Setelah menerbitkan Tractatus, Wittgenstein pensiun dari filsafsat dan beralih mengajar pada Sekolah-Dasar di pedesaan pinggiran Austria.
Mengapa ia tidak meninggalkan dunia akademis ----sedang ia meyakini, telah mengistirahatkan persoalan-persoalan filsafat-tradisional !
Selama waktu meninggalkan sekolah-tinggi, Wittgenstein telah seringkali memikirkan kembali pandangan-pandangannya tentang bahasa.
Dia menyimpulkan bahwa, jauh dari menjadi sebuah fungsi-kebenaran-kalkulus, bahasa tidak memiliki struktur-universal-yang-benar ----yang berarti tidak terdapat suatu semacam bahasa-ideal.
Sebaliknya, setiap sistem-bahasa ----baik itu bahasa-lengkap-resmi, suatu dialek, atau bahasa teknik khusus yang digunakan oleh seorang ahli---- adalah seperti sebuah permainan yang berjalan sesuai aturan-aturannya sendiri.
Aturan-aturan bahasa yang dimaksud bukanlah jenis yang ditemukan dalam buku-buku tata-bahasa ----aturan-aturan itu hanya suatu upaya mendeskripsikan aturan-aturan yang telah ditemukan dalam praktek-praktek suatu komunitas-bahasa.
Aturan-aturan bahasa yang sesungguhnya, menurut pandangan-akhir Wittgenstein, tidak dapat ditetapkan/dinyatakan, melainkan dapat ditunjukan dalam jalinan-kompleks dalam praktek-praktek bahasa dan non-bahasa yang menyusun 'bentuk-kehidupan' suatu komunitas-bahasa apapun.
Menurut pandangan-akhir Wittgenstein, bahasa merupakan suatu fenomena-sosial-intrinsik, dan cara-cara-berbahasa-yang-benar bervariasi sebanyak cara-berbahasa yang telah berhasil dalam kehidupan bersama manusia.
Konsekuensinya, cara-berbahasa-yang-benar tidak dapat dipelajari secara abstrak, terpisah dari banyak perwujudan yang khusus dalam banyak komunitas manusia.
Berlawanan dengan pandangan-pandangannya dalam karya Tractatus, pandangan-akhir Wittgenstein tidak lagi meyakini bahwa 'makna' adalah suatu gambaran-relasi yang didasarkan pada hubungan-korespondensi antara atom-atom bahasa dengan atom-atom metafisika.
Melainkan, 'makna' merupakan sistem-bahasa atau permainan-bahasa, yang tidak-dapat dianalisis secara keseluruhan, yang bagian-bagian-nya ( ucapan / ungkapan yang disetujui dengan aturan-aturan bahasa ) mempunyai 'makna' oleh sebab mempunyai suatu peranan untuk bermain ----suatu pemakaian---- di dalam bentuk-kehidupan-secara-keseluruhan dari suatu komunitas-bahasa..
Sehingga, sering dikatakan bahwa bagi pandangan-akhir Wittgenstein 'makna' berarti pemakaian. Menurut pandangan ini, bagian-bagian suatu bahasa sama-sekali tidak perlu mengacu atau sesuai dengan apapun, mereka hanya harus memainkan suatu peranan dalam sebuah bentuk-kehidupan.
Adalah penting untuk mencatat, bahwa bahkan dalam pemikiran akhirnya, Wittgenstein tetap mempertahankan pandangan persoalan-persoalan filsafat-tradisional muncul dari kesalahan bahasa, dan hakekat filsafat-yang-sesungguhnya adalah tentang melakukan analisis terhadap bahasa sehingga menggenggam batas-batas 'makna' dan melihat kesalahan secara jernih apa adanya ----jatuh kedalam kebingungan atau tanpa-makna.
Namun, pemahaman barunya terhadap bahasa membutuhkan suatu pemahaman baru terhadap analisis.
