Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Saturday, September 14, 2019

Objektivitas 3 : Persoalan Epistemologis ( 3 )


e. Pembelaan Pengetahuan Objektif

Melawan pandangan skeptisisme terhadap realitas-objektif, dapat dikonsepsikan bahwa terdapat 'penanda-penanda' suatu kategori pada pengalaman-pengalaman-subjektif kita yang membedakan antara persepsi-persepsi yang dapat-diyakini sebagai kebenaran-objektif dengan ilusi-ilusi yang dibangkitkan secara murni-subjektif (misal halusinasi, salah-persepsi, atau persepsi-persepsi terhadap kualitas-sekunder).

Sebagai contoh, Descartes menulis-tentang 'kesan-kesan yang jelas-dan-terpilah' sebagai kesan-kesan yang memiliki satu 'tanda-inheren' seperti ada-nya, sebuah penguji terhadap keyakinan-akan-kebenaran (reliabilitas) yang dimiliki oleh kesan-kesan tersebut sebagai petunjuk (indikator) mengenai bagaimana sesuatu ada secara objektif. Namun sejak Descartes menyatakan kepastian pengetahuan diperoleh dari ide/gagasan yang jelas-dan-terpilah, gagasan ini tidak banyak yang membela sekarang ini.

Yang paling bisa diterima oleh para filsuf hari ini adalah pernyataan yang lebih umum mengenai suatu keyakinan-akan-kebenaran dengan kemungkinan-yang-tinggi pada kesan-kesan-subjektif dihubungkan dengan suatu 'tanda-tanda' tertentu.

'Tanda-tanda' pada kesan-kesan yang dapat di-yakini-kebenaran-nya secara objektif bukanlah 'jelas-dan-terpilah' dalam pengertian Descartes, tetapi 'tanda-tanda' yang mempunyai hubungan dengan pengertian umum gagasan-gagasan yang masuk-akal terkait dengan kondisi-kondisi lingkungan perseptual yang optimal.

Oleh karenanya, para pembela pengetahuan-objektif disarankan lebih baik mencari 'tanda-tanda' yang dapat diakses secara subjektif, yang menunjukan suatu kemungkinan-kebenaran yang tinggi.

Seorang pembela ada-nya peluang (prospek) memperoleh pengetahuan-objektif tampaknya juga menghendaki untuk memberi nilai-penting kepada kesepakatan-antar-subjek.

Penegasan-penegasan terhadap kesepakatan-antar-subjek tentu didasarkan pada kesan-kesan-subjektif seseorang dan subjek-lain yang sepakat dengan penilaian-penilaian yang dimiliki oleh-nya.

Sehingga, kesepakatan-antar-subjek hanyalah satu jenis 'tanda', seseorang dapat menggunakan-nya untuk melakukan identifikasi kepada kesan-kesan yang lebih dapat di-yakini-kebenaran-nya.

Ini adalah penalaran-umum yang sederhana. Kita jauh lebih-yakin terhadap penilaian-penilaian kita (seharusnya) ketika kesan-kesan yang dipersepsi oleh kita juga dimiliki secara virtual oleh siapapun yang dengan-nya kita membahas kesan-kesan itu daripada ketika subjek-lain tidak sepakat. Kesesuaian menunjukan suatu 'tanda' kemampuan perseptual yang normal dan suatu pikiran yang masuk-akal.

Meskipun demikian, sebuah pusat anggapan dibalik pola umum penalaran ini, adalah sesungguhnya terdapat banyak subjek-lain yang juga mem-persepsi objek yang sama dan kita semua, setidaknya kadang-kala, mampu untuk mengetahui realitas-objektif.

Anggapan lain memandang bahwa realitas-objektif adalah konsisten secara logis. Menganggap realitas adalah konsisten, selanjutnya berarti penilaian-penilaian anda dan saya yang tidak-sesuai secara logis mengenai suatu hal/benda keduanya tidak-dapat menjadi benar. Ketidak-sepakatan-antar-subjek menunjukan kesalahan setidaknya salah satu diantara kita.

Seseorang juga dapat mengajukan pendapat bahwa kesepakatan-antar-subjek hanya menunjukan kemungkinan-kebenaran (probabilitas-kebenaran dan bukan kebenaran itu sendiri), karena pemahaman kesepakatan tidak seperti saya dan anda yang sama-sama salah dalam penilaian kita terhadap sebuah objek dan salah melalui cara yang sama persis. Namun sebaliknya, jika kita berdua salah berkenaan dengan suatu objek, hal tersebut seperti masing-masing melakukan penilaian-penilaian-salah yang berbeda, karena terdapat cara yang tak terhitung bagi kita untuk membuat suatu kesalahan penilaian terhadap sebuah objek


f. Tidak adakah jalan lepas dari Subjektivitas ?

Disamping cara-cara masuk-akal dalam berdebat bahwa ketidak-kesepakatan-antar-subjek menunjukan kesalahan dan kesepakatan-antar-subjek menunjukan kemungkinan-kebenaran (probabilitas-kebenaran), para pembela pengetahuan-objektif semuanya menghadapi ketakutan-filosofis yang menantang untuk menyediakan argumen kuat yang menunjukan bahwa apapun yang diduga sebagai satu 'tanda' keyakinan-akan-kebenaran (termasuk kesepakatan-antar-subjek) benar-benar memberi suatu kemungkinan-yang-tinggi terhadap kebenaran secara aktual.

Tugas tersebut tampak mensyaratkan pra-anggapan suatu metode untuk menentukan kebenaran-objektif melalui proses penentuan satu-kategori-tertentu pada kesan-kesan-subjektif sebagai petunjuk yang dapat-diyakini kebenaran-nya.

Begitulah, kita memerlukan suatu cara independen (non-subjektif) dalam menentukan kesan-kesan-subjektif mana yang menjadi dasar pengetahuan realitas-objektif sebelum kita menemukan 'penanda-penanda' pada kesan-kesan-subjektif yang di-yakini-kebenaran-nya yang dapat di akses secara subjektif.

Metode-independen semacam apakah yang bisa diperoleh, karena setiap metode pengetahuan, penilaian atau bahkan pemikiran tampak cukup jelas berlangsung di dalam dunia kesan-kesan-subjektif ?

Sepertinya seseorang tidak dapat keluar dari kesan-kesan-subjektif yang dimiliki-nya untuk menguji tingkat-keyakinan-akan-kebenaran pada kesan-kesan-subjektif.

Peluang (prospek) untuk memperoleh pengetahuan terhadap dunia-objektif dihambat oleh keterbatasan esensial kita di dalam kesan-kesan subjektif itu sendiri.



Sumber:
https://www.iep.utm.edu/objectiv/#SH2e
Pemahaman Pribadi


No comments:

Post a Comment