Beruntunglah diri ini diberi usia yang cukup sehingga dapat mengalami periode perubahan sejarah bangsa ini setahap demi setahap. Sebuah perjalanan yang mengesankan dari sebuah bangsa untuk bertahan, mencari jati-diri dan menentukan kejayaannya di masa depan. Bangsa ini layak membusungkan dada karena berhasil melewati dengan baik fase-fase krusial tanpa menuju ke arah kehancuran-dan-perpecahan.
Periode-Orde-Baru saya lewati cukup panjang sejak dilahirkan hingga mengalami keruntuhannya pada saat masih menjalani kuliah. Saya pun ikut terlibat didalamnya meski hanya mengikuti beberapa demo di kampus dan sekedar berjalan kaki dari Balairung-UGM hingga Alun-Alun-Utara-Keraton-Yogjakarta, kota yang indah di mana saya menuntut ilmu.
Periode-Transisi merupakan waktu yang singkat, saya lewati pada saat menjelang akhir-masa-kuliah dan beberapa lama saat saya bekerja. Pada periode-ini, saya menyaksikan bagaimana peralihan kekuasaan yang cukup-halus dari bangsa ini yang membuat tidak terjebak dalam gejolak berkepanjangan.
Periode-Reformasi saya nikmati ketika menjalankan profesi hingga sekarang saya mempunyai seorang anak berusia tujuh tahun. Periode dimana rakyat memperoleh kebebasan terutama dalam bidang-politik, kebebasan-berpendapat, berekspresi, memperoleh-informasi, berkumpul-serta-berserikat.
Berdasar periode yang saya alami, saya mencoba menganalisa arus-informasi baik dari-penguasa-kepada-rakyatnya atau sebaliknya dari-rakyat-kepada-penguasanya. Hal ini didasarkan pada pandangan, bahwa pola-arus-informasi sangat menentukan perjalanan suatu bangsa dalam mewujudkan cita-citanya.
Orde Baru
Periode-ini adalah masa dimana bangsa ini baru lepas dari keadaan kritis-dan-traumatis. Keadaan yang melahirkan kondisi kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya serta psikologi masyarakat yang carut-marut. Suatu keadaan yang mendesak harus diatasi agar bangsa ini keluar dari kesulitan yang bisa jadi semakin berat dan tidak tertanggulangi dimasa depan.
Sebagai penguasa tentu melihat semua permasalahan yang ada dengan seksama, mencari solusi dan menentukan prioritas penyelesaiannya. Bisa dipahami bahwa pada awal kekuasaannya, Orde-Baru lantas merumuskan suatu tujuan-pemulihan-dan-normalisasi-keadaan. Untuk mencapainya penguasa menetapkan strategi yang disebut trilogi-pembangunan-nasional yang terdiri menjaga-stabilitas-politik-dan-keamanan, menjalankan-pembangunan-nasional dan pemerataan-pembangunan. Selanjutnya konsentrasi-bangsa diarahkan untuk melaksanakan trilogi-pembangunan-nasional tersebut. Hampir semua sektor dan bidang dikontrol demi keberhasilan mencapai tujuan. Semua segmen masyarakat dan sumber-daya dikerahkan dan dikonsolidasikan untuk menjalankan strategi yang diyakini mampu melepaskan bangsa ini dari kesulitan dan membawa kearah yang lebih-baik.
Periode-ini adalah masa dimana bangsa ini baru lepas dari keadaan kritis-dan-traumatis. Keadaan yang melahirkan kondisi kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya serta psikologi masyarakat yang carut-marut. Suatu keadaan yang mendesak harus diatasi agar bangsa ini keluar dari kesulitan yang bisa jadi semakin berat dan tidak tertanggulangi dimasa depan.
Sebagai penguasa tentu melihat semua permasalahan yang ada dengan seksama, mencari solusi dan menentukan prioritas penyelesaiannya. Bisa dipahami bahwa pada awal kekuasaannya, Orde-Baru lantas merumuskan suatu tujuan-pemulihan-dan-normalisasi-keadaan. Untuk mencapainya penguasa menetapkan strategi yang disebut trilogi-pembangunan-nasional yang terdiri menjaga-stabilitas-politik-dan-keamanan, menjalankan-pembangunan-nasional dan pemerataan-pembangunan. Selanjutnya konsentrasi-bangsa diarahkan untuk melaksanakan trilogi-pembangunan-nasional tersebut. Hampir semua sektor dan bidang dikontrol demi keberhasilan mencapai tujuan. Semua segmen masyarakat dan sumber-daya dikerahkan dan dikonsolidasikan untuk menjalankan strategi yang diyakini mampu melepaskan bangsa ini dari kesulitan dan membawa kearah yang lebih-baik.
Pada periode-ini informasi berada di tangan penguasa dan digunakan sebagai alat untuk propaganda pelaksanaan trilogi-pembangunan-nasional dan jaminan kepastian pencapaiannya. Arus-informasi lebih berjalan satu arah yaitu dari-penguasa-ke-rakyatnya. Informasi dikontrol secara ketat-dan-sentralistik untuk kepentingan yang mendesak. Tidak jarang pula manipulatif demi tujuan yang tak bisa ditawar-tawar. Melalui kontrol terhadap pers, penguasa mengatur informasi dan menyaring sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang dianggap mengganggu jalannya trilogi-pembangunan-nasional akan disingkirkan dan diredam. Yang membahayakan dimatikan. Penguasa lebih-banyak-bersuara dari pada mendengar. Informasi lebih dipenuhi dengan slogan, doktrinasi dan sosialisasi program-penguasa serta tetek-bengek keberhasilannya. Informasi dikendalikan dengan ketat memberi ruang yang kecil untuk menampung informasi dari rakyat yang sesungguhnya sangat perlu untuk didengar dan diperhatikan. Penguasa cenderung menutup telinga terhadap suara rakyatnya disertai rasa-percaya-diri dan keyakinan-penuh akan membawa bangsa ini menuju cita-citanya.
Seiring berjalannya waktu, sungguh disayangkan bahwa penguasa tidak melakukan evaluasi dan menyadari kekurangannya. Tidak terlihat sama sekali adanya upaya nyata yang signifikan atau gradual untuk merubah kondisi arus-informasi yang ada. Sebaliknya kebijakan yang ketat terus dipelihara. Bahkan meningkat semakin-keras. Informasi dari rakyat semakin banyak diabaikan bahkan sering-kali ditenggelamkan. Semakin waktu berlalu, kian menguatkan bukti bahwa motif telah bergeser kearah mempertahankan kekuasaan dan menutupi kekuasaan yang korup. Niat awal yang tulus telah dikotori oleh nafsu melanggengkan kekuasaan.
Trilogi-pembangunan-nasional menjadi topeng-dan-kamuflase yang menipu. Rakyat dengan telanjang melihat kemunafikan menghampar di depan mata. Kesadaran rakyat terbangun, sedikit demi sedikit bangkit dan bergerak mengadakan perlawanan. Hingga akhirnya rakyat menghendaki perubahan. Mantra stabilitas-pembangunan-dan-pemerataan menjadi omong-kosong yang tak-dipercaya. Informasi dari penguasa hanya dianggap asap tak bermakna, rakyat lebih percaya pada informasi yang informal dan gelap, yang beredar dan bersumber dari dan oleh rakyat sendiri. Isu dan gosip menjadi lilin penerang yang mengungkap kebenaran. Hingga datang krisis-ekonomi yang menghantam, mendorong rakyat untuk menuntut pergantian kekuasaan dengan memaksa dan segera. Akhirnya masa Orde-Baru tumbang oleh desakan kehendak rakyatnya sendiri.
Periode Transisi
Periode-ini mewarisi keadaan yang tidak jauh berbeda dengan peninggalan Orde-Lama. Ekonomi terpuruk, rakyat tidak percaya pada penguasa dan keadaan stabilitas-politik-dan-keamanan yang belum terjaga. Penguasa yang dianggap penerus status-quo terlihat ragu mengambil langkah yang berani. Penguasa lebih memusatkan perhatian untuk memenuhi tuntutan-rakyat demi menyelesaikan agenda reformasi yang tertunda. Penguasa didesak menyiapkan proses-suksesi pergantian kekuasaan melalui pemilu yang harus dilaksanakan secepatnya. Energi penguasa sepertinya terkuras untuk melewati masa-transisi dengan aman dalam waktu yang terbatas tanpa banyak melakukan hal.
Seiring berjalannya waktu, sungguh disayangkan bahwa penguasa tidak melakukan evaluasi dan menyadari kekurangannya. Tidak terlihat sama sekali adanya upaya nyata yang signifikan atau gradual untuk merubah kondisi arus-informasi yang ada. Sebaliknya kebijakan yang ketat terus dipelihara. Bahkan meningkat semakin-keras. Informasi dari rakyat semakin banyak diabaikan bahkan sering-kali ditenggelamkan. Semakin waktu berlalu, kian menguatkan bukti bahwa motif telah bergeser kearah mempertahankan kekuasaan dan menutupi kekuasaan yang korup. Niat awal yang tulus telah dikotori oleh nafsu melanggengkan kekuasaan.
Trilogi-pembangunan-nasional menjadi topeng-dan-kamuflase yang menipu. Rakyat dengan telanjang melihat kemunafikan menghampar di depan mata. Kesadaran rakyat terbangun, sedikit demi sedikit bangkit dan bergerak mengadakan perlawanan. Hingga akhirnya rakyat menghendaki perubahan. Mantra stabilitas-pembangunan-dan-pemerataan menjadi omong-kosong yang tak-dipercaya. Informasi dari penguasa hanya dianggap asap tak bermakna, rakyat lebih percaya pada informasi yang informal dan gelap, yang beredar dan bersumber dari dan oleh rakyat sendiri. Isu dan gosip menjadi lilin penerang yang mengungkap kebenaran. Hingga datang krisis-ekonomi yang menghantam, mendorong rakyat untuk menuntut pergantian kekuasaan dengan memaksa dan segera. Akhirnya masa Orde-Baru tumbang oleh desakan kehendak rakyatnya sendiri.
Periode Transisi
Periode-ini mewarisi keadaan yang tidak jauh berbeda dengan peninggalan Orde-Lama. Ekonomi terpuruk, rakyat tidak percaya pada penguasa dan keadaan stabilitas-politik-dan-keamanan yang belum terjaga. Penguasa yang dianggap penerus status-quo terlihat ragu mengambil langkah yang berani. Penguasa lebih memusatkan perhatian untuk memenuhi tuntutan-rakyat demi menyelesaikan agenda reformasi yang tertunda. Penguasa didesak menyiapkan proses-suksesi pergantian kekuasaan melalui pemilu yang harus dilaksanakan secepatnya. Energi penguasa sepertinya terkuras untuk melewati masa-transisi dengan aman dalam waktu yang terbatas tanpa banyak melakukan hal.
Pada periode-ini, penguasa tampak lemah dan tidak mampu mengendalikan informasi. Penguasa yang tidak mempunyai legitimasi terdesak oleh tuntutan-dari-rakyatnya. Tidak ada pilihan lain dari penguasa selain mengikuti kehendak-rakyatnya. Penguasa terpojok, rakyat begitu berdaulat setelah berhasil menumbangkan penguasa dengan paksa. Dengan sukarela, penguasa membuka saluran-saluran kebebasan hampir di segala bidang. Penguasa hampir selalu merespon secara-positif setiap tuntutan kebebasan dari rakyatnya. Periode ini merupakan euforia-kebebasan-informasi yang meluap-luap. Arus-informasi cenderung bergerak-tak-terkontrol. Media begitu bebas mendapat dan menyampaikan informasi. Sementara rakyat menggunakan sebagai alat-perjuangan untuk menyampaikan tuntutan dan menekan penguasa agar mengikuti kehendaknya. Di sisi lain penguasa menyadari kelemahannya, dengan bijak penguasa memilih sikap-pasif dengan melihat dan membaca informasi untuk menentukan langkah-terbaik mengantarkan bangsa-ini melalui masa-transisi dengan selamat. Penguasa menjadi lebih banyak mendengar daripada bersuara. Informasi dipenuhi oleh bermacam kehendak dan tuntutan-rakyat akan demokratisasi-dan-pelaksanaan-agenda-reformasi. Arus-informasi lebih banyak mengalir dari-rakyat-ke-penguasa. Pada periode-ini informasi berpindah-tangan, rakyat yang berkuasa-atas-informasi.
