Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Sunday, April 22, 2018

Filsafat Politik-Metodologi 5 : Ajaran Pemikiran Politik > Sosialisme


Istilah sosialis mendeskripsikan beragam-ide yang luas dan mengajukan gagasan-gagasan yang disatukan oleh prinsip-utama yang melingkupi :

1. Kepemilikan-dan-kontrol alat-produksi yang terpusat, karena kepemilikan-terpusat dianggap lebih-efisien dan/atau lebih-bermoral.

2. Kaum-sosialis setuju bahwa kapitalisme (konservativisme atau liberalisme-pasar-bebas) secara-moral dan karenanya secara-politik memiliki cacat.

3. Beberapa penganut sosialis dengan pendekatan-marxis berpendapat bahwa sosialisme adalah era-sejarah-terakhir yang menggantikan kapitalisme sebelum komunisme yang sesungguhnya terwujud (sebuah konsepsi-historis).

Selanjutnya akan fokus membahas pada dua-prinsip yang pertama di atas.


i. Kepemilikan Terpusat

Secara politis, kaum-sosialis berpendapat bahwa sistem-pasar-bebas (kapitalisme) harus diganti atau direformasi, yang paling-diperdebatkan adalah untuk sebuah redistribusi-yang-radikal terhadap sumber-daya (biasanya kepada pekerja yaitu yang-dianggap oleh kaum-sosialis, mereka yang tidak-memiliki apa-apa sekarang ini) dan untuk negara atau bentuk lembaga-demokratis, dengan maksud untuk mengambil-alih jalannya/pengelolaan perekonomian.

Setelah keruntuhan komunisme ---yang merupakan titik-bahas-teoritis di antara sayap marxis-yang-historis, seperti menjawab pertanyaan : apakah sistem-soviet benar-benar komunis atau sosialis--- banyak penganut sosialis meninggalkan pandangan kepemilikan-dan-kontrol-negara atas sumber-daya-ekonomi dan lebih-tertarik kepada proyek-alternatif yang mengajukan sistem lebih-fleksibel, demokratis dan terdesentralisasi.

Para ekonom dari sekolah Austria (terutama Ludwig Mises dan Friedrich Hayek) telah lama memperkirakan runtuhnya sosialisme yang tidak dapat ditawar-tawar yang disebabkan oleh ketidakmampuannya, yaitu karena tidak-adanya-pasar yang menciptakan mekanisme-harga untuk merencanakan distribusi-dan-konsumsi sumber-daya secara efisien-atau-efektif.

Ekonom sosialis seperti Oskar Lange menerima kritik dan tantangan penting itu, tetapi ditekankan pada kebijakan yang dikendalikan-negara dengan keyakinan bahwa secara teoritis prioritasisasi-pasar terhadap nilai melalui harga dapat diganti oleh pemodelan-ekonomi yang kompleks : misalnya, model input-output Leontieff di mana prioritas adalah nilai-tertentu yang diberikan oleh otoritas-pusat, atau dalam perubahan yang lebih-modern dari gerakan-sosialis, oleh institusi yang lebih terdesentralisasi seperti koperasi-pekerja.

Terlepas dari tantangan-empiris dari keruntuhan sistem-soviet, dan lebih-penting-lagi kegagalan ekonomi yang dikendalikan secara terpusat di seluruh dunia-barat dan dunia-ketiga, kaum-sosialis telah bersatu untuk menyemarakkan konsepsi-alternatif kepemilikan-komunal dan kontrol terhadap penguasaan sumber-daya.

Sosialisme-pasar misalnya, mentolerir sebuah sistem-pasar yang dominan tetapi menuntut sumber-daya esensial tertentu dikendalikan oleh negara. Hal ini kemudian dapat berperan mengarahkan ekonomi-umum berjalan di sepanjang-jalur yang diinginkan secara politik, misalnya memperluas perusahaan-teknologi, layanan pendidikan-dan-kesehatan, atau pembangunan infrastruktur ekonomi-dan-fisik dari sebuah bangsa.

