Pendekatan di sini mengesampingkan penyatuan atau melihat segala-implikasi dari liberalisme dan terhadap penyatuan-nya dengan rasionalisme sehingga memberi status lembaga-lembaga atau pola-perilaku yang mengalami perubahan warna-dan-bentuk selama berbad-abad menjadi lebih-dihormati daripada kebebasan itu sendiri.
Secara politis, filosofi-konservatif bersikap hati-hati dalam merubah bentuk perilaku-dan-institusi politik. Pandangan-pandangan-nya terutama skeptis terhadap reformasi dengan skala-besar-dan-menyeluruh.
Kaum-konservatif melakukan kesalahan pada sisi tradisi, bukan dari segi mempertahankan tradisi-tradisi itu, namun dari pandangan-skeptis mereka terhadap kemampuan yang dimiliki kita sebagai manusia untuk merancang-ulang seluruh bentang nilai-sosial yang telah berevolusi-melalui dan diadaptasi-oleh banyak generasi. Konservatif beralasan, nilai-nilai yang cenderung merugikan akan jatuh ke dalam keadaan tak-berguna dengan sendirinya.
Masalah pertama yang dihadapi kaum konservatif adalah :
Apa yang harus diselamatkan ---katakanlah, dari sesuatu yang populer tetapi salah-dimengerti--- sebuah pemberontakan yang kadang terjadi ?
Berapa lama sebuah-lembaga harus-tetap-ada atau bertahan sebelum ia mendapat rasa-hormat dari filosofi-konservatif ?
Di sini, para-filsuf harus mengacu pada tingkat-analisis yang lebih-dalam dan meneruskan dengan mempertanyakan sifat-dan-tujuan dari lembaga-lembaga melalui sorotan sejumlah-standar.
Liberalisme menjadi sebuah-alasan masuk-akal, yang secara-luas diterima sebagai elemen-pemersatu bagi masyarakat-manusia, tetapi kalangan konservatif percaya, bahwa alasan-itu sangat-berlebihan karena bergantung pada individu-tunggal dan oleh karena itu bergantung pada motif-politik mereka, kesalahan, prasangka dan sebagainya.
Kaum-konservatif biasanya memiliki sebuah visi-pesimistik tentang sifat-manusia, mengambil tradisi-modern dari keyakinan Hobbes, bahwa jika tidak-ada institusi yang kuat, manusia akan terus bertengkar-keras satu sama lain dan akan terus-menerus saling menatap dengan kecurigaan-mendalam. Oleh karena itu, penekanan mereka bukan pada-hasil menentramkan yang terjadi kemudian dari hipotesis kontrak-sosial, tetapi pada adanya ketakutan-umum dalam masyarakat-manusia sendiri.
Kaum-konservatif sangat-skeptis terhadap kekuasaan dan nafsu-manusia menggunakan kekuasaan, karena mereka percaya bahwa pada-waktunya kekuasaan akan mengalami kerusakan/penyalahgunaan bahkan terjadi juga pada sebagian-besar pemegang kekuasaan yang menjunjung kebebasan-yang-penuh-cinta.
Oleh karena itu, akses-potensial kepada posisi kekuasaan-tertinggi atas orang-lain, baik dalam samaran ruang nasional-atau-internasional, harus-ditolak karena menjadi sebuah-keadaan yang sama-berbahayanya seperti pandangan Hobbes tentang keadaan-alamiah yang anarkis.
Kaum-konservatif dengan demikian menghargai lembaga-lembaga yang mengontrol-kecenderungan terhadap seorang yang lebih-kuat atau megalomaniak untuk memegang-kekuasaan : konservatif melipat-gandakan kecurigaan seseorang mungkin mencengkeram orang-yang-dekat dengan-nya. Kritik ---misalnya, dari seorang yang berpendirian anarkis-atau-sosialis--- berpendapat bahwa ketakutan semacam itu adalah produk dari lingkungan-sosial yang ada dan nilai-nilai yang menyertainya dan bukan-hanya produk dari sifat-manusia atau dari komunikasi-sosial.
Yang tidak-sepakat dengan pendapat itu, menekankan perlunya-reformasi pada masyarakat untuk membebaskan orang-orang dari sebuah kehidupan yang menakutkan, yang oleh kaum-konservatif pada gilirannya dianggap sebuah saluran impian-utopis yang tidak-mendukung suatu filsofi-politik yang realistik.
Bagi kaum-konservatif, nilai-nilai dalam lembaga tidak-selalu dapat diperiksa/diuji sesuai dengan analisis-rasional generasi sekarang. Ini membebankan sebuah tuntutan pada konservatisme untuk menjelaskan atau melakukan justifikasi pada rasionalitas dukungan terhadap lembaga-lembaga bersejarah.
Pada masa-lalu, kaum-konservatif secara implisit-atau-eksplisit kembali kepada mitos-mitos manusia atau asal-usul budaya tertentu untuk memberikan status-sakral kepada lembaga-lembaga yang ada atau setidaknya status yang pantas-dihormati. Namun, pemikir-evolusioner dari masa pencerahan-Skotlandia misalnya Adam Ferguson, yang pandangannya menggaris-bawahi sifat-coba-coba (trial and error) dari perkembangan-budaya dan karenanya juga moral-dan-institusional menghasilkan pemeriksaan lembaga-dan-moral yang lebih tepat dan secara historis dapat diratifikasi (baca karya dari Friedrich Hayek).
Dengan demikian, berbeda dengan banyak kaum-liberal, kaum-konservatif mencela gagasan tentang kontrak-sosial, atau bahkan kemungkinannya dalam sebuah konteks-modern. Karena masyarakat berevolusi dan berkembang sepanjang-waktu, generasi-sekarang memiliki tugas dan tanggung-jawab yang asal-usul dan alasan-aslinya mungkin telah hilang dari diri-kita sekarang ini, tetapi bagi sebagian pemikir, masih membutuhkan penerimaan kita.
Melakukan justifikasi hal ini, adalah bermasalah bagi kaum-konservatif : adanya xenofobia-budaya mungkin memancar dari agresi terhadap wilayah-negara pada masa-lalu dan mungkin tidak-mampu-melayani pencapaian tujuan-tujuan saat ini dalam suasana yang lebih komersial, atau adanya-rasisme dapat muncul dari mitologi yang menakutkan selama berabad-abad atau sekali-lagi dari serangan-serangan kejam yang sudah tidak sesuai lagi dengan jaman.
Tetapi kaum-konservatif menjawab, bahwa karena institusi-dan-moral berevolusi, kelemahan dan cacat mereka akan menjadi tampak-nyata dan dengan demikian secara bertahap akan direformasi (atau dibuang-begitu-saja) ketika terjadi perubahan tekanan-publik terhadap-nya.
Apa yang ditentang oleh pihak-konservatif adalah potensi-posisi-absolutis baik liberal atau sosialis yang menganggap bentuk perilaku-atau-institusi menjadi valid/sah dan karenanya secara-politis mengikat sepanjang waktu.
Karena itu, konservatif tidak-menolak reformasi, tetapi sepenuhnya-skeptis terhadap generasi sekarang atau kemampuan-nya untuk memahami dan karenanya untuk membentuk kembali banyak-bangunan yang mengesankan tentang perilaku-dan-lembaga yang telah berkembang dengan kebijaksanaan dari ribuan-generasi.
Mereka dengan demikian skeptis terhadap perencanaan skala-besar, apakah itu bersifat konstitusional atau ekonomis atau budaya.
Terhadap kaum-sosialis yang menjadi tidak-sabar dengan cacat masa-kini, kaum-konservatif menasihati kesabaran : bukan demi kepentingannya sendiri, tetapi karena banyaknya bermacam-institusi yang bersatu/berbaris melawan (termasuk kodrat-manusia), tidak dapat direformasi tanpa disertai efek yang sangat-merugikan. Kaum-konservatif ---mengikuti pendapat Edmund Burke--- dengan demikian biasanya mengutuk revolusi-dan-kudeta sebagai mengarah ke lebih-banyak pertumpahan darah dan kekerasan daripada apa yang diproduksi oleh rezim-lama.
Beberapa konservatif berpendapat bahwa redistribusi-yang-cukup diperlukan untuk menjamin masyarakat damai-non-revolusioner. Sementara kaum-liberal-modern membenarkan redistribusi atas dasar menyediakan sebuah dasar-awal yang sama bagi perkembangan-manusia, kaum-konservatif memiliki ketakutan-pragmatis terhadap massa-miskin yang bangkit untuk menggulingkan status-quo dan hirarkinya berasal dari reaksi-kaum-konservatif terhadap Revolusi-Prancis.
Kritik konservatif oleh Edmund Burke sangat akurat dan saksama, namun revolusi juga berfungsi untuk mengingatkan hierarki-politik terhadap kewajiban-nya (noblesse oblige) kepada massa yang berpotensi melakukan kekerasan yang ditimbulkan oleh sebuah pemberontakan.
Pelajaran-itu tidak hilang pada pemikir konservatif-modern yang berpendapat bahwa negara memiliki kewajiban tertentu kepada orang-miskin ---termasuk mungkin penyediaan fasilitas pendidikan-dan-kesehatan, atau setidaknya sarana untuk memberi kenyamanan mereka---.
Berbeda dengan pemikiran sosialis yang dengan-nya beberapa konservatif mungkin sepakat dengan sistem yang disosialisasikan untuk melepaskan kemiskinan), konservatif umumnya lebih-memilih untuk menekankan skema redistribusi-lokal-dan-didelegasikan (mungkin bahkan yang bersifat sepenuhnya sukarela) daripada skema-pusat, yang diarahkan oleh negara.
Dalam kedekatan dengan liberal-klasik, konservatif sering menekankan sangat-pentingnya hak-milik (properti) dalam hubungan-sosial.
Kaum-liberal cenderung bersandar pada manfaat-utilitarian yang diperoleh dari hak-milik, misalnya sebuah distribusi sumber-daya yang lebih-baik daripada kepemilikan-umum atau sebuah metode pemberian-insentif terhadap inovasi-dan-produksi yang lebih-lanjut, sedangkan kaum-konservatif menekankan peran hak-milik-pribadi dalam hal-kemampuannya untuk mengontrol kekuasaan-negara atau individu-lain yang mengejar kekuasaan.
Konservatif melihat kepemilikan-pribadi sebagai suatu landasan yang sakral, secara intrinsik berharga bagi masyarakat yang bebas-dan-makmur.
Distribusi luas hak-milik pribadi melengkapi prinsip-konservatif bahwa individu-dan-komunitas-lokal adalah penilai yang lebih-baik atas kebutuhan dan masalah mereka sendiri daripada birokrat-yang-jauh. Karena kaum-konservatif pada dasarnya skeptis terhadap negara, mereka lebih memilih alternatif asosiasi-sosial untuk mendukung, mengarahkan, dan membantu pematangan manusia-beradab, misalnya keluarga, kepemilikan pribadi, agama, serta kebebasan-individu untuk melakukan-kesalahannya sendiri. .
Konservatif dari tradisi-Whig-Inggris (Locke, Shaftesbury) memiliki banyak-kesamaan dengan liberal-klasik, sedangkan konservatif dari tradisi-Tory-Inggris memiliki lebih-banyak kesamaan dengan kaum liberal-modern, sepakat sampai batas-tertentu terhadap kebutuhan akan intervensi-negara tetapi dari sudut pragmatis daripada dasar-dasar yang diperlukan.
Mereka yang berasal dari tradisi-Whig dengan sendirinya lebih-condong kepada individualisme dan rasionalisme daripada konservatif-Tory, yang menekankan politik komunitas-dan-satu-bangsa serta tugas dan tanggung-jawabnya yang terkait dengan individu.
Keduanya, pada awalnya merupakan doktrin-doktrin yang bertentangan, kemudian bergabung secara politis di akhir abad ke-19 ketika liberalisme menggeser-landasannya untuk memasukkan kebijakan-kebijakan sosialis : kedua pihak konservativisme menikmati sebuah pertarungan yang terlihat dan vokal pada akhir abad ke-20 dalam pemerintahan politik Margaret Thatcher dalam Kerajaan-Inggris.
Sumber :
http://www.iep.utm.edu/polphil/#H3
Pemahaman Pribadi
No comments:
Post a Comment