Periode Reformasi
Awal periode-ini, bangsa-ini baru saja lepas dari keadaan yang terkungkung. Penguasa baru dengan legitimasi yang cukup telah terpilih melalui proses yang transparan dan disaksikan seluruh rakyat. Penguasa lahir dari rakyat melalui pemilu yang kredibel. Bangsa ini merasa tengah memasuki era-baru yang menjanjikan kejayaan. Era demokrasi-dan-kebebasan.
Memasuki periode-ini penguasa menghadapi keadaan dimana demokrasi baru dilahirkan dan belum matang. Situasi dimana rakyat menikmati kebebasan-berlebihan dan gagap-akan-arah. Adalah kewajiban penguasa untuk berupaya agar demokrasi-dan-kebebasan yang baru diperoleh tidak menjelma menjadi monster yang menelan penciptanya. Untuk itu penguasa memperkokoh landasan yang kuat agar nilai-nilai-demokrasi dapat bertahan dalam jangka-waktu-panjang dan membawa bangsa kearah yang positif. Sebuah pilihan yang sesuai kebutuhan-dan-kondisi-nyata yang ada. Kebebasan-rakyat atas informasi dalam menyampaikan dan memperolehnya tetap diwujudkan. Kanal-kanal yang sudah terbuka makin diperlebar. Penguasa dengan sengaja membiarkan informasi mengalir begitu bebas meski resiko mengancam kekuasaannya. Penguasa benar-benar menghendaki arus-informasi mengalir secara-alamiah dari rakyatnya. Membiarkan rakyat mengisi sesuai kehendaknya sementara penguasa tidak mencoba mengendalikan sama-sekali. Penguasa hanya mengimbangi dengan maksud untuk mengarahkan kebebasan dan memperkuat nilai-nilai-demokrasi. Hal-hal negatif dari aktivitas-kebebasan direspon dengan keras tanpa berusaha meredam atau membungkam. Penguasa berupaya mengarahkan demokrasi berjalan di rel yang benar, tidak-destruktif menghancurkan diri-sendiri melainkan bersifat-produktif untuk kemajuan bangsa. Periode-ini adalah masa pemahaman dan penanaman nilai-demokrasi kepada rakyat. Internalisasi yang lebih mengakar dan mendalam. Penguasa hanya bersikap reaktif ketika rakyat bertindak berlebihan dan merugikan. Arus-informasi tetap mengalir lebih kuat dari rakyat. Rakyat menjadi benar-benar berdaulat. Tidak mengherankan bila kemudian penguasa terguncang karena tidak mampu menguasai informasi yang ada tetapi itulah harga yang harus dibayar. Dengan melepas arus-informasi kepada rakyat, berarti juga merelakan kekuasaannya untuk diambil kembali oleh rakyat. Tampaknya penguasa menyadari hal itu. Penguasa tidak-tertarik untuk mempertahankan kekuasaan tetapi lebih untuk memastikan demokrasi tetap-hidup sebagai prinsip-yang-baik untuk berbangsa dan bernegara serta mewujudkan cita-cita di masa depan.
Memasuki pertengahan periode-ini, bangsa-ini mulai beranjak dewasa, terjadi banyak perubahan yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dengan jelas dari kondisi yang mulai stabil. Euforia-kebebasan sudah mulai meredup. Nilai-nilai-demokrasi dan kebebasan yang positif sudah cukup tertanam. Rakyat sudah mampu menggunakan kebebasannya secara proporsional. Penguasa tidak direpotkan lagi dengan berbagai macam tuntutan sehingga penguasa dapat lebih-berkonsentrasi untuk melakukan pembangunan dan memperbaiki keadaan ekonomi.
Penguasa baru merupakan produk-demokrasi yang lebih-kokoh dari sebelumnya. Arus-informasi yang bebas --yang dijaga dan diperjuangkan oleh penguasa sebelumnya-- menyumbang andil besar munculnya penguasa-baru yang semakin sesuai dengan kehendak-rakyat. Dalam keadaan-ini, tidak ada pilihan bagi penguasa berikutnya selain meneruskan memelihara dan menjaga arus-informasi yang ada. Karena merubah berarti melawan kehendak dan mengkhianati rakyat. Belajar dari pengalaman sebelumnya, penguasa menyadari sekaligus memahami bahwa informasi-yang-bebas dikuasai rakyat beresiko besar membahayakan kekuasaannya. Dalam hal ini, penguasa tidak-ingin kekuasaanya-jatuh di tengah jalan. Penguasa dengan cerdik berupaya memutar situasi dengan mengendalikan secara-halus arus-informasi yang berada ditangan rakyat. Penguasa tidak mendominasi atau mengambil alih-kuasa tetapi dengan aktif-mengimbangi tersedianya informasi tanpa melakukan usaha pengaturan dan pembatasan. Informasi yang mengalir dari rakyat diimbangi dengan reaksi yang simpatik dan menarik-hati disertai dengan kualitas yang mencukupi. Sedemikian rupa hingga arus-informasi seperti-mengalir dari dua-arah dengan seimbang. Keadaan ini mendorong terciptanya kondisi yang lebih-tenang. Dengan caranya, penguasa berusaha menjaga arus-informasi bergerak seimbang dengan maksud menciptakan kestabilan dan menghindari gejolak. Meski tak-dipungkiri terselip motif lain dibelakang sikap-manis-dan-santunnya yaitu melindungi-kekuasaan dan menjaga-citra-kekuasaannya. Tetap hal ini membuat penguasa merasa-nyaman karena kekuasaan yang tidak terancam sedang rakyat merasa diperhatikan. Dengan begitu penguasa dapat berusaha lebih-maksimal untuk melakukan pembangunan-ekonomi tanpa terganggu oleh gejolak-gejolak yang tidak-perlu. Tampaknya cara ini efektif dalam rentang-waktu yang tidak-terlalu-panjang. Hal ini dikarenakan bentuk keseimbangan-informasi-yang-semu dan tidak-alami terutama informasi yang mengalir dari penguasa yang terkesan lebih-mementingkan-kekuasaan dan citra serta reaksi-reaksi-nyata yang kurang-memuaskan-rakyat. Sekilas arus-informasi memang tampak-berimbang tetapi pada kenyataanya rakyat menangkap sesuatu yang berbeda dengan persepsi-penguasa. Pada akhir periode-ini, rakyat akhirnya memutuskan memilih penguasa-baru yang menunjukan kualitas-diri berpihak kepada kepentingannya dan pribadi yang menunjukan konsistensi-antara-kata-dan-realita.
Masa Sekarang
Mengamati pergerakan arus-informasi hingga saat-ini, tampaknya bangsa-ini sedang menapaki jalan yang benar. Sebuah proses menuju keseimbangan-alami dimana rakyat-dan-penguasa mampu menyediakan informasi secara seimbang. Arus-informasi mengalir dari dua-arah tanpa-ada-dominasi atau saling-menguasai. Penguasa-dan-rakyat saling mengisi dan bertukar informasi produk dari pers-dan-media yang bebas. Komunikasi tampak berjalan dengan lancar. Penguasa menggunakan informasi sebagai pertimbangan untuk menentukan kebijakan-yang-akan-diambil. Sebaliknya rakyat memanfaatkan untuk mengontrol-kebijakan-yang-telah-dipilih-penguasa. Penguasa dengan mudah melakukan-validasi terhadap langkah-langkahnya, memastikan bahwa apa yang dilakukan adalah benar-benar-bermanfaat-bagi-rakyat serta mencapai sasaran-yang-tepat. Sebaliknya rakyat dengan gampang menyampaikan-pendapatnya atau menunjukan-kesalahan yang dilakukan penguasa. Dengan bersikap-aktif mendengar informasi dari rakyatnya, penguasa dapat mengetahui dengan segera kesalahan-yang-dilakukan untuk kemudian dengan cepat memperbaikinya. Rakyat pun mempunyai jalan-yang-lapang untuk memberi masukan-dan-kritik terkait hal-hal yang dilakukan penguasa. Pada kondisi-ini, penguasa cenderung lebih-tepat mengambil langkah dan rakyat cenderung merasa-puas karena kehendak yang terpenuhi. Dialektika telah terjadi antara penguasa-dan-rakyatnya menuju kebaikan untuk mewujudkan cita-cita. Jika penguasa bersikap mawas-diri dan tidak-tergoda-keserakahan, dengan situasi-dialektik berjalan konsisten dan terus-terjaga maka akan tercipta kondisi yang stabil-dan-dinamis. Stabil karena tidak muncul gejolak-gejolak yang menghambat perjalanan bangsa-ini untuk mencapai cita-cita. Sedang dinamis karena bangsa ini secara aktif-bekerja-sama saling-mengisi dan bergerak untuk memperbaiki-nasib dan mengejar-tujuan-bersama. Penguasa tidak merasa terancam sedang rakyat dapat menikmati kebebasan dengan wajar dan merasakan apa yang telah diupayakan penguasa. Sebuah kondisi-ideal untuk melakukan banyak-hal serta bergerak-maju menuju cita-cita bersama. Situasi yang kondusif untuk melaksanakan-pembangunan, mengejar-ketertinggalan menuju kejayaan, masyarakat adil-dan-makmur dalam bingkai-wilayah Negara-Kesatuan-Republik-Indonesia yang Bhineka-Tunggal-Ika, berdasar Pancasila dan Undang-Undang-Dasar 1945.
Sumber:
Pengalaman Hidup
Pemahaman Otodidak
Kelapa Gading, 20 Juni 2016
Awal periode-ini, bangsa-ini baru saja lepas dari keadaan yang terkungkung. Penguasa baru dengan legitimasi yang cukup telah terpilih melalui proses yang transparan dan disaksikan seluruh rakyat. Penguasa lahir dari rakyat melalui pemilu yang kredibel. Bangsa ini merasa tengah memasuki era-baru yang menjanjikan kejayaan. Era demokrasi-dan-kebebasan.
Memasuki periode-ini penguasa menghadapi keadaan dimana demokrasi baru dilahirkan dan belum matang. Situasi dimana rakyat menikmati kebebasan-berlebihan dan gagap-akan-arah. Adalah kewajiban penguasa untuk berupaya agar demokrasi-dan-kebebasan yang baru diperoleh tidak menjelma menjadi monster yang menelan penciptanya. Untuk itu penguasa memperkokoh landasan yang kuat agar nilai-nilai-demokrasi dapat bertahan dalam jangka-waktu-panjang dan membawa bangsa kearah yang positif. Sebuah pilihan yang sesuai kebutuhan-dan-kondisi-nyata yang ada. Kebebasan-rakyat atas informasi dalam menyampaikan dan memperolehnya tetap diwujudkan. Kanal-kanal yang sudah terbuka makin diperlebar. Penguasa dengan sengaja membiarkan informasi mengalir begitu bebas meski resiko mengancam kekuasaannya. Penguasa benar-benar menghendaki arus-informasi mengalir secara-alamiah dari rakyatnya. Membiarkan rakyat mengisi sesuai kehendaknya sementara penguasa tidak mencoba mengendalikan sama-sekali. Penguasa hanya mengimbangi dengan maksud untuk mengarahkan kebebasan dan memperkuat nilai-nilai-demokrasi. Hal-hal negatif dari aktivitas-kebebasan direspon dengan keras tanpa berusaha meredam atau membungkam. Penguasa berupaya mengarahkan demokrasi berjalan di rel yang benar, tidak-destruktif menghancurkan diri-sendiri melainkan bersifat-produktif untuk kemajuan bangsa. Periode-ini adalah masa pemahaman dan penanaman nilai-demokrasi kepada rakyat. Internalisasi yang lebih mengakar dan mendalam. Penguasa hanya bersikap reaktif ketika rakyat bertindak berlebihan dan merugikan. Arus-informasi tetap mengalir lebih kuat dari rakyat. Rakyat menjadi benar-benar berdaulat. Tidak mengherankan bila kemudian penguasa terguncang karena tidak mampu menguasai informasi yang ada tetapi itulah harga yang harus dibayar. Dengan melepas arus-informasi kepada rakyat, berarti juga merelakan kekuasaannya untuk diambil kembali oleh rakyat. Tampaknya penguasa menyadari hal itu. Penguasa tidak-tertarik untuk mempertahankan kekuasaan tetapi lebih untuk memastikan demokrasi tetap-hidup sebagai prinsip-yang-baik untuk berbangsa dan bernegara serta mewujudkan cita-cita di masa depan.
Memasuki pertengahan periode-ini, bangsa-ini mulai beranjak dewasa, terjadi banyak perubahan yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dengan jelas dari kondisi yang mulai stabil. Euforia-kebebasan sudah mulai meredup. Nilai-nilai-demokrasi dan kebebasan yang positif sudah cukup tertanam. Rakyat sudah mampu menggunakan kebebasannya secara proporsional. Penguasa tidak direpotkan lagi dengan berbagai macam tuntutan sehingga penguasa dapat lebih-berkonsentrasi untuk melakukan pembangunan dan memperbaiki keadaan ekonomi.
Penguasa baru merupakan produk-demokrasi yang lebih-kokoh dari sebelumnya. Arus-informasi yang bebas --yang dijaga dan diperjuangkan oleh penguasa sebelumnya-- menyumbang andil besar munculnya penguasa-baru yang semakin sesuai dengan kehendak-rakyat. Dalam keadaan-ini, tidak ada pilihan bagi penguasa berikutnya selain meneruskan memelihara dan menjaga arus-informasi yang ada. Karena merubah berarti melawan kehendak dan mengkhianati rakyat. Belajar dari pengalaman sebelumnya, penguasa menyadari sekaligus memahami bahwa informasi-yang-bebas dikuasai rakyat beresiko besar membahayakan kekuasaannya. Dalam hal ini, penguasa tidak-ingin kekuasaanya-jatuh di tengah jalan. Penguasa dengan cerdik berupaya memutar situasi dengan mengendalikan secara-halus arus-informasi yang berada ditangan rakyat. Penguasa tidak mendominasi atau mengambil alih-kuasa tetapi dengan aktif-mengimbangi tersedianya informasi tanpa melakukan usaha pengaturan dan pembatasan. Informasi yang mengalir dari rakyat diimbangi dengan reaksi yang simpatik dan menarik-hati disertai dengan kualitas yang mencukupi. Sedemikian rupa hingga arus-informasi seperti-mengalir dari dua-arah dengan seimbang. Keadaan ini mendorong terciptanya kondisi yang lebih-tenang. Dengan caranya, penguasa berusaha menjaga arus-informasi bergerak seimbang dengan maksud menciptakan kestabilan dan menghindari gejolak. Meski tak-dipungkiri terselip motif lain dibelakang sikap-manis-dan-santunnya yaitu melindungi-kekuasaan dan menjaga-citra-kekuasaannya. Tetap hal ini membuat penguasa merasa-nyaman karena kekuasaan yang tidak terancam sedang rakyat merasa diperhatikan. Dengan begitu penguasa dapat berusaha lebih-maksimal untuk melakukan pembangunan-ekonomi tanpa terganggu oleh gejolak-gejolak yang tidak-perlu. Tampaknya cara ini efektif dalam rentang-waktu yang tidak-terlalu-panjang. Hal ini dikarenakan bentuk keseimbangan-informasi-yang-semu dan tidak-alami terutama informasi yang mengalir dari penguasa yang terkesan lebih-mementingkan-kekuasaan dan citra serta reaksi-reaksi-nyata yang kurang-memuaskan-rakyat. Sekilas arus-informasi memang tampak-berimbang tetapi pada kenyataanya rakyat menangkap sesuatu yang berbeda dengan persepsi-penguasa. Pada akhir periode-ini, rakyat akhirnya memutuskan memilih penguasa-baru yang menunjukan kualitas-diri berpihak kepada kepentingannya dan pribadi yang menunjukan konsistensi-antara-kata-dan-realita.
Masa Sekarang
Mengamati pergerakan arus-informasi hingga saat-ini, tampaknya bangsa-ini sedang menapaki jalan yang benar. Sebuah proses menuju keseimbangan-alami dimana rakyat-dan-penguasa mampu menyediakan informasi secara seimbang. Arus-informasi mengalir dari dua-arah tanpa-ada-dominasi atau saling-menguasai. Penguasa-dan-rakyat saling mengisi dan bertukar informasi produk dari pers-dan-media yang bebas. Komunikasi tampak berjalan dengan lancar. Penguasa menggunakan informasi sebagai pertimbangan untuk menentukan kebijakan-yang-akan-diambil. Sebaliknya rakyat memanfaatkan untuk mengontrol-kebijakan-yang-telah-dipilih-penguasa. Penguasa dengan mudah melakukan-validasi terhadap langkah-langkahnya, memastikan bahwa apa yang dilakukan adalah benar-benar-bermanfaat-bagi-rakyat serta mencapai sasaran-yang-tepat. Sebaliknya rakyat dengan gampang menyampaikan-pendapatnya atau menunjukan-kesalahan yang dilakukan penguasa. Dengan bersikap-aktif mendengar informasi dari rakyatnya, penguasa dapat mengetahui dengan segera kesalahan-yang-dilakukan untuk kemudian dengan cepat memperbaikinya. Rakyat pun mempunyai jalan-yang-lapang untuk memberi masukan-dan-kritik terkait hal-hal yang dilakukan penguasa. Pada kondisi-ini, penguasa cenderung lebih-tepat mengambil langkah dan rakyat cenderung merasa-puas karena kehendak yang terpenuhi. Dialektika telah terjadi antara penguasa-dan-rakyatnya menuju kebaikan untuk mewujudkan cita-cita. Jika penguasa bersikap mawas-diri dan tidak-tergoda-keserakahan, dengan situasi-dialektik berjalan konsisten dan terus-terjaga maka akan tercipta kondisi yang stabil-dan-dinamis. Stabil karena tidak muncul gejolak-gejolak yang menghambat perjalanan bangsa-ini untuk mencapai cita-cita. Sedang dinamis karena bangsa ini secara aktif-bekerja-sama saling-mengisi dan bergerak untuk memperbaiki-nasib dan mengejar-tujuan-bersama. Penguasa tidak merasa terancam sedang rakyat dapat menikmati kebebasan dengan wajar dan merasakan apa yang telah diupayakan penguasa. Sebuah kondisi-ideal untuk melakukan banyak-hal serta bergerak-maju menuju cita-cita bersama. Situasi yang kondusif untuk melaksanakan-pembangunan, mengejar-ketertinggalan menuju kejayaan, masyarakat adil-dan-makmur dalam bingkai-wilayah Negara-Kesatuan-Republik-Indonesia yang Bhineka-Tunggal-Ika, berdasar Pancasila dan Undang-Undang-Dasar 1945.
Sumber:
Pengalaman Hidup
Pemahaman Otodidak
Kelapa Gading, 20 Juni 2016
nice ...
ReplyDeletethanks mbahhh
ReplyDelete