Analisis-bahasa tidak lagi berupa transformasi dari sebuah pernyataan bahasa-biasa kedalam notasi-simbolik dari logika-formal yang dipandang menunjukan bentuk sebenarnya.
Sebaliknya, analisis-bahasa adalah sebuah persoalan tentang melihat bagaimana bahasa dalam 'pemakaian-biasa' dan melihat bahwa persoalan-persoalan filsafat-tradisional muncul hanya ketika kita meninggalkan 'pemakaian-biasa' itu.
" Suatu persoalan filsafat ", kata Wittgenstein, " mempunyai bentuk : saya tidak-tahu cara menanganinya ", (Wittgenstein,123)
Ini berarti, saya tidak tahu bagaimana berbicara dengan memadai tentang persoalan-itu, untuk bertanya persoalan-itu, dan untuk menjawab suatu pertanyaan persoalan-itu.
Jika seandainya saya melampaui aturan-aturan bahasa-saya dan mengatakan sesuatu entah-bagaimana caranya, apa yang saya katakan akan menjadi tidak-bermakna dan tidak-bisa-dimengerti. Sebagai contoh adalah ucapan-ucapan / ungkapan-ungkapan dalam filsafat-metafisika tradisional.
Konsekuensi selanjutnya, persoalan-persoalan filsafat diselesaikan atau lebih tepat dileburkan dengan melihat kepada kerja-kerja dalam bahasa-kita dan dengan suatu cara sehingga membuat kita mengenali kerja-kerjanya : ....Persoalan-persoalan filsafat diselesaikan, tidak dengan pemberian informasi-baru, tetapi melalui penyusunan apa-yang-selalu-sudah-kita-ketahui. (Wittgenstein 1953,109)
Dan 'apa-yang-selalu-sudah-kita-ketahui' adalah aturan-aturan dari bahasa-kita. " Kerja seorang filsuf ", ia berkata, " terdiri dari perakitan pengingat-pengingat untuk tujuan tertentu " (Wittgenstein 1953,127)
Pengingat-pengingat ini mengambil bentuk salinan dari bagaimana bagian-bagian bahasa biasa dipakai dalam permainan-bahasa, keluar dari apa yang oleh para filsuf telah diupayakan untuk dilangkahi.
Tujuan mereka adalah untuk membujuk para filsuf menjauh dari kesalahan-penggunaan bahasa yang penting untuk mengejar / menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat tradisional.
Sehingga, filsafat-yang-sesungguhnya menjadi suatu jenis terapi-bantuan pada penyembuhan sebuah penyakit bahasa yang melumpuhkan kemampuan seseorang agar terikat penuh kepada bentuk-kehidupan dalam komunitas-bahasa-nya.
Hakekat filsafat-yang-sesunguhnya, Wittgenstein berkata, " adalah suatu pertempuran melawan pengaruh-sihir terhadap kecerdasan kita melalui alat bahasa " (Wittgenstein 1953,109)
Senjata para filsuf-sejati dalam pertempuran ini adalah " untuk membawa kata-kata dari pemakaian metafisis kembali kepada pemakaian-biasa keseharian " (Wittgenstein,1953,116), sehingga " hasil-hasil dari filsafat merupakan pengungkapan terhadap suatu bagian dari bidang yang tidak-bisa-dimengerti dan pengungkapan mengenai pukulan-keras bahwa pemahaman telah diperoleh dengan pikiran yang terarah melawan batas-batas bahasa. " (Wittgenstein,1953,119)
Meski Wittgenstein telah mengembangkan pandangan-pandangan baru ini jauh lebih awal (terutama dalam tahun 1920-an dan 1930-an), pandangan-pandangan itu tidak dipublikasikan secara resmi hingga tahun 1953, dalam karyanya Philosophical Investigations yang terbit setelah kematiannya. Sebelumnya, pandangan-pandangan baru Wittgenstein telah menyebar luas dari mulut ke mulut diantara para muridnya dan orang-orang yang tertarik.
Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH4a
Pemahaman Pribadi
No comments:
Post a Comment