Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Saturday, March 3, 2018

Moralitas Modern Dan Etika Kuno 3 : Perbedaan Utama



a. Kehidupan Yang Baik Dan Tindakan Yang Baik

Stereotip yang paling umum berkaitan dengan Etika-Kuno dan Moralitas-Modern adalah menyangkut permasalahan penting bahwa Etika-Kuno hanya membahas pertanyaan Apa-itu-kehidupan-yang-baik sedangkan teori Moralitas-Modern hanya menangani pertanyaan Apa-yang-seharusnya-dilakukan atau Bagaimana-seharusnya-seseorang-bertindak.

Tentu banyak stereotip menggambarkan sejumlah kebenaran, namun hampir selalu ada banyak ruang untuk pemahaman yang lebih baik mengenai Perbedaan-Dan-Kesamaan dalam permasalahan tertentu.

Menjadi lebih tepat terhadap masalah ini dapat dinyatakan, memang benar bahwa Etika-Kuno menyangkut pertanyaan penting tentang Bagaimana-menjalani-kehidupan-yang-baik dan Bagaimana-menjadi-orang-bijak dengan bertindak sesuai dengan Etika-Kebajikan.

Namun, gagasan bahwa Etika-Kebajikan tidak membahas Tindakan dan karenanya tidak mampu memberikan jawaban konkret atas Masalah-Etika adalah prematur. Karena, bukan hanya teori Moralitas-Modern yang membahas mengenai Tindakan ( lihat, Hursthouse 1999, bab 1-3; Slote 2001, bab 1; Swanton 2003, bab 11 ).

Menurut Aristoteles, suatu Etika-Kebajikan harus diinternalisasi-sepenuhnya oleh seseorang dengan cara melakukan banyak Tindakan-dengan-jenis-yang-sama sehingga orang tersebut mampu mencapai disposisi yang kuat. Dengan kata lain, Seorang-Pemberani yang memiliki Keutamaan-Keberanian harus melakukan banyak Tindakan-Berani di dalam wilayah-yang-menakutkkan dan percaya-diri untuk mencapai disposisi sebagai Seorang-Yang-Berani. Melakukan Tindakan-yang-memadai adalah satu-satunya cara seseorang mampu mencapai itu.

Memang, teori Moralitas-Modern lebih memfokuskan pada pertanyaan tentang Apa-yang-seharusnya-dilakukan seseorang dalam situasi-tertentu, dan biasanya para Ahli-Etika tidak terlalu memperhatikan pertanyaan tentang Bagaimana-menjalani-kehidupan-yang-baik. Sebaliknya, ahli Etika-Kuno percaya bahwa seseorang tidak dapat memisahkan kedua masalah tersebut.

Masalah terkait yang tampak sangat mendukung gagasan awal di atas adalah menyangkut pendapat bahwa, di satu sisi Etika-Kuno berpusat pada Diri-Sendiri karena hanya berpusat pada Kepentingan-Diri untuk Menjalani-kehidupan-yang-baik dan Menjadi-orang-bijak, sedang di sisi yang lain Moralitas-Modern memperhatikan Orang-Lain dengan hanya memusatkan perhatiannya pada Kepentingan-Orang-Lain. Secara garis besar, Etika-Kuno adalah Moralitas-Egois dan Moralitas-Modern bersifat Altruistik.

Kepentingan-Orang-Lain dalam Etika-Kebajikan memasuki tingkatan dengan bergabung ke dalam Kepentingan-Diri-Seseorang untuk Menjadi-Bijak serta Menjalani-kehidupan-yang-baik. Dalam artikelnya, Ancient Ethics and Modern Morality, Annas meneliti titik ini secara lebih rinci dan berpendapat :

 " Kerancuan berasal dari pemikiran bahwa jika Kebaikan-terhadap-orang-lain dimasukkan ke dalam Kebaikan-akhir-diri-sendiri, Kebaikan itu tidak benar-benar menjadi Kebaikan-bagi-orang-lain, tetapi melalui beberapa cara harus direduksi dari apa yang penting bagi dirinya. "

Dia menunjukkan bahwa kerancuan itu mungkin adalah :

 " Kebaikan-terhadap-orang-lain harus penting bagi saya karena itu adalah Kebaikan-bagi-orang-lain itu, bukan karena itu adalah bagian dari Kebaikan-bagi-diri-saya. " ( Hanas 1992: 131 ).

