Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Sunday, July 30, 2017

Rene Descartes 5 : Tuhan


a. Argumen Sebab-Akibat

Pada awal karyanya Third Meditation hanya "Saya ada" dan "Saya substansi-berpikir" yang melampaui keraguan dan karena itu, mutlak-pasti.

Dari kebenaran-pasti-mutlak yang dipahami secara intuitif ini, Descartes sekarang melanjutkan untuk menyimpulkan keberadaan sesuatu selain dirinya, yang disebut Tuhan. Descartes memulainya dengan memikirkan :

" Apa yang pasti dibutuhkan oleh sesuatu untuk menjadi penyebab yang memadai bagi akibat-nya ? Ini yang disebut sebagai prinsip-penyebab-yang-memadai (causal-adequacy-principle) " seperti yang dinyatakan sebagai berikut :

" Harus terdapat realitas di dalam semua-penyebab, yang banyaknya paling-tidak sama-dengan yang terdapat di dalam akibat-yang-di-sebab-kan olehnya. ", yang pada gilirannya mengimplikasikan bahwa sesuatu yang-ada tidak dapat berasal dari ke-tidak-ada-an. (AT VII 40: CSM II 28)

Disini Descartes mengadopsi teori-kausalitas (sebab-akibat) yang mengandung arti :

" Apapun yang dimiliki oleh suatu-akibat harus diberikan kepada-nya oleh penyebab-nya. "

Sebagai contoh, ketika satu panci air di-panas-kan sampai mendidih, pasti ada-panas yang diterima dari suatu penyebab yang memiliki/mengandung panas, setidaknya-sama-dengan panas yang dibutuhkan untuk mendidihkan sepanci air itu.

Sesuatu yang tidak-cukup memiliki/mengandung panas tidak bisa menyebabkan sepanci air itu mendidih, karena tidak memiliki cukup-realitas yang dibutuhkan untuk mewujudkan akibat itu (air mendidih).

Dengan kata lain, sesuatu tidak bisa memberikan apa yang tidak dimiliki-nya.

Descartes melanjutkan menerapkan prinsip ini untuk penyebab dari ide/gagasan-nya.

Versi dari penyebab-yang-memadai ini menyatakan bahwa :

" Realitas apapun yang terkandung secara objektif di dalam sebuah ide/gagasan, realitas-itu harus terdapat secara formal-atau-berlebih (eminen) di dalam penyebab ide/gagasan itu. "

Sekarang pahami definisi beberapa istilah kunci secara berurutan.

Pertama, realitas-objektif yang terdapat di dalam sebuah ide/gagasan hanyalah representasi kandungan realitas dari objek-penyebab-nya.

Dengan kata lain, adalah realitas yang dimiliki oleh objek-penyebab dari ide/gagasan itu.

Ide/gagasan-matahari, misalnya, di dalam-nya terdapat realitas yang dimiliki matahari secara objektif karena matahari adalah i>penyebab-ide/gagasan itu
.

Kedua, realitas-formal adalah realitas yang terkandung di dalam sesuatu agar sesuatu itu menjadi ada.

Misalnya, matahari itu sendiri memiliki realitas-formal agar menjadi ada yaitu badannya-yang-menempati-ruang karena matahari merupakan substansi-terbatas-badan-yang-menempati-ruang.

Yang terakhir, realitas-berlebih (eminen) adalah realitas yang terdapat di dalam sesuatu dengan berlebih, yaitu ketika realitas itu terdapat pada tingkat-yang-lebih-tinggi di atas realitas-formal yang dimiliki oleh sesuatu itu sedemikian sehingga :

(1) Sesuatu itu tidak mempunyai realitas-formal yang dimiliki oleh substansi dengan tingkat-realitas-yang-lebih-tinggi itu, tetapi

(2) Substansi dengan tingkat-realitas-yang-lebih-tinggi itu memiliki kemampuan menjadi penyebab untuk realitas-formal pada substansi yang lain.

Sebagai contoh, Tuhan bukanlah sebuah substansi-terbatas-yang-menempati-ruang secara formal, tetapi semata-mata hanya substansi-berpikir.

Meskipun demikian, realitas-formal yang dimiliki Tuhan terdapat secara berlebih (eminen) di dalam alam-semesta yang merupakan substansi-terbatas-yang-menempati-ruang

Realitas-formal yang dimiliki Tuhan yaitu pada tingkat-realitas-formal yang dimiliki oleh substansi-tak-terbatas untuk ada, terdapat pada tingkat-yang-lebih-tinggi dari realitas-formal yang dimiliki alam-semesta.

Oleh karena itu Tuhan memiliki kemampuan untuk menjadi penyebab keberadaan alam-semesta karena realitas-formal yang dimiliki alam-semesta lebih rendah tingkat-nya dari realitas-formal yang dimiliki Tuhan.

Poin utamanya adalah bahwa penyebab-yang-memadai juga berlaku pada penyebab bagi ide/gagasan sehingga, misalnya, ide/gagasan tentang matahari harus di-sebab-kan oleh sesuatu yang mengandung realitas-matahari baik secara formal-atau-berlebih (eminen) dengan tingkat-yang-lebih-tinggi.

Begitu prinsip ini ditetapkan, Descartes mencari sebuah ide/gagasan yang tidak bisa di-sebab-kan oleh dirinya.

Berdasar prinsip di atas, dirinya bisa menjadi penyebab untuk realitas-obyektif di dalam ide/gagasan apapun yang dimilikinya, baik yang mengandung realitas-formal maupun realitas-berlebih (eminen).

Dirinya secara formal merupakan substansi-terbatas, karena menurut Descartes, dirinya adalah substansi-pikiran, yang merupakan substansi-terbatas, dan oleh karena itu dirinya bisa menjadi penyebab bagi ide/gagasan yang mengandung realitas-objektif dari sