Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Sunday, September 1, 2019

Eksistensialisme 4 : Pengaruh Eksistensialisme

a. Seni dan Psikologi

Dalam bidang seni-visual eksistensialisme telah memberi banyak pengaruh, yang paling jelas adalah pada gerakan ekspresionisme.

Ekspresionisme dimulai di Jerman pada awal abad ke-20. Dengan penekanan pada pengalaman-subjektif, kecemasan dan intensitas-emosional. Ekspresionisme Jerman mengejar untuk melampaui representasi-realis-yang-naif dan untuk berurusan dengan kecemasan manusia modern (dicontohkan dengan pengalaman-pengalaman mengerikan Perang-Dunia-Pertama).

Banyak dari para seniman-ekspresionisme membaca Nietzsche dengan intensif dan mengikuti pendapat-pendapat Nietzsche tentang evaluasi menggunakan prinsip-prinsip yang berbeda (transvaluasi) terhadap nilai-nilai yang diuji melalui alternatif gaya-hidup (cara menjalani hidup). Karya ukir dari Erich Heckel berjudul Friedrich Nietzsche dari tahun 1905 adalah sebuah pengingat-kuat terhadap gerakan-gerakan yang berkaitan dengan pemikiran para eksistensialis.

Ekspresionisme-abstrak (yang termasuk didalamnya seniman seperti de Kooning dan Pollock dan teoritis seperti Rosenberg) melanjutkan dengan sejumlah tema-tema yang sama di Amerika Serikat dari tahun 1940-an dan cenderung untuk mengangkat eksistensialisme sebagai salah satu panduan-intelektual, khususnya setelah kuliah-keliling dari Sartre pada tahun 1946 dan sebuah produksi karya-nya 'No Exit' di New York.

Ekspresionisme Jerman secara khusus penting selama kelahiran seni-baru dalam perfilman.

Mungkin karya film yang paling dekat dengan perhatian para eksistensialis peninggalan dari F.W Murnau dengan judul 'The Last Laugh' ( 1924 ) didalamnya gerakan kamera yang terus-menerus (yang membentuk figur-awal pedoman pemakaian camera-tangan pada film 'The Danish', dari gerakan pembuatan film Dogma 95) berupaya untuk menahan kecemasan spiritual seorang lelaki yang tiba-tiba menemukan dirinya dalam sebuah dunia tanpa-makna.

Ekspresionisme menyebar menjadi sebuah gaya yang mendunia dalam dunia-perfilman, khususnya pada sutradara-film seperti Lang yang meninggalkan Jerman dan menuju Hollywood. Karya Jean Genet, 'Un chant d Amour' (1950) sebuah eksplorasi gerak-puitis terhadap nafsu/hasrat. Dalam sel-tahanan yang kotor dengan ketakutan-irrasional-ekstrim hasrat narapidana untuk berhubungan-intim terjadi melawan latar-belakang keputus-asaan yang tak-terelakan bagi eksistensi itu sendiri.

Sutradara Eropa seperti Bergman Godard seringkali diasosiasikan dengan tema-tema eksistensialis. Karya Godard berjudul 'Vivre sa vie' (My Life to Live, Kehidupanku untuk Diihayati, 1962) menyatakan secara eksplisit eksplorasi terhadap sifat-alami kebebasan di bawah kondisi-kondisi ekstrim sosial dan tekanan personal.

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 gagasan-gagasan para eksistensialis menjadi umum dalam arus-utama perfilman, meresap dalam karya-karya para penulis dan sutradara seperti Woody Allen, Richard Linklater, Charlie Kaufman dan Christopher Nolan.

Adanya fakta bahwa Sartre dan Camus keduanya seorang novelis dan penulis naskah yang terkenal, membuat pengaruh eksistensialisme terhadap kesusastraan tidaklah mengejutkan.

Meski demikian, pengaruh juga terjadi melalui jalur lain. Novelis seperti Dostoevsky atau Kafka dan penulis-drama Ibsen seringkali dikutip oleh para eksistensialis abad pertengahan sebagai pelopor yang penting, setara dengan Kierkegaard dan Nietzsche.

Dostoevsky menciptakan sebuah karakter Ivan Karamazov (dalam karya The Brothers Karamazov 1880) yang memegang pandangan bahwa jika Tuhan mati, maka segalanya diperbolehkan/diijinkan, baik Nietzsche dan Sartre membahas Dostoevsky dengan antusias.

Di dalam drama, pertunjukan-teater tentang hal-yang-absurd dan yang paling jelas pada Beckett telah dipengaruhi oleh gagasan-gagasan para eksistensialis, kemudian para penulis-naskah seperti Albee, Pinter dan Stoppard meneruskan tradisi ini.

Salah satu sosok-kunci psikologi abad ke-20, Sigmund Freud sangat berhutang pada Nietzsche khususnya pada analisisnya terhadap peran psikologi dalam kebudayaan dan sejarah dan untuk pandangan-nya terhadap artefak-kebudayaan seperti drama atau musik sebagai dokumentasi 'ketidak-sadaran' dari tegangan-tegangan psikologis.

Tetapi suatu pengangkatan tema-tema eksistensialis yang lebih-eksplisit ditemukan dalam gerakan 'psikoterapi-eksistensialis' yang luas.

Sebuah tema umum dalam gerakan ini, sebaliknya adalah kelompok yang sangat beragam memandang bahwa psikologi-sebelumnya keliru memahami terhadap sifat-dasar manusia dan khususnya hubungannya dengan manusia-lain dan terhadap tindakan-tindakan pemberian-makna kehidupan, oleh karenanya juga psikologi-sebelumnya telah keliru memahami suatu perilaku 'sehat' kepada diri, manusia-lain dan kemungkinan pemberian makna.

Sosok kunci disini termasuk psikolog Swiss, Ludwig Binswanger dan kemudian Menard Boss, keduanya merupakan pembaca antusias dari Heidegger, Frankl orang Austria, yang menemukan metode terapi-logo, di Inggris Laing dan Cooper yang secara eksplisit dipengaruhi oleh Sartre dan di Amerika Serikat, Rollo May yang menekankan pentingnya kecemasan yang permanen.

b. Filsafat

Secara keseluruhan, eksistensialisme memberi pengaruh-langsung yang relatif-sedikit dalam filsafat.

Di Jerman, eksistensialisme (dan khususnya Heidegger) telah dikritik karena sifat terlalu kabur, abstrak atau bahkan mistis. Kritik tersebut secara khusus dilakukan oleh Adorno dalam The Jargon of Authenticity, dan dalam Dog Years, novelis Gunter Grass memberi kritik sebuah kemiripan dengan Voltair, suatu satire kasar terhadap Heidegger.

Kritik banyak digemakan dalam tradisi analitik. Heidegger dan para eksistensialis juga dituntut karena kurang memberikan perhatian terhadap struktur-sosial-dan-politik atau nilai yang disertai hasil-hasil yang membahayakan.

Di Perancis, filsuf seperti Sartre dikritisi oleh mereka yang baru dibawah pengaruh strukturalisme karena tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap sifat-dasar bahasa dan struktur-struktur impersonal dari makna.

Singkatnya, filsafat terus bergerak dan dalam arah yang berbeda. Para filsuf individual masih berpengaruh, meskipun demikian : Nietzsche dan Heidegger secara khusus adalah topik-topik yang sangat hidup didalam filsafat bahkan dalam abad ke-21.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah pengaruh-tidak-langsung yang masih penting. Mari kita angkat tiga contoh.

Kedua persoalan tentang kebebasan berhubungan dengan situasi dan nilai penting secara filosofis terhadap apa yang sebaliknya mungkin-muncul menjadi faktor-faktor-kontekstual-eksternal, tetap menjadi kunci meskipun dalam perubahan-rumusan yang dramatis dalam karya Michael Foucault atau Alain Badiou dua sosok sentral pemikiran Eropa hingga akhir abad ke-20.

Demikian juga, pentingnya secara filosofis bahwa para eksistensialis telah meletakan emosi menjadi berpengaruh melegitimasi wilayah-secara-keseluruhan terhadap penyelidikan filosofis bahkan oleh para filsuf yang tidak tertarik pada eksistensialisme.

Begitu juga, eksistensialisme adalah suatu filsafat yang menegaskan filsafat dapat dan seharusnya berkaitan dengan 'dunia-nyata' secara langsung, topik-topik seperti sex, kematian atau kejahatan, adalah topik-topik yang paling sering didekati secara abstrak dalam tradisi-filosofis.

Mary Warnock menulis tentang eksistensialisme dan khususnya Sartre sebagai contoh, sementara juga memiliki peran publik yang sangat penting dan dalam etika terapan baru-baru ini.


Sumber :
https://www.iep.utm.edu/existent/#SH2f
Pemahaman Pribadi


No comments:

Post a Comment