Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Thursday, March 29, 2018

Filsafat Politik-Metodologi 3 : Ajaran Pemikiran Politik > Liberalisme


Setelah menyoroti beberapa-ekstrem yang mencirikan filsafat-politik dengan memperhatikan metode dan terminologi, ajaran-pemikiran-utama kemudian dapat diperkenalkan. Apa yang akan diperhatikan/dicatat tidak-hanya kemana arah-kecenderungan spektrum-metodologi-ajaran-pemikiran itu akan berakhir, tetapi juga implikasi-implikasinya berhubungan dengan etika.

Juga, aspek lain perlu untuk dijelaskan yaitu apakah ajaran-pemikiran menekankan keunggulan akal-budi dalam urusan-urusan-sosial, atau apakah ajaran-pemikiran itu kurang-memperhatikan atau mengabaikan peran akal-budi dalam urusan-politik, dan lebih tertarik pada kecenderungan dorongan-sejarah, warisan-sejarah, emosional atau kesukuan ?

Istilah liberalisme mengantar kepada dua-posisi berbeda dalam filsafat-politik. yang pertama, teori-pro-individualis tentang masyarakat dan pemerintahan, sedang yang kedua merupakan teori-pro-statis atau yang lebih-baik disebut sebagai konsep sosial-demokratik. Para siswa yang mempelajari filsafat-politik harus menyadari/memahami dua-ajaran-pemikiran yang berada di bawah bendera-yang-sama untuk menghindari kerancuan-filosofis. Hal yang dapat diatasi dengan melakukan penjelasan-istilah tersebut.

Peralihan-besar (great-dwitch), seperti yang dicatat oleh sejarawan-budaya Jacques Barzun, terjadi pada akhir abad ke-19, sebuah-peralihan hasil dari perubahan dasar-dasar-politik menuju kepada kebijakan-kebijakan-sosialis atau sosial-demokratik di bawah bendera partai-partai-liberal dan politik-liberal.

Secara etimologi, teori-pro-individualis adalah yang menyuarakan deskripsi liberalisme karena liberalisme berasal dari kata 'liberty' yang berarti kebebasan/kemerdekaan, dan lebih dipahami dalam makna kebebasan/kemerdekaan dan toleransi daripada gagasan tentang keadilan dan gagasan-gagasan-intervensi yang kemudian menumpanginya pada abad ke-20.

Namun, konotasi pro-statis mencakup begitu-banyak pemikiran-modern sehingga sulit untuk memisahkan gagasannya dari makna-asli-sebelumnya dengan tanpa melakukan klasifikasi-ulang terhadap gagasan-yang-satu atau yang-lainnya.

Pro-individualis sering disebut sebagai liberalisme-klasik, memisah dari pro-statis yang tidak-berubah atau disesuaikan dengan istilah liberalisme-sosial-demokratik --sebuah kata-kompleks yang susah untuk diucapkan-- liberalisme-modern merupakan istilah-lain yang lebih-mudah untuk dipegang dan seharusnya digunakan kecuali penekanannya terletak pada kecenderungan-sosialis seperti yang dijumpai pada kaum-liberal-modern.

Istilah yang paling-luas dan sekarang diterima populer adalah liberal-modern menerima hak-hak yang dimiliki seseorang dan hak-hak yang melekat padanya karena suatu kondisi seperti hak mendapat layanan-kesehatan dan pendidikan.

Namun secara filosofis, kedua-pendirian tersebut tidak-begitu-kokoh, karena menghasilkan banyak inkonsistensi dan kontradiksi yang potensial dan berulang, yang hanya dapat diselesaikan dengan memperluas definisi-kebebasan dengan memasukan kebebasan untuk mencapai-kesuksesan-hidup atau kebebasan terhadap akses-mendapatkan-sumber-daya daripada sekedar kebebasan untuk berusaha.

Hal itu terkadang menimbulkan masalah-sulit dan mungkin tidak-dapat-diatasi bagi mereka yang berusaha menggabungkan doktrin-klasik dan modern. Meskipun demikian, proyek liberal-modern secara aktif dikejar oleh para pemikir-modern seperti J.S. Mill, John Rawls, Will Kymlicka, Ronald Dworkin dan lainnya. Bagi para penulis ini, penekanan-historis pada toleransi, pluralitas dan keadilan menggarisbawahi karya-karya mereka.

Mereka berbeda dalam interpretasi tentang toleransi, peran-publik dan privat, dan kebutuhan untuk menciptakan atau tidak-menciptakan kesempatan. Namun, beberapa kaum-liberal-modern mencoba melepaskan-diri dari liberalisme-klasik misalnya Kymlicka, dan karena itu menjadi lebih seperti kaum-sosial-demokrat, yaitu cenderung berpandangan sosialis-berperikemanusiaan yang menegaskan keunggulan-minoritas dan bahkan individu untuk ikut serta secara-bebas dalam proses-demokrasi dan dialog-politik atau yang nenekankan pada tuntutan-kesetaraan, mendukung sebuah negara yang aktif dan intervensionis, sebuah gagasan yang justru ditolak oleh kaum-liberal-klasik.

Dworkin, misalnya berpendapat bahwa keadilan adalah motif-esensial dari liberalisme dan bahwa tugas/kewajiban-negara adalah memastikan kesempatan-adil-dan-fair bagi semua-orang untuk bersaing-dan-berkembang dalam sebuah masyarakat-sipil. Hal yang mungkin memerlukan intervensi-aktif-negara dalam beberapa wilayah, wilayah-wilayah yang ditolak oleh kaum-liberal-klasik karena tidak-dapat-diterima dalam sebuah ekonomi-bebas.

Pendirian Dworkin memancar dari argumen-etik-Aristoteles bahwa, untuk mengejar kehidupan-yang-baik seseorang membutuhkan standar-kehidupan tertentu. Kemiskinan tidak-kondusif untuk mengejar kehidupan-kontemplatif, oleh karena itu banyak kaum-liberal-modern tertarik kepada kebijakan-kebijakan-redistributif atau kesejahteraan. Seperti keadilan-dalam-kesempatan untuk menciptakan kesempatan-yang-sama mendasari liberalisme dari John Stuart Mill.

Meskipun demikian, penekanan kaum-liberal-modern terhadap kesetaraan dikritik oleh kaum-liberal-klasik yang berpendapat bahwa orang tidak-terlahir-setara dan tidak-dapat-dibuat-sama. Bakat-dan-motivasi didistribusikan-alami secara tidak-adil ke seluruh populasi, yang berarti upaya mereduksi laki-laki dan perempuan kedalam status-yang-sama membawa implikasi reduksi kemampuan atau kebebasan dari orang-yang-lebih-berbakat untuk bertindak-dan-berjuang demi kemajuan mereka. Serupa dengan itu, kritik kaum-liberal-modern terhadap warisan-kekayaan, dihukum/dinilai berada-di-tempat yang salah --meskipun kebijakan itu menghubungkan-dengan-baik kepada keinginan untuk memastikan dimulainya permulaan-yang-sama bagi semua-orang-- karena tidak semua pemberian orang tua kepada anak-anak mereka bernilai-uang. Bahkan beberapa orang berpendapat --dengan mengikuti self-help filosofi dari Andrew Carnegie-- bahwa warisan-yang-bernilai-uang bisa menjadi kontra-produktif dan mendorong kebiasaan-ketergantungan.

Liberal-modern dan klasik keduanya dapat mengacu pada teori-kontrak-sosial untuk mengambil putusan penekanan mereka pada realitas-kebebasan-individu atau pembinaan/pemeliharaan kondisi-kondisi-kebebasan yang secara umum dianggap perlu oleh manusia untuk berkembang. Pada awalnya liberal-klasik mendapatkan teori-kontrak-sosial mereka dari model Thomas Hobbes dalam karyanya Leviathan, di mana individu-individu dalam keadaan-alamiah akan berkumpul untuk membentuk sebuah masyarakat.

Kedua variasi-liberal tersebut tidak-pernah-percaya terjadi kontrak semacam itu, namun menggunakan model-ini untuk menilai status/keadaan masyarakat saat ini sesuai dengan kriteria yang mereka yakini yang harus mengikut-sertakan kontrak-sosial. Hobbes bersandar pada versi-kontrak yang lebih otoritarian di mana individu melepaskan semua-hak-politik kecuali hak-pelestarian-diri yang dia anggap sebagai hak-alami dan tidak-dapat-dicabut/dilepaskan kepada badan/lembaga-politik-yang-sangat-berkuasa yang tugas-utamanya adalah menjamin-perdamaian. John Locke cenderung bersandar kepada sebuah pemerintahan-dengan-kekuasaan-yang-lebih-terbatas. Rousseau mencari visi kontrak-sosial yang benar-benar-demokratis dan baru-baru ini Rawls memberi perhatian kepada hak-hak apa saja yang diberi komite-kontrak-sosial pada dirinya jika tidak memiliki pengetahuan dan karenanya saling curiga satu sama lain.

Baik liberal-klasik maupun modern, keduanya sepakat bahwa pemerintah memiliki kewajiban-ketat terhadap ketidak-berpihakan (imparsialitas) dan oleh karena itu memperlakukan masyarakat dengan setara, serta harus netral dalam melakukan evaluasi tentang kehidupan-yang-baik. Netralitas ini dikritik oleh kaum non-liberal yang berpendapat bahwa netralitas-yang-diasumsikan itu sebenarnya merupakan cerminan dari visi-spesifik tentang sifat-kemanusiaan atau kehendak-manusia akan kemajuan, dan walaupun para kritikus tidak-setuju mengenai apa yang mungkin-mengikuti visi-tersebut, pendapat-pendapat mereka mendorong kaum-liberal untuk membenarkan asumsi-dasar, yang mendorong mereka untuk menerima isu-isu seperti : perlakuan-yang-sama oleh-hukum dan oleh-negara, kebebasan-seseorang untuk mengejar-kehidupan-yang-menurutnya-layak, hak-milik-pribadi, dan sebagainya.

Meskipun demikian, liberalisme yang luas menerima dan menekankan bahwa seseorang harus bersikap-toleran terhadap sesama-saudara pria-dan-wanita. Pentingnya toleransi-modern ini besumber dari reaksi-reaksi Renaisans dan Pasca-Reformasi terhadap perpecahan di dalam gereja dan penganiayaan/persekusi yang terjadi setelahnya terhadap heterodoksi. kebebasan dalam keyakinan-agama menjadi meluas ke realitas-aktivitas manusia lain yang tidak berdampak-negatif terhadap orang-lain yang berdekatan, misalnya dalam aktivitas-seksual atau romantis, konsumsi-narkotika, dan pembacaan-pornografi.

Akan tetapi yang lebih-penting secara filosofis adalah doktrin toleransi-liberal memungkinkan penerimaan-kesalahan bahwa dalam mengejar-kehidupan-yang-baik secara etik dan karenanya kehidupan-politik-yang-memadai, orang dapat melakukan kesalahan dan harus diizinkan untuk belajar dan beradaptasi sesuai dengan yang mereka pikir-baik. Atau, secara alternatif orang memiliki-hak untuk memilih hidup dalam kebodohan atau mengejar pengetahuan-yang-terbaik menurut mereka. Hal yang mempunyai kesamaan dengan pandangan politik-konservatif, yang dalam beberapa hal pesimis-dan-skeptis terhadap kemampuan-diri-kita daripada kaum-liberal pada umumnya. Liberal-klasik dan modern bersatu dalam mengekspresikan-skeptisisme terhadap para-ahli yang mengetahui apa yang menjadi kepentingan-terbaik-bagi-orang-lain, dan karena itu kaum-liberal cenderung menolak-campur-tangan apapun dalam kehidupan-seseorang sebagai tidak-dapat-dibenarkan dan dari sudut pandang utilitarian adalah kontra-produktif. Hidup, bagi orang-liberal harus dipimpin-dari-dalam atau berorientasi-pada-diri-sendiri daripada dari-luar atau yang-dipaksakan, namun kaum-liberal-modern menambahkan bahwa individu harus diberi sumber-daya untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalani-kehidupan-yang-baik menurut mereka. Balasan liberal-klasik terhadap pandangan itu adalah Siapa yang akan menyediakan sumber-daya ? Dan pada usia berapa orang harus dianggap tidak-mampu belajar atau berjuang sendiri ?

Disamping perbedaan-perbedaan mengenai kebijakan, kaum-liberal --baik sosial-demokratik maupun klasik-- sebagian besar memegang pandangan-optimis mengenai kemanusiaan. Dalam filsafat-modern, posisi tersebut berasal dari teori-psikologis Locke dalam karyanya An Essay on Human Understanding bahwa seseorang dilahirkan tanpa-gagasan-bawaan dan karenanya lingkungan, asuhan, dan pengalaman membiasakannya : bagi kaum liberal-klasik, ini menyiratkan penolakan menyeluruh terhadap warisan-elitisme dan karenanya penolakan terhadap sifat-hierarki-politik di mana kekuasaan berada ditangan dinasti. Bagi kaum-liberal-modern ini menyiratkan potensi untuk menempa kondisi-yang-sesuai bagi setiap individu untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan yang memadai.

Kaum-liberal memuji institusi-institusi yang menurutnya mendukung-kebebasan-manusia. Liberal-klasik menekankan institusi-institusi yang melindungi dari kebebasan-negatif (hak melawan-serangan dan pencurian) dan liberal-sosial-demokratik mendukung terhadap kebebasan-positif (hak atas standar-kehidupan-tertentu). Jika menurut analisis kritis dan rasional sebuah institusi tidak-menunjukan-perlindungan --gagal memenuhi kewajibannya untuk menegakkan nilai-nilai-liberal tertentu-- maka institusi-itu harus ditata-ulang/re-organisasi demi pemberdayaan umat-manusia.

Pada persimpangan ini, kaum-liberal juga terbagi antara penganut deontologis (Rawls) dan teoretikus utilitarian (Mill). Sebagian besar kaum-liberal-klasik memiliki bentuk-umun utilitarianisme di mana institusi-sosial harus ditata-ulang/re-organisasi sesuai garis untuk mendapat manfaat-dalam-jumlah-terbesar. Ini menarik kritik dari kalangan konservatif dan deontologis. Mengacu pada tujuan-tujuan apa ? Mengacu pada analisis siapa ? terdiri dari masyarakat apa ? dan seterusnya.

Penganut deontologis tidak-dilarang mendukung liberalisme, Immanuel Kant adalah pemikir yang paling berpengaruh dalam hal itu, karena mereka berpendapat bahwa masyarakat-yang-tepat dan oleh karenanya institusi-politik harus menghasilkan peraturan-dan-institusi-institusi-yang-benar-dalam-dirinya-sendiri, terlepas dari tujuan-tertentu yang kita cari misalnya, kebahagiaan.

Kaum-liberal-modern bersandar pada pemerintahan yang lebih intervensionis, dan karena itu mereka lebih menekankan pada kemampuan-negara untuk menghasilkan-lingkungan-politik-yang-tepat bagi kemanusiaan dan dengan demikian menekankan-proyek-reformasi lebih dari kaum-liberal-klasik atau konservatif. Mengambil satu contoh, perdamaian dapat dibawa menuju peperangan-antar-masyarakat atau melawan-penduduk-asli jika mereka hanya mengakui pandangan kredo-liberal yang jelas-dan-rasional yaitu harus melepaskan-diri dari prasangka-picik dan takhayul serta tunduk pada kosmopolitanisme-liberal yaitu toleransi dan kedamaian.

Varian di sini beragam seperti dalam banyak mata-pelajaran terapan : beberapa kaum-liberal mendukung kebutuhan akan jaminan-perdamaian melalui penyediaan-standar-hidup-yang-sehat (dipengaruhi oleh kebijakan-redistribusi yang memadai dari negara-kaya kepada negara-miskin), yang lain mempromosikan-pasar-bebas sebagai kondisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, apa yang disebut moral-lunak dalam perdagangan. Sementara yang lain menekankan perlunya dialog-dan-saling-pengertian melalui program-pendidikan-multi-budaya. Program semacam ini, menurut kaum-liberal-modern, idealnya harus diimplementasikan oleh masyarakat-dunia melalui badan-internasional seperti PBB dan bukan secara sepihak yang dapat menimbulkan keluhan terhadap motif-imperialisme.

Namun, begitu kerangka liberal-klasik atau liberal yang menguntungkan telah tercipta, institusi-negara-dan-politik harus tetap bersikap netral-secara-etik dan tidak-memihak : negara harus memisahkan/menghindarkan dirinya untuk menekan atau memberi-subsidi pada sistem-kepercayaan, ritus-budaya, bentuk perilaku atau konsumsi sejauh tidak mengganggu kehidupan orang lain/masyarakat.

Kaum-liberal mencari bentuk pemerintahan-terbaik yang akan memungkinkan-individu untuk mengejar-kehidupan yang menurutnya sesuai dalam sebuah kerangka-netral, dan adalah kritik terhadap kemungkinan kerangka-netral yang menantang ideal-liberal.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/polphil/#H3
Pemahaman Pribadi



No comments:

Post a Comment