Terima kasih untuk G.E. Moore, analisis bahasa-biasa telah mendapat tempatnya sejak awal dalam gerakan-analitik.
Namun karena superioritas yang dipersepsikan kepada analisis bahasa-ideal, analisis bahasa-biasa jatuh nyaris benar-benar keluar dari tinjauan selama beberapa dekade.
Pada tahun 1930 an, analisis bahasa-biasa mulai kembali bangkit, terima kasih disampaikan terutama kepada Wittgenstein ----yang pandangan-pandanganya mengalami perubahan-radikal sepanjang tahun 1920 an---- tetapi juga kepada sejumlah filsuf berbakat lainnya termasuk John Wisdom, John Austin ( jangan dirancukan dengan John Austin abad 19 yang menemukan positivisme-legal ), Gilbert Ryle, Peter Straeson, dan Paul Grice.
Disamping perbedaan-perbedaan alasan mereka untuk mengadopsi pendekatan bahasa-biasa, begitu juga cara masing-masing menggunakan / memperlakukan-nya, persamaan sosok-sosok ini yang memusatkan perhatian pada bahasa-biasa adalah nilai-substansial pemersatu untuk melawan dominasi pendekatan bahasa-ideal sebelumnya.
Filsafat bahasa-biasa menjadi dominan dalam filsafat-analitik hanya setelah perang dunia ke dua ----sehingga era bagi bahasa-biasa yang diberikan dalam Pengantar adalah 1945-1965. Memang, dengan pengecualian terhadap beberapa artikel karya Ryle, teks yang paling penting dari para pendukung analisis bahasa-biasa dipublikasikan pada tahun 1949 dan setelahnya ----dalam beberapa kasus tidak begitu lama kemudian, ketika pendekatan bahasa pada filsafat dalam semua bentuknya sudah keluar.
Filsafat bahasa-biasa seringkali disebut filsafat-Oxford. Hal ini karena Ryle, Austin, Strawson, dan Grice semuanya merupakan pria-pria Oxford.
Mereka representasi yang paling penting dari para pendukung bahasa-biasa setelah Wittgenstein ( yang berada di Cambridge ). Setelah Wittgenstein meninggal dunia pada masa-masa awal era bahasa-biasa, mereka terus mempromosikannya hingga mencapai kejayaaan.
Disamping, koneksi yang kuat dengan Oxford, Wittgenstein biasa diterima sebagai filsuf bahasa-biasa yang paling penting. Karena alasan ini, kita akan memusatkan perhatian hanya kepada pandangan-pandangan terakhirnya dalam memberikan contoh yang lebih detail mengenai filsafat bahasa-biasa.
Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH4a
Pemahaman Pribadi
Namun karena superioritas yang dipersepsikan kepada analisis bahasa-ideal, analisis bahasa-biasa jatuh nyaris benar-benar keluar dari tinjauan selama beberapa dekade.
Pada tahun 1930 an, analisis bahasa-biasa mulai kembali bangkit, terima kasih disampaikan terutama kepada Wittgenstein ----yang pandangan-pandanganya mengalami perubahan-radikal sepanjang tahun 1920 an---- tetapi juga kepada sejumlah filsuf berbakat lainnya termasuk John Wisdom, John Austin ( jangan dirancukan dengan John Austin abad 19 yang menemukan positivisme-legal ), Gilbert Ryle, Peter Straeson, dan Paul Grice.
Disamping perbedaan-perbedaan alasan mereka untuk mengadopsi pendekatan bahasa-biasa, begitu juga cara masing-masing menggunakan / memperlakukan-nya, persamaan sosok-sosok ini yang memusatkan perhatian pada bahasa-biasa adalah nilai-substansial pemersatu untuk melawan dominasi pendekatan bahasa-ideal sebelumnya.
Filsafat bahasa-biasa menjadi dominan dalam filsafat-analitik hanya setelah perang dunia ke dua ----sehingga era bagi bahasa-biasa yang diberikan dalam Pengantar adalah 1945-1965. Memang, dengan pengecualian terhadap beberapa artikel karya Ryle, teks yang paling penting dari para pendukung analisis bahasa-biasa dipublikasikan pada tahun 1949 dan setelahnya ----dalam beberapa kasus tidak begitu lama kemudian, ketika pendekatan bahasa pada filsafat dalam semua bentuknya sudah keluar.
Filsafat bahasa-biasa seringkali disebut filsafat-Oxford. Hal ini karena Ryle, Austin, Strawson, dan Grice semuanya merupakan pria-pria Oxford.
Mereka representasi yang paling penting dari para pendukung bahasa-biasa setelah Wittgenstein ( yang berada di Cambridge ). Setelah Wittgenstein meninggal dunia pada masa-masa awal era bahasa-biasa, mereka terus mempromosikannya hingga mencapai kejayaaan.
Disamping, koneksi yang kuat dengan Oxford, Wittgenstein biasa diterima sebagai filsuf bahasa-biasa yang paling penting. Karena alasan ini, kita akan memusatkan perhatian hanya kepada pandangan-pandangan terakhirnya dalam memberikan contoh yang lebih detail mengenai filsafat bahasa-biasa.
Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH4a
Pemahaman Pribadi
No comments:
Post a Comment