Sementara yang-lain berpendapat bahwa meskipun pasar harus mendominasi, negara juga harus mengendalikan investasi-industri.

Meskipun demikian, kritik para-ekonom bahwa intervensi-negara tidak-hanya menghasilkan ouput yang tidak-efisien tetapi juga hasil yang tidak-diinginkan oleh para-perencana dapat berlaku pada semua-bentuk-intervensi, dan terutama setiap intervensi-apapun dalam investasi, di mana kompleksitas mekanisme-harga tidak-hanya berkaitan dengan konsumen-dan-produsen dalam preferensi-yang-ada tetapi juga preferensi inter-temporal mereka yang lebih cerdik demi konsumsi sekarang dan masa-depan.

Di depan tuduhan yang semakin berkembang (dan ketidak-populeran) dari perencanaan-terpusat, sebagai gantinya, banyak sosialis lebih-memilih berkonsentrasi untuk perubahan yang menyertai hubungan-kepemilikan yang menuntut kepemilikan-perusahaan diberikan kepada para-pekerja, daripada kepada kelas-kapitalis yang diasumsikan eksploitatif. Pendapat sebagian besar kaum-sosialis adalah sumber-daya perlu untuk diredistribusikan secara radikal.

Kontrol-pekerja menurut sosialisme (kontrol-pekerja terhadap kapitalisme) melihat cara ke depan melalui bisnis/usaha yang dimiliki-dan-dijalankan oleh para-pekerja, biasanya dalam skala-kecil dan berjalan di atas sebuah dasar demokratis.

Gagasan-gagasan yang diajukan oleh legislatif yang menuntut lebih-banyak diskusi dan kesepakatan antara manajemen dan staf/pekerja merupakan cerminan dari keyakinan tersebut.

Namun, kebijakan untuk memberi kontrol kepada para-pekerja memerlukan prasyarat :

(a) Para-pekerja adalah kelas yang dapat didefinisikan layak mendapat bantuan-moral yang lebih-besar dan karenanya status-politik daripada yang sekarang-ini diasumsikan telah dinikmati mereka (yang secara etis harus ditetapkan)

(b) Bahwa para-pekerja berada dalam kondisi dipekerjakan-dan/atau-dieksploitasi secara permanen dan bahwa mereka sendiri tidak-menghendaki untuk atau benar-benar membangun bisnis-mereka sendiri atau berpindah di antara perusahaan/organisasi yang mempekerjakan mereka.

Seorang individu pada saat-yang-sama dapat menjadi seorang majikan, buruh, karyawan dan kapitalis dan karena individu-individu dapat berpindah di antara kelas-ekonomi, ketepatan-ilmiah menjadi direduksi bahkan diabaikan.

Kritik terkuat terhadap rencana kaum-sosialis untuk melakukan redistribusi-pendapatan --datang dari dalam dan tanpa diskusi kelompok-- adalah pertanyaan : pada kriteria moral-atau-politik apa, sumber-daya menjadi harus didistribusikan ?

Seruan keras dari Marx yang menyebar dan diterima oleh kaum-sosialis bahwa sumber-daya harus didistribusikan dari masing-masing orang sesuai-kemampuannya kepada orang-lain sesuai dengan kebutuhannya, tidak menawarkan panduan apa-pun mengenai apa yang seharusnya menjadi komponen sebuah-kebutuhan.

Sosial-demokrat dapat menunjuk kepada para penyandang-cacat sebagai penerima sumber-daya yang mereka dalam posisi ---bukan karena kesalahan mereka sendiri--- tidak-mampu untuk meraihnya, tetapi para-individu yang mengalami gangguan-mental-psikologis juga sama dalam keadaan-lemah. Yang lainnya menghasilkan argumen yang lebih kompleks. Misalnya, yang pantas adalah mereka yang secara historis-dianiaya atau dipersekusi. Tetapi hal ini menimbulkan masalah tentang seberapa-jauh kembali ke-dalam sejarah yang harus ditempuh seseorang, demikian juga sejumlah konsekuensi-etika dari terlahir dalam keadaan-salah/lemah (dan entah bagaimana mendapat penolakan moral-dan-ekonomi) atau yang dalam keadaan-kekurangan (dan entah bagaimana layak mendapatkan sumber-daya secara sukarela ---yang tentunya menyajikan sebuah-paradoks bagi sebagian besar sosialis, yang di Eropa pada abad ke-19 mencela kelas-aristokrat terhadap penghasilan mereka yang diterima-tanpa-bekerja).

Kritikan yang paling parah meratakan semua argumen redistribusi sumber-daya, bahkan terhadap asumsi kriteria yang dapat disepakati, yaitu dengan tidak-adanya kontrol sumber-daya yang terus-menerus dan ketat pada akhirnya akan terdistribusi tidak-merata.

Robert Nozick menyodorkan tantangan yang kuat bagi kaum-sosialis dalam karyanya Anarchy, State, and Utopia, dia menanyakan : apa yang salah dengan redistribusi-sukarela ? dalam hal, katakanlah mendukung pemain bola-basket yang sangat-berbakat, yang pada-gilirannya akan menghasilkan distribusi yang tidak-merata.

Oleh karena itu, kaum-sosialis harus menerima kegigihan-upaya redistribusi-berkelanjutan dari pendapatan dan sumber-daya dalam rentang-toleransi tertentu, atau untuk menerima ketimpangan-permanen dari kepemilikan pendapatan dan sumber-daya setelah menyepakati pertukaran-sukarela. Dihadapkan dengan kritik semacam itu, kaum-sosialis dapat menggunakan/mengadopsi argumen-argumen yang menentang moralitas-kapitalisme atau pasar-bebas.


ii. Kritik Moral Terhadap Kapitalisme

Distribusi awal-kodrati bakat, energi, keterampilan, dan sumber-daya yang tidak-merata bukanlah sesuatu yang menjadi pusat-kritik dari kaum-sosialis. Tetapi mereka lebih mengomentari perkembangan-sejarah yang menyebabkan distribusi-kesejahteraan yang tidak-merata pada beberapa individu atau bangsa.

Pendapat mereka terhadap perang dan eksploitasi oleh yang-kuat adalah membentangkan distribusi-tidak-bermoral, yang membuat para-reformis lebih-tertarik untuk melakukan koreksi sehingga membangun masyarakat dengan basis yang lebih-bermoral.

Meskipun demikian, tidak-semua berpendapat bahwa sosialisme kemudian menjadi keharusan atau sosialisme menyediakan satu-satunya evaluasi terhadap ketidakadilan-sejarah. Tetapi kaum-sosialis sering mengacu pada ketidakadilan-sejarah yang telah membuat orang miskin-dan-lemah diinjak-injak dan ditindas sebagai pembenaran untuk mereformasi atau mengkritik terhadap status-quo.

Gagasan-gagasan yang diajukan adalah membentang-luas mengenai bagaimana masyarakat harus mendistribusikan sumber-daya, seperti usulan-gagasan untuk memastikan generasi sekarang-dan-mendatang setidaknya dapat memperoleh akses yang sama terhadap standar hidup-dan-kesempatan tertentu, di sini pandangan sosialis-moderat tumpang-tindih dengan sayap-kiri atau liberal-demokratik-sosial dan konservatif-pragmatis, yang percaya pada keutamaan-kebebasan tetapi dengan sedikit-redistribusi untuk memastikan bahwa semua-anak mendapatkan awal-yang-adil dalam kehidupan.

Meskipun demikian, mendefinisikan keadilan adalah problematik bagi semua sosialis : hal itu mengangkat persoalan yang diuraikan di atas --mengenai standar, kebijakan dan justifikasi yang memadai.

Jika kaum-sosialis berangkat dari seluk-beluk seperti itu mereka dapat menyatakan bahwa kapitalisme secara-moral cacat pada inti-nya, katakanlah dari dasar-dasar motivasi atau etika-nya.

Kritik paling-populer yang dilontarkan terhadap kapitalisme (atau liberalisme-klasik) adalah pengejaran kesejahteraan-dan-kekayaan yang tidak-etis atau egois. Kaum-sosialis sering mengutuk kekurangan-etis dari nilai-nilai material atau nilai-nilai yang dianggap mencirikan dunia-kapitalis yaitu persaingan dan pengejaran-keuntungan serta individualisme yang berlebihan.

Sosialis lebih memilih aksi-kolektif daripada tindakan-individu, atau setidaknya tindakan-individu yang mendukung kelompok daripada nilai-nilai pribadi-atau-egois. Meskipun demikian, sebagian besar sosialis menghindar untuk menganut filosofi anti-materialis, tidak seperti penganut environmentalisme, kaum-sosialis kebanyakan mendukung pengejaran-kekayaan tetapi hanya ketika diciptakan oleh-dan-untuk kelas-pekerja (atau dalam terminologi Marxis : golongan yang-kurang, yang-kurang-terwakili, yang-tidak-diunggulkan, yang-tersisih, yang-tertindas, atau kaum-miskin-umum).

Mereka sering didorong oleh visi dari sebuah zaman-keemasan-baru tentang kekayaan yang akan dihasilkan oleh sosialisme-murni (bagaimana hal itu terjadi tanpa-mekanisme-harga adalah subjek dari ekonomi-sosialis). Meskipun demikian, beberapa benar-benar meghendaki standar-hidup yang lebih-rendah bagi-semua - kembali ke sebuah kehidupan-kolektif yang lebih-sederhana seperti masa-masa awal-kehidupan, pandangan sosialis terhadap kehidupan yang lebih-baik ini dipegang oleh sosialisme abad-pertengahan dalam pola perdagangan dan gilda-lokal. Kecenderungan-askestis kaum-sosialis ini memiliki banyak kesamaan dengan pandangan environmentalisme.

Terlepas dari masalah moral tentang distribusi-yang-tidak-seimbang yang abadi, kaum-sosialis memiliki visi-optimis tentang apa yang dapat kita wujudkan ---mungkin bukan apa yang dia ketahui (eksploitatif atau tertindas), tetapi tentang apa yang dia mampu satu-masyarakat direformasi sepanjang jalur-sosialis.

Kaum-marxis misalnya, berasumsi bahwa nilai-nilai borjuis yang tidak-konsisten atau munafik akan hilang. Pendirian mereka, setiap moralitas-berbasis-kelas akan hilang karena perbedaan-kelas akan hilang tetapi secara-faktual, apa yang akan memandu perilaku-etis tidak mudah untuk dieksplorasi. Marx menghindari topik tersebut, kecuali untuk mengatakan bahwa laki-laki akan menganggap satu-sama-lain sebagai laki-laki-saja dan tidak sebagai kelas-pekerja atau borjuis.

Sebagian besar beranggapan bahwa sosialisme akan mengakhiri kebutuhan akan keluarga, agama, kepemilikan-pribadi dan keegoisan ---semua candu bagi massa-yang-tidak-sadar yang membuat mereka tetap/terus dalam kesadaran-yang-salah. Selaras dengan itu, cinta-yang-bebas, sumber-daya, makanan-untuk-semua, talenta-yang-tak-terhalangi dan pengembangan-pribadi, dan kolektivisme yang tercerahkan akan berkuasa. Penolakan terhadap segala-otoritas yang diramalkan oleh beberapa kubu-sosialis adalah sesuatu yang memiliki kesamaan dengan pandangan kaum-anarkis.



Sumber :
http://www.iep.utm.edu/polphil/#H3
Pemahaman Pribadi



No comments:

Post a Comment