Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Monday, September 11, 2017

Aristoteles 2 : Logika


Tulisan-tulisan Aristoteles tentang pokok logika secara umum kemudian dikelompokkan oleh kaum peripatetik pengikut-nya dengan sebutan organon yang berarti instrumen/alat.

Dari sudut pandang mereka, logika-dan-penalaran merupakan instrumen persiapan-utama untuk melakukan penyelidikan-ilmiah.

Meskipun demikian Aristoteles sendiri, menggunakan istilah logika secara verbal setara dengan penalaran (reasoning).

Dunia, seperti yang digambarkan oleh Aristoteles dalam karyanya Categories, terdiri dari substansi-terpisah atau benda-individual, yang padanya berbagai karakterisasi-atau-sifat dapat bersumber.

Setiap substansi adalah kesatuan-utuh yang terdiri dari bagian yang saling terkait.

Ada dua macam substansi. substansi-primer (benda yang paling sederhana) adalah suatu objek-yang-independen (terlepas), tersusun dari materi yang dicirikan oleh bentuk-nya.

Organisme-hidup-individual misal seorang-Manusia, seekor-ikan-salmon-pelangi, sebuah-pohon-oak merupakan contoh substansi-primer yang mudah dipahami dan paling tidak ambigu.

Substansi-sekunder adalah kelompok yang memiliki cakupan lebih besar seperti spesies-atau-genus, dimana organisme-individual ini termasuk sebagai anggota di dalamnya.

Jadi manusia, kuda, mamalia, hewan, dan sebagainya adalah contoh substansi-sekunder.

Seperti yang seharusnya kita lihat, logika-Aristoteles adalah tentang menghubungkan secara tepat sifat-sifat-spesifik pada substansi-sekunder dan sekaligus secara tidak-langsung menghubungkan sifat-sifat itu dengan substansi-primer atau benda-individual.

Aristoteles meng-elaborasi-kan logika yang dirancang untuk menggambarkan apa-yang-ada di dunia ini.

Kita mungkin bertanya-tanya kemudian, berapa banyak cara yang bisa kita gunakan untuk menggambarkan sesuatu ?

Dalam karyanya Categories (4.1b25-2a4), Aristoteles mengurutkan sepuluh-cara-berbeda untuk mendeskripsikan sesuatu.

Kategori-kategori ini (bahasa Yunani = kategoria berasal dari kata-kerja untuk menunjukkan atau menandakan sesuatu) adalah sebagai berikut :

1. Substansi
2. Kuantitas
3. Kualitas
4. Relasi
5. Tempat
6. Waktu
7. Situasi
8. Kondisi
9. Tindakan
10. Hasrat.

Kategori-kategori di atas tampaknya disusun sesuai dengan urutan pertanyaan yang diajukan oleh kita untuk mendapatkan pengetahuan tentang suatu objek.

Sebagai contoh, kita bertanya, pertama, Benda apa ini ? Berapa banyak benda itu ? Selanjutnya, Apa jenis benda itu ? dan seterusnya.

Substansi selalu dianggap sebagai hal yang paling-penting.

Kategori dari Aristoteles adalah klasifikasi kata-kata-individual yang berlawanan dengan kalimat-atau-proposisi.

Pemahaman ketika di-isolasi (tidak-di-ekspresi-kan) tidak dengan sendirinya mengungkapkan kebenaran-atau-kesalahan.

Hanya dengan kombinasi-gagasan dalam sebuah proposisi, kebenaran-dan-kesalahan dimungkinkan.

Elemen proposisi semacam itu idealnya terdiri dari kata-benda-substansif, kata-kerja/keterangan dan kata-penghubung.

Kombinasi-kata-kata menghasilkan ucapan-rasional dan pemikiran, menyampaikan makna baik bagian-bagiannya maupun secara keseluruhan.

Pemikiran seperti itu mungkin mengambil banyak bentuk, tetapi logika hanya menimbang/memperhatikan bentuk-bentuk demonstratif yang mengungkapkan kebenaran-dan-kesalahan.

Kebenaran-atau-kesalahan suatu proposisi ditentukan oleh kesepakatan-atau-ketidak-sepakatan Proposisi itu dengan fakta yang di-representasi-kan.

Jadi proposisi bersifat afirmatif-atau-negatif, yang sekali lagi, masing-masing dapat bersifat universal-atau-khusus atau tidak-keduanya.

Sebuah definisi, menurut Aristoteles adalah sebuah pernyataan mengenai karakter-dasar-esensial dari sebuah subjek, dan melibatkan genus yang menunjukan subjek itu berada di dalam kelompok yang lebih-luas dan perbedaan-perbedaan yang secara unik meng-identifikasi-kan subjek itu di dalam genus tersebut.

Untuk mendapatkan definisi-yang-benar, kita harus menemukan/menentukan kualitas-kualitas di dalam genus yang jika dipahami secara terpisah mencakup pengertian yang lebih-luas dari pada subjek yang di-definisi-kan, namun jika dipahami secara bersama-sama menunjukan subjek yang persis-sama.

Misalnya prima, ganjil, dan angka, secara terpisah, masing-masing mencakup pengertian lebih-luas dari pada tiga (atau triplet yaitu kumpulan tiga benda yang sama, misalnya tiga buah batu) tetapi jika disatukan mereka menunjukan subjek yang sama.

tiga adalah prima, ganjil dan angka.

Definisi genus harus dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak ada spesies yang tertinggal di luar cakupan.

Setelah menentukan genus dan spesies, kita selanjutnya harus menemukan titik-kesamaan spesies secara terpisah dan kemudian mempertimbangkan karakteristik-umum dari spesies-spesies yang berbeda.

Definisi mungkin tidak sempurna karena :
(1) tidak jelas,
(2) terlalu luas, atau
(3) dengan tidak menyebutkan/mengaitkan sifat-dasar-esensial.

Ketidakjelasan mungkin timbul dari penggunaan ungkapan-equivokal, frase-metaforis, atau kata-kata-eksentrik.

Inti dari logika-Aristoteles adalah silogisme, contoh klasiknya adalah sebagai berikut :

Semua manusia pasti mati.
Socrates adalah manusia.
Oleh karena itu, Socrates pasti mati.

Bentuk silogisme dari argumentasi-logis mendominasi logika selama 2.000 tahun sampai munculnya logika-proposisi-modern dan logika-predikat-nodern berkat Frege, Russell, dan lain-lain.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/aristotl/#H3
http://www.iep.utm.edu/aris-log/
Pemahaman Pribadi

Thursday, September 7, 2017

Aristoteles 1 : Hidup Dan Karyanya


Aristoteles adalah sosok yang menjulang dalam filsafat Yunani-kuno, memberikan kontribusi terhadap bidang logika, metafisika, matematika, fisika, biologi, botani, etika, politik, pertanian, kedokteran, tari dan teater.

Dia adalah seorang murid Plato sedangkan Plato belajar di bawah bimbingan Socrates.

Dia lebih berpikiran-empiris daripada Plato atau Socrates dan Aristoteles terkenal karena menolak teori-forma dari Plato.

Sebagai seorang penulis yang kreatif dan produktif serta menguasai bermacam-bidang-ilmu yang luas (polymath), Aristoteles secara radikal mengubah sebagian besar, jika tidak semua, area-pengetahuan yang disentuh olehnya.

Tidak heran jika Aquinas menyebutnya dengan sebutan sederhana hanya 'filsuf' saja.

Dalam hidupnya, Aristoteles menulis kurang-lebih sebanyak 200 risalah, namun yang bertahan hanya 31 buah.

Sayangnya bagi kita, karya-karya ini berupa draft catatan-kuliah-dan-manuskrip yang tidak pernah dimaksudkan untuk pembaca umum, sehingga karya-karya itu tidak menunjukkan gaya polesan prosa-nya yang terkenal, yang berhasil menarik banyak pengikut, termasuk seorang filsuf Romawi bernama Cicero.

Aristoteles adalah orang-pertama yang melakukan klasifikasi-bidang-pengetahuan manusia ke dalam disiplin-ilmu yang berbeda-beda seperti matematika, biologi, dan etika.

Beberapa klasifikasi ini masih digunakan sampai sekarang.

Sebagai bapak di bidang logika, ia adalah orang pertama yang mengembangkan sistem-formal-untuk-penalaran.

Aristoteles mengamati bahwa validitas-argumen apapun dapat ditentukan oleh struktur-nya daripada isi-nya.

Sebuah contoh klasik argumen yang valid adalah silogisme-nya :

Semua manusia pasti mati. (premis-mayor)
Socrates adalah manusia. ( premis-minor )
Oleh karena itu, Socrates pasti mati. (kesimpulan)

Dengan adanya struktur-argumen ini, selama premis itu benar, maka kesimpulan-nya juga dijamin benar.

Corak logika-Aristoteles mendominasi bidang pemikiran ini sampai munculnya logika-proporsional-modern dan logika-predikat 2.000 tahun kemudian.

Penekanan Aristoteles pada penalaran-yang-baik dan dikombinasikan dengan keyakinan-nya pada metode-ilmiah membentuk latar-belakang sebagian besar karya-nya.

Misal, karyanya dalam bidang etika dan politik, Aristoteles mengidentifikasi kebaikan-tertinggi dengan kebajikan-intelektual.

Artinya, orang yang ber-moral adalah orang yang menumbuhkan kebajikan tertentu berdasarkan penalaran.

Dan dalam karyanya tentang psikologi dan jiwa, Aristoteles membedakan persepsi-indra dari akal yang menyatukan dan menafsirkan persepsi-indera dan merupakan sumber semua pengetahuan.

Aristoteles terkenal menolak teori-forma dari Plato, yang menyatakan bahwa sifat seperti keindahan adalah entitas-universal-abstrak yang ada-terlepas dari benda itu sendiri.

Sebaliknya, ia berpendapat bahwa forma-forma bersifat intrinsik dalam benda-benda dan ada tidak-dapat terpisah darinya, dan karenanya harus dipelajari dalam kaitannya dengan objek.

Namun, dalam membahas seni, Aristoteles tampaknya menolak pendapat itu, dan sebaliknya berpendapat tentang forma-universal-ideal yang coba ditangkap oleh para seniman dalam melakukan pekerjaan mereka.

Aristoteles adalah pendiri Lyceum, sebuah sekolah pembelajaran yang berbasis di Athena, Yunani dan dia menjadi inspirasi bagi kaum peripatetik, yaitu para pengikut-nya, murid-murid-nya dari Lyceum.


a. Hidupnya

Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagirus, sebuah koloni Yunani yang sekarang sudah punah dan merupakan pelabuhan laut di pesisir Thrace.

Ayahnya Nichomachus adalah seorang dokter keluarga-istana untuk raja Amyntas dari kerajaan-Macedonia, dan dari sinilah mulai hubungan panjang Aristoteles dengan keluarga-istana kerajaan-Macedonia, yang sangat mempengaruhi hidupnya.

Ketika ia masih anak-anak ayahnya meninggal dunia.

Pada usia 17 tahun, pengasuhnya Proxenus, mengirimnya ke Athena, pusat-intelektual dunia, untuk menyelesaikan pendidikan-nya. Dia bergabung dalam Akademi (sekolah yang didirikan oleh Lato) dan belajar di bawah bimbingan Plato, menghadiri ceramah-ceramah-nya selama dua-puluh tahun.

Di tahun-tahun akhir hubungannya dengan Plato dan Akademi, ia mulai memberi ceramah ajaran-nya sendiri, terutama mengenai masalah retorika.

Pada saat kematian Plato di tahun 347, kemampuan unggul Aristoteles yang bersinar sejak awal tampaknya telah dirancang agar berhasil menduduki pimpinan Akademi.

Tetapi perbedaan ajaran-nya dengan ajaran Plato terlalu besar untuk membuat hal itu mungkin terjadi, dan keponakan Plato bernama Speusippus akhirnya dipilih sebagai gantinya.

Atas undangan temannya ketika di Akademi bernama Hermeas, yang menjadi penguasa Atarneus dan Assos di Mysia, sebuah wilayah di Asia-kecil , merupakan pesisir sebelah barat-utara yang sekarang termasuk dalam wilayah negara Turkey, Aristoteles berangkat menuju keluarga-istana-nya.

Dia menetap selama tiga tahun, dan sementara tinggal di sana dia menikahi Pythias, keponakan dari sang-raja dan mempunyai seorang anak perempuan yang juga diberi nama Pythias.

Di kemudian hari dia menikah lagi untuk kedua kalinya dengan seorang wanita bernama Herpyllis, yang melahirkan seorang anak laki-laki bernama Nichomachus.

Pada masa akhir tahun ketiga-nya di Mysia, Hermeas ditaklukan oleh kerajaan-Persia, dan Aristoteles pergi menuju Mytilene.

Pada tahun 343 SM, atas undangan Philip raja-Macedonia, Aristoteles menjadi tutor putranya yang berusia 13 tahun bernama Alexander (yang kemudian menaklukkan dunia).

Dia menjadi pembimbing Alexander untuk lima tahun ke depan.

Baik Philip dan Alexander tampaknya telah membayar Aristoteles dengan kehormatan tinggi, dan ada cerita bahwa Aristoteles dipasok oleh keluarga-istana kerajaan-Macedonia, tidak hanya dengan dana untuk mengajar, tetapi juga dengan ribuan budak untuk mengumpulkan spesimen untuk studinya dalam ilmu-pengetahuan-alam.

Cerita-cerita ini mungkin saja salah dan tentu saja mungkin dibesar-besarkan.

Setelah kematian Philip, Alexander selanjutnya menduduki tahta kerajaan-Macedonia dan bersiap untuk melakukan penaklukan-penaklukan dunia berikutnya.

Pekerjaan Aristoteles telah selesai, dia kembali ke Athena, yang tidak dia kunjungi sejak kematian Plato pada tahun 335 SM.

Dia menemukan sekolah-sekolah Platonis berkembang di bawah Xenocrates, dan Platonisme merupakan filsafat dominan di Athena.

Dia kemudian mendirikan sekolahnya sendiri di sebuah tempat bernama Lyceum.

Saat mengajar di Lyceum, Aristoteles memiliki kebiasaan berjalan-jalan saat dia berbicara menyampaikan materi pelajaran-nya kepada murid-muridnya.

Adalah berhubungan dengan hal-ini para pengikutnya beberapa tahun kemudian dikenal sebagai kaum peripatetik, yang berarti berjalan-jalan.

Selama tiga-belas tahun berikutnya dia mencurahkan energinya untuk pengajarannya dan menyusun risalah filosofisnya.

Dia dikatakan telah memberikan dua jenis ceramah yaitu : diskusi yang lebih-rinci di pagi hari untuk kalangan dalam bagi siswa-tingkat-lanjut, dan wacana-populer di malam hari untuk para pecinta-pengetahuan-umum.

Pada kematian mendadak Alexander pada tahun 323 SM, pemerintahan pro-Macedonia di Athena kemudian digulingkan, dan terjadi reaksi umum terhadap apapun yang berbau Macedonia.

Tuduhan tentang penghinaan atau tidak-menghormati kepercayaan masyarakat Athena ditimpakan kepada Aristoteles.

Untuk menghindari tuntutan itu, dia melarikan diri ke Chalcis di Euboea, sehingga Aristoteles mengatakan :

" Orang-orang Athena mungkin tidak memiliki kesempatan lagi untuk berbuat-dosa terhadap filsafat seperti yang telah mereka lakukan kepada diri Socrates. "

Pada tahun pertama tinggal di Chalcis dia mengeluh sakit perut dan kemudian meninggal pada tahun 322 SM.


b. Karyanya

Dilaporkan bahwa tulisan Aristoteles dipegang oleh muridnya bernama Theophrastus, yang telah berhasil meneruskan kepemimpinan Aristoteles di sekolah-peripatetik.

Perpustakaan Theophrastus dialihkan kepada muridnya bernama Neleus.

Untuk melindungi buku-buku dari pencurian, ahli waris Neleus menyembunyikannya di dalam lemari besi, di mana karya-karya itu menjadi agak rusak karena kelembaban, ngengat dan cacing.

Di tempat persembunyian ini, karya-karya itu ditemukan sekitar tahun 100 SM oleh Apellicon, seorang pecinta buku yang kaya raya, dan dibawa ke Athena.

Buku-buku itu kemudian dibawa ke Roma setelah penangkapan orang-orang Athena oleh Sulla pada tahun 86 SM.

Di Roma karya-karya itu segera menarik perhatian para ilmuwan, dan edisi baru karya ini memberi dorongan baru bagi studi mengenai Aristoteles dan filsafat secara umum.

Koleksi ini merupakan dasar karya Aristoteles yang kita miliki saat ini.

Anehnya, daftar karya Aristoteles yang diberikan oleh Diogenes Laertius tidak mengandung risalah-risalah ini.

Ada kemungkinan daftar Diogenes adalah pemalsuan yang dikumpulkan pada saat karya asli-nya hilang untuk diamati.

Karya-karya Aristoteles berada di bawah tiga-kelompok besar :

(1) dialog dan karya lain yang bersifat populer,
(2) kumpulan fakta dan materi dari perlakuan ilmiah, dan
(3) karya sistematis.

Di antara tulisan-tulisan pada kelompok-pertama dengan sifat-populer, satu-satunya yang kita miliki dengan segala konsekuensinya adalah bidang-bidang yang menarik dalam karyanya On The Polity Of The Athenians.

Karya-karya pada kelompok-kedua mencakup 200 judul, kebanyakan dalam bentuk fragmen, dikumpulkan oleh sekolah Aristoteles dan digunakan sebagai penelitian.

Beberapa mungkin telah dilakukan pada saat penerus Aristoteles yaitu masa Theophrastus.

Termasuk dalam kelompok ini adalah Konstitusi 158 Negara Yunani.

Karya risalah-sistematis dari kelompok-ketiga ditandai oleh gaya tulisan yang datar, tanpa aliran bahasa keemasan yang dahulu dipuji orang-orang kuno kepada Aristoteles.

Ini mungkin karena fakta bahwa karya-karya ini tidak, dalam banyak kasus, diterbitkan oleh Aristoteles sendiri atau selama masa hidupnya, namun disunting setelah kematiannya dari manuskrip yang belum selesai.

Sampai Werner Jaeger (1912) mengambil asumsi bahwa tulisan-tulisan Aristoteles menyajikan sebuah penjelasan sistematis tentang pandangan-pandangan-nya.

Jaeger berpendapat bahwa periode-awal, tengah dan akhir (berdasar pendekatan genetik), di mana periode-awal mengikuti teori-forma dan jiwa dari karya Plato, yang periode-tengah menolak pendapat Plato, dan periode-akhir (yang mencakup sebagian besar risalah-nya) lebih berorientasi empiris.

Karya Risalah-Sistematis Aristoteles dapat dimasukan ke dalam beberapa kelompok :

Logika
1. Categories (10 classifications of terms)
2. On Interpretation (propositions, truth, modality)
3. Prior Analytics (syllogistic logic)
4. Posterior Analytics (scientific method and syllogism)
5. Topics (rules for effective arguments and debate)
6. On Sophistical Refutations (informal fallacies)

Fisika
1. Physics (explains change, motion, void, time)
2. On the Heavens (structure of heaven, earth, elements)
3. On Generation (through combining material constituents)
4. Meteorologics (origin of comets, weather, disasters)

Psikologi
1. On the Soul (explains faculties, senses, mind, imagination)
2. On Memory, Reminiscence, Dreams, and Prophesying

Sejarah Alam
1. History of Animals (physical/mental qualities, habits)
2. On the parts of Animals
3. On the Movement of Animals
4. On the Progression of Animals
5. On the Generation of Animals
6. Minor treatises
7. Problems

Filosofi
1. Metaphysics (substance, cause, form, potentiality)
2. Nicomachean Ethics (soul, happiness, virtue, friendship)
3. Eudemain Ethics
4. Magna Moralia
5. Politics (best states, utopias, constitutions, revolutions)
6. Rhetoric (elements of forensic and political debate)
7. Poetics (tragedy, epic poetry)



Sumber :
http://www.iep.utm.edu/aristotl/
Pemahaman Pribadi



Sunday, September 3, 2017

Rene Descartes 10 : Moral


a. Pedoman Moral Sementara

Dalam bagian 3 pada Discourse on Method, Descartes menjabarkan pedoman-moral-sementara yang dengan-nya dia berencana untuk menjalani kehidupan saat dirinya terikat oleh metodologi-keraguan untuk mencari kepastian-yang-mutlak.

Pedoman yang terdiri "tiga-atau-empat maksim (aturan)" ini ditetapkan agar dia tidak dibekukan oleh ketidakpastian dalam urusan praktis-kehidupan.

Maksim ini dapat diparafrasekan sebagai berikut :

1. Menaati hukum dan kebiasaan/adat negara saya, berpegang teguh pada agama Katolik, dan mengatur diri terhadap semua hal-hal lain sesuai pendapat paling-moderat yang diterima dalam praktik oleh orang-orang yang paling-masuk-akal.

2. Bersikap setuju serta memutuskan dalam tindakan yang paling-mungkin dan terus mengikuti/memegang pendapat yang paling-meragukan sekalipun begitu pendapat itu telah diputuskan/diambil.

3. Mencoba menguasai diri daripada berharap/menggantungkan pada keberuntungan, dan mengubah hasrat-diri daripada mengubah tatanan-dunia/lingkungan.

4. Tinjau ulang berbagai profesi dan pilih yang terbaik (AT VI 23-28: CSM I 122-125).

Dorongan utama pedoman-moral-pertama adalah untuk menjalani kehidupan yang moderat-dan-masuk-akal ketika kepercayaan yang dipegang sebelumnya telah dibuang/ditinggalkan karena ketidakpastian mereka.

Oleh karena itu, adalah masuk-akal untuk menunda penilaian terhadap masalah-masalah tersebut sampai ditemukan kepastian.

Agaknya Descartes menanggalkan hukum dan kebiasaan/adat di negara tempat dia tinggal karena ketidak-mungkinan mereka mengarahkan-nya ke jalan-yang-salah ketika keyakinan-moral-nya sendiri telah ditangguhkan.

Juga, tindakan orang-orang yang masuk-akal, yang menghindari jalan-ekstrim dan mengambil jalan-tengah, dapat memberikan pedoman-sementara untuk bertindak sampai keyakinan-moral-nya ditetapkan dengan kepastian-yang-mutlak.

Selain itu, meskipun dalam karyanya Meditations, Descartes tampak membawa kepercayaan-agama-nya ke dalam keraguan, dia tidak melakukan-nya dalam karya Discourse on Method.

Karena menurutnya kepercayaan-agama dapat diterima berdasarkan iman tanpa mensyaratkan kepastian-mutlak berdasar penilaian-rasional tertentu kepercayaan-agama bukanlah subjek metodologi-keraguan seperti yang dikenakan dalam karyanya Discourse on Method.

Dengan demikian, keyakinan-agama-nya juga bisa menjadi panduan untuk perilaku moral selama masa keraguan ini.

Oleh karena itu, pedoman-moral-pertama dimaksudkan untuk memberi panduan yang kemungkinan besar akan mengarahkan Descartes pada kinerja tindakan baik-secara-moral.

Pedoman-moral-kedua mengungkapkan sikap-setuju-dalam-wujud-tindakan sehingga menghindari tidak melakukan apa-apa (kelambanan) yang dihasilkan karena keraguan-dan-ketidakpastian.

Descartes menggunakan contoh seorang pengembara yang tersesat di dalam hutan.

Pengembara ini seharusnya tidak sekedar mengharapkan sesuatu (bantuan) atau hanya berdiri diam di tempat, sehingga dia tidak akan pernah menemukan jalan-keluar dari hutan.

Sebagai gantinya, dia harus terus berjalan dengan arah-garis-lurus dan tidak-boleh mengubah arah karena alasan-alasan kecil.

Sehingga, meski pengembara mungkin tidak berakhir di tempat yang dia inginkan, setidaknya dia akan lebih-baik daripada tetap berada di tengah hutan.

Demikian pula, karena tindakan praktis biasanya harus dilakukan tanpa-penundaan, biasanya tidak-ada waktu untuk menemukan serangkaian tindakan yang paling-benar atau paling-pasti, namun seseorang harus mengikuti jalan yang paling-mungkin.

Bahkan, meski tidak-ada-jalan yang tampak paling-mungkin, beberapa jalan harus dipilih dan dipaksakan dengan tepat dan diperlakukan sebagai yang paling-benar dan paling-pasti.

Dengan mengikuti pedoman-moral ini, Descartes berharap untuk menghindari penyesalan yang dialami oleh mereka yang menetapkan sesuatu yang dianggap-baik tetapi pada akhirnya mereka kemudian menilai bahwa itu tidak-baik.

Pedoman-moral-ketiga memerintahkan Descartes untuk menguasai dirinya sendiri dan bukan mengandalkan pada keberuntungan.

Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa semua-yang-ada dalam kendalinya hanyalah pikiran-nya sendiri dan tidak-ada yang lain.

Oleh karena itu, kebanyakan hal adalah di luar kendalinya.

Pandangan ini memiliki beberapa implikasi.

Implikasi-pertama, jika dia telah melakukan yang terbaik namun gagal mencapai sesuatu, maka itu berarti dia tidak-berada dalam kekuatan untuk mencapainya.

Hal ini karena usaha terbaik-nya sendiri tidak cukup untuk mencapai tujuan itu, dan entah bagaimana usaha-apapun yang mencukupi untuk mencapai tujuan itu berada di luar kekuasaanya/kemampuannya.

Implikasi-kedua adalah dia hanya menginginkan hal-hal yang berada dalam kekuasaan/kemampuan untuk memperoleh-nya, dan oleh karena itu dia harus mengendalikan keinginan-nya daripada mencoba menguasai hal-hal di luar kendali-nya.

Dengan cara ini, Descartes berharap untuk menghindari penyesalan yang dialami oleh mereka yang memiliki keinginan yang tidak-dapat dicapai/dipuaskan, karena kepuasan ini berada di luar jangkauan mereka.

Sulit untuk melihat mengapa pedoman-moral-keempat disertakan.

Sesungguhnya, Descartes sendiri tampak ragu untuk memasukkan-nya saat dia menyatakan sejak awal bahwa pedoman-moral-sementara-nya terdiri dari "tiga-atau-empat maksim".

Meskipun dia tidak memeriksa pekerjaan lain, Descartes puas dengan pekerjaannya saat itu karena kebahagiaan yang diperolehnya dengan menemukan kebenaran-baru dan tidak-diketahui secara luas.

Hal ini tampaknya mengandung arti pilihan pekerjaan yang tepat dapat memastikan tingkat-kepuasan yang tidak-dapat dicapai jika seseorang terikat dalam pekerjaan yang tidak-sesuai.

Descartes juga mengklaim bahwa pekerjaannya saat itu adalah dasar bagi tiga-pedoman-moral lain-nya, karena pekerjaan-nya adalah rencana-nya saat itu untuk melanjutkan petunjuk-petunjuk yang telah memunculkan tiga-pedoman-moral itu.

Dia menyimpulkan dengan sebuah diskusi singkat tentang bagaimana pola pekerjaan-nya mengarah pada perolehan pengetahuan, yang pada gilirannya, akan membawa semua hal-hal-baik ke dalam genggaman-nya.

Poin terakhirnya adalah bahwa belajar cara-terbaik untuk menilai apa yang baik-dan-buruk memungkinkan-nya untuk bertindak dengan baik dan mencapai semua kebajikan-dan-kebaikan yang dapat dicapai.

Kebahagiaan terjamin ketika titik ini tercapai dengan kepastian.


b. Kemurahan Hati

Setelah karyanya Discourse on Method pada tahun 1637, Descartes tidak-lagi membahas masalah moralitas dengan serius sampai korespondensi dengan Putri Elizabeth pada tahun 1643, yang kemudian menjadi puncak-topik menonjol tentang kemurahan-hati di bagian 3 dalam karyanya Passions of the Soul.

Mengingat jarak waktu antara refleksi-refleksi utamanya tentang moralitas, mudah untuk melekatkan Descartes dengan dua-sistem-noral yaitu pedoman-moral-sementara dan etika-kemurahan-hati.

Namun, pemikiran moral Descartes selanjutnya mempertahankan versi pedoman-moral-kedua dan ketiga tanpa banyak menyebut pedoman-moral yang pertama dan yang keempat.

Hal ini menunjukkan bahwa teori-moral Descartes benar-benar merupakan pengembangan dari pemikiran awal-nya dengan pedoman-moral-kedua dan ketiga sebagai intinya.

Pada Passions of the Soul, bagian 3, bab 153, Descartes berpendapat bahwa kebajikan kemurahan-hati :

" menyebabkan harga-diri seseorang menjadi sama-besar-nya dengan pengakuan yang ada (yang diperoleh) dan kemurahan-hati memiliki dua-komponen. "

Komponen-pertama adalah mengetahui bahwa hanya kebebasan-menentukan-kehendak berada di dalam kekuasaan siapa-pun.

Oleh karena itu, seseorang seharusnya disanjung atau disalahkan karena menggunakan kebebasan-nya dengan baik-atau-buruk.

Komponen-kedua adalah perasaan/sikap "setuju dan keteguhan yang tetap" untuk menggunakan kebebasan dengan baik sehingga seseorang tidak kehilangan kehendak untuk melakukan apa-pun yang dinilainya terbaik.

Perhatikan bahwa kedua komponen kemurahan-hati berhubungan dengan maksim kedua-dan-ketiga dari pedoman-moral-sementara sebelumnya.

Komponen-pertama mengingatkan pada maksim-ketiga dalam pengakuan kebebasan seseorang untuk memilih serta kontrol yang dimiliki atas keputusan terhadap kehendak-atau-keinginan mereka, dan karena itu mereka harus dipuji dan disalahkan hanya untuk hal-hal yang berada dalam genggaman/jangkauan mereka.

Komponen-kedua berkaitan dengan maksim-kedua yang berhubungan dengan sikap-setuju-yang-teguh dan tindakan-yang-tegas.

Kemurahan-hati mensyaratkan keyakinan-yang-teguh untuk menggunakan kehendak-bebas dengan tepat, sementara maksim-kedua adalah sebuah jeteguhan untuk berpegang pada penilaian yang paling-mungkin mengarah pada tindakan yang baik tanpa-ada alasan yang signifikan untuk mengubah arah.

Meskipun demikian, perbedaan antara dua pedoman-moral ini adalah bahwa pedoman-moral-sementara dalam Discourse on Method berfokus pada penggunaan-yang-benar dan keteguhan-dalam-bertindak terhadap penilaian-penilaian yang mungkin, sedang etika-kemurahan-hati yang ketiga menekankan sebuah sikap-setuju-yang-teguh untuk menggunakan kehendak-bebas dengan tepat/benar.

Oleh karena itu, dalam kedua sistem-moral itu, penggunaan yang benar dari fakultas-mental yang disebut penilaian dan kehendak-bebas, dan usaha yang teguh untuk memburu apa yang dinilainya baik adalah diwujudkan dalam tindakan.

Hal ini, selanjutnya, akan mengarahkan kita pada keadaan kemurahan-hati yang sejati sehingga secara sah menghargai diri kita sendiri karena telah menggunakan fakultas-mental dengan benar yang dengan cara itu manusia adalah paling mirip dengan Tuhan.


Sumber:
http://www.iep.utm.edu/descarte/#H1
Pemahaman Pribadi