Sangatlah mengejutkan, abad ke-18 adalah waktu yang damai dan tenang, tetapi ini berubah menjadi jeda sebelum kemudian badai datang, karena keluar dari klasikisme yang tertata-rapi, berkembanglah romantisisme yang liar di dalam seni dan sastra, dan bahkan dalam revolusi-politik.
Konsep-estetika yang menjadi lebih dihargai dalam periode ini dikaitkan dengan hal-yang-sublim.
Hal-yang-sublim dapat dipahami keluar dari batasan-batasan, nyaris tidak-masuk-akal. Menurut Kant, hal-yang-sublim adalah suatu pertimbangan yang mengacu pada dirinya-sendiri. Artinya, subjek tidak memiliki kriteria untuk membandingkan-nya dengan yang lain namun hal-yang-sublim juga mempunyai nilai-universal.
Hal-yang-sublim harus selalu besar dan bersifat kolosal, tidak mengenal batas dan mengundang imajinasi atau melampaui-rasio.
Berhadapan dengan hal-yang-sublim, orang mengalami rasa kagum-dan-gentar. Rasa puas yang ditimbulkan-nya berbeda dengan keindahan, karena keindahan menimbulkan rasa-puas yang ceria-dan-ringan sedangkan hal-yang-sublim menimbulkan rasa-puas yang berat, dalam-dan-serius.
Hal-yang-sublim oleh Edmund Burke diteorikan dalam karyanya A Philosophical Enquiry into the Origin of Our Ideas of the Sublime and Beautiful (Suatu Penyelidikan Filosofis terhadap Asal-Muasal Gagasan-Kita tentang Yang-Sublim dan Keindahan).
Menurut Burke, hal-yang-sublim lebih banyak berhubungan dengan rasa-sakit/kepedihan daripada kesenangan-murni, karena terlibatnya ancaman terhadap eksistensi-diri, seperti di lautan bebas yang buas dengan ombak tinggi, dan jalan-setapak di tengah padang-ilalang atau hutan semak yang sepi, dengan manusia berhati iblis dan nafsu yang dramatis, yang dipotret oleh para-seniman dan para-penulis. Tetapi di dalam situasi seperti itu, tentu saja, ini masih merupakan suatu "ketakutan-yang-menyenangkan (Delightful-Horror)" seperti yang dinilai Burke, karena seseorang terisolasi oleh fiksi dari karya yang menanyakan tentang bahaya-yang-sesungguhnya.
Sublim-dan-keindahan hanyalah dua di antara banyak istilah yang dapat digunakan untuk menggambarkan pengalaman-pengalaman-estetika kita.
Untuk memulai menyebut yang lain, jelas ada juga kekonyolan-dan-kejelekan. Namun untuk mengenali kualitas yang lebih-baik lagi, tidak akan mengalami kesulitan untuk menemukan sesuatu-yang-mungkin baik-atau-cantik daripada mengerikan-atau-menyeramkan dan indah-atau-hebat daripada kotor-atau-busuk.
Frank Sibley menulis serangkaian artikel penting, dimulai pada tahun 1959, mempertahankan pandangan tentang konsep-konsep-estetika sebagai sebuah-keseluruhan. Dia mengatakan bahwa hal-hal-estetis tidak-diatur atau tidak-dalam-kondisi-yang-diatur, namun memerlukan bentuk-persepsi-yang-tinggi, yang bisa disebut selera, kepekaan, atau penilaian. Meskipun demikian analisis-lengkap-nya, mengandung aspek-lain, karena ia tidak hanya memperhatikan semacam-konsep yang telah disebutkan di atas, tapi juga dengan suatu-kelompok-lain yang memiliki suatu karakter-yang-agak-berbeda.
Cukup sering, bagi seseorang menggambarkan karya-seni, dengan menggunakan istilah yang berhubungan terutama dengan kehidupan-emosional dan kehidupan-mental manusia. Seseorang bisa menyebut sebuah karya itu gembira, melankolis, tenteram, cerdas, vulgar dan rendah-hati misalnya. Semua itu jelas terbukti bukanlah istilah estetika-murni, karena penggunaan-nya yang lebih-jauh (berlebihan), namun tetap relevan dengan banyak pengalaman-estetika.
Pendapat Sibley tentang konsep-estetika adalah disana tidak-ada-persyaratan yang memadai untuk penerapan-nya.
Pada banyak konsep, yang sering disebut konsep-tertutup, untuk mendapatkan hasil-penilaian adalah memerlukan syarat-yang-cukup-dan-memadai untuk penerapan-nya. Untuk menyebut seorang bujangan, misalnya, perlu syarat laki-laki dan belum-menikah, meski sudah memasuki usia-kawin dan ketiga-syarat ini cukup memadai untuk menerapkan konsep-bujangan kepada seseorang bahwa dia termasuk di dalam pengertian konsep-bujangan dan dapat disebut sebagai seorang bujangan.
Meskipun demikian, untuk konsep-lain yang disebut konsep-terbuka, tidak-ada-definisi semacam itu yang diberikan, meskipun demikian bagi konsep-estetika, Sibley menunjukan masih-terdapat beberapa syarat-yang-diperlukan, karena ada beberapa fakta dapat mengesampingkan penerapan-nya, misalnya norak, mencolok atau flamboyan (sifat yang cenderung menarik perhatian karena sikap percaya diri dan gaya berlebihan).
Oleh karena itu timbul pertanyaan :
Bagaimana kita melakukan penilaian-estetika jika tidak dengan memeriksa syarat-syarat yang memadai ?
Penjelasan Sibley adalah bahwa, ketika konsep-konsep itu bukanlah persepsi-murni sepenuhnya, hampir pasti itu hanyalah metafora. Dengan demikian, kita menyebut sebuah karya-seni sebagai dinamis-atau-sedih, seperti sebelum-sebelumnya, adalah dengan membandingan perilaku-manusia dengan kualitas -kulaitas tersebut.
Ahli teori lain, seperti Rudolph Arnheim dan Roger Scruton, memiliki pandangan serupa. Sesungguhnya Scruton, membedakan delapan jenis-konsep-estetika dan kita akan melihat beberapa dari yang lain di bawah ini.
Sumber :
http://www.iep.utm.edu/aestheti/#H2
Pemahaman Pribadi
No comments:
Post a Comment