Annas berpikir bahwa ini sesuai dengan Keseluruhan-Kebaikan-Akhir dari Orang-Bijak karena Kebaikan-terhadap-orang-lain penting bagi Orang-Bijak bukan karena Kebaikan-Itu adalah Bagian-dari-kebaikan-bagi-diri-sendiri, tetapi karena itu adalah memang Kebaikan-bagi-orang-lain.

Meskipun demikian, dengan menggunakan perbedaan Kantian, orang mungkin berpendapat bahwa perbedaan itu adalah dalam pengertian antara 'Moralitas' dan 'Legalitas'. Dalam konteks ini, 'Legalitas' berarti hanya untuk memenuhi Klaim-Moral yang dimiliki orang lain sedang 'Moralitas' berarti memenuhi Klaim-Moral yang dimiliki orang lain, tetapi juga memiliki Motif-Yang-Tepat dalam melakukan tindakan tersebut, yaitu dilakukan berdasar Niat-Baik yaitu bertindak karena Kewajiban-Moral.

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Etika-Kuno, Orang-Bijak harus menimbang Kepentingan-Orang-Lain bukan karena dia merasa tidak mempunyai kepentingan apapun pada mereka atau karena kepentingan mereka hanya berguna sebagai alat untuk memenuhi kepentingan dirinya, tetapi karena Orang-Bijak dengan sepenuh-hati percaya, merasakan, mengetahui dan mengakui fakta bahwa Kepentingan-Orang-Lain adalah penting dalam dirinya-sendiri.

Contoh lain adalah Aristoteles percaya bahwa Orang-Baik menjalani-kehidupan-yang-baik jika dan hanya jika pertama, dia mencurahkan hidupnya untuk Berfilsafat/Berfikir dan yang kedua, Menjalani-Kehidupan-Sosial-Yang-Baik di antara orang lain. Yang terakhir ini mensyaratkan penggunaan Kebajikan-Etik, yang secara kodrati berkenaan dengan  Orang-Lain. Sedangkan yang pertama tidak memerlukan penggunaan Kebajikan-Etik ( lihat, Aristoteles EN X, 6-9 ). Meskipun demikian menurut Aristoteles, seseorang tidak dapat menjadi Bijaksana-Secara-Praktis tanpa Menjadi-Bijak, dan sebaliknya. Kedua konsep tersebut saling tergantung ( EN VI ).

Seseorang mungkin berpendapat bahwa Kepentingan-Pribadi dan Kepentingan-Orang-Lain tidak bertentangan satu sama lain dalam Etika-Kuno namun bertemu dengan melekat pada sebuah gagasan objektif tentang Kebaikan ( lihat, Bayertz 2005 ). Garis antara Pertanyaan-Moral yang menyangkut Kepentingan-Orang-Lain dan Pertanyaan-Etik yang menyangkut diri-seseorang untuk Menjadi-Bijak telah kabur untuk dikenali.

Namun, dalam Moralitas-Modern terdapat perbedaan yang jelas karena pertanyaan tentang Kehidupan-Baik itu sekunder, dan secara sistematis tidak penting dalam menjelaskan pertanyaan Bagaimana-seseorang-harus-bertindak dalam situasi-tertentu.

Teori Moralitas-Modern lebih subjektif dalam Karakter dan karenanya tidak memiliki komitmen kuat terhadap teori Etika-Kebajikan menyangkut dasar objektifnya, juga pendapat mereka mengenai Elitisme dan Devaluasi terhadap moralitas umum sesuai akal-sehat.

Meskipun demikian, kesimpulannya adalah ada perbedaan sistematis antara Etika-Kuno dan Moralitas-Modern mengenai bagaimana masalah Moral dipecahkan, namun gagasan bahwa Etika-Kuno bersifat Egois dan tidak terikat pada Tindakan terlalu dini dan benar-benar salah.

b. Keharusan Moral

Anscombe menunjukkan dalam makalah klasiknya berjudul Modern Moral Philosophy ( 1958 ) bahwa Moralitas-Modern ditakdirkan untuk gagal karena hanya berpusat pada analisis bahasa dan gagasan, dan secara khusus keterikatannya pada gagasan-keliru mengenai Kewajiban-Moral.

Ia berpendapat bahwa gagasan tentang Kewajiban-Moral dan Keharusan-Moral yang digunakan dalam Etika-Deontologis awalnya berasal dari Penalaran-Religius dan Etika-Teologis, di mana Tuhan adalah Sumber-Paling-Utama-Moralitas dan di mana orang harus mematuhi perintah Tuhan. Di sini, sebuah gagasan tentang Kewajiban-Moral dan Keharusan-Moral menemukan kesesuaian.

Namun, dalam Etika-Sekuler, tidak ada persetujuan umum atas gagasan Kewajiban-Moral yang mengikat secara Universal kepada semua-mahluk-rasional. Gagasan tentang Kewajiban-Moral, menurut Anscombe, harus diganti dengan gagasan tentang Kebajikan.

Lebih jauh lagi, Schopenhauer secara meyakinkan berpendapat dalam bukunya On the Basis of Morality bahwa bahkan dalam kasus Etika-Agama tidak ada Kewajiban-Moral-Kategoris, karena orang mematuhi Aturan-Moral-Tuhan hanya karena mereka tidak ingin dihukum, jika mereka memutuskan untuk tidak bertindak sesuai dengan Aturan-Tuhan. Ini berarti bahwa Kewajiban-Moral itu bersifat Hipotetis dan bukan Kategoris.

Adalah umum dikatakan bahwa dalam Etika-Kuno tidak ada Kewajiban-Moral dan tidak ada Keharusan-Moral hanya dengan alasan bahwa orang Yunani dan Romawi tidak memiliki gagasan semacam itu. Namun, dari fakta bahwa mereka tidak memiliki pengertian tentang Kewajiban-Moral dan Keharusan-Moral, seseorang tidak dapat menyimpulkan bahwa mereka juga tidak memiliki gejala khusus tentangnya ( Bayertz 2005: 122 ).

Sebagai tambahan, seseorang mungkin berpendapat bahwa pandangan intinya masih merindukan gagasan umum untuk menggunakan gagasan serupa sebagai Istilah-Kunci-Etika yang utama, yang mencerminkan sebuah cara tertentu Penalaran-Etik dan Pengambilan-Keputusan.

Apakah ada sesuatu seperti Keharusan-Moral dalam Etika-Kebajikan-Kuno yang dapat dibandingkan dengan Etika-Deontologis akan diperiksa secara singkat di bawah ini dengan memusatkan perhatian pada Etika-Aristoteles.

c. Dapatkah Orang Bijak Bertindak Dengan Cara Tidak Baik ?

Menurut Etika-Kuno, Orang-Yang-Bijak-Sepenuhnya, merupakan pembawa Semua-Kebajikan-Etik tidak dapat melakukan tindakan dengan cara yang Tidak-Bajik. Jika seseorang membawa/menanggung sebuah Kebajikan maka dia juga membawa/menanggung Semua-Kebajikan-Lainnya ( tesis Kesatuan-Kebajikan ).

Orang yang memiliki Kebijaksanaan-Praktis, menurut ahli Etika-Kuno akan selalu bertindak sesuai dengan Nilai-Etik. Dengan kata lain, Orang-Bijak selalu menguasai emosinya dan secara umum tidak akan pernah tenggelam oleh emosinya, yang mungkin akan mendorongnya untuk bertindak dengan cara yang Tidak-Bajik.

Secara umum, ini adalah batas tuntutan yang memadai dari sebuah argumentasi karena dapat terjadi, setidaknya menurut cara berpikir modern kita, bahwa Seorang-Pemberani yang memiliki Kebajikan-Keberanian mungkin tidak dapat menunjukkan Kebajikannya secara bebas.

Namun, bahkan jika seseorang mengakui/mengetahui bahwa seseorang adalah Orang-Bijak, seseorang mungkin tidak yakin bahwa Orang-Bijak-Ini tidak akan pernah dapat bertindak dengan cara yang Tidak-Bajik.

Masalah khusus ini berkaitan dengan hipotesis Kesatuan-Kebajikan yang terkenal ( untuk kontribusi baru-baru ini terhadap masalah ini, lihat Russell, 2009 ).

Dalam Moralitas-Modern, Utilitarianisme misalnya, secara meyakinkan membedakan antara evaluasi Karakter seseorang dan Tindakannya. Menurut Utilitarianisme, dengan mudah dapat terjadi bahwa Orang-yang-secara-moral-buruk melakukan Tindakan-yang-benar-secara-moral atau sebaliknya Orang-yang-baik-secara-moral melakukan Tindakan-yang-salah-secara-moral.

Perbedaan ini tidak mungkin menarik para pendukung Etika-Kebajikan ( klasik ) karena menurutnya Tindakan-Etik-Yang-Benar selalu mengandaikan orang tersebut memiliki Karakter-Yang-Baik-Secara-Etik.



Sumber :
http://www.iep.utm.edu/anci-mod/#H3
Pemahaman Pribadi



No comments:

Post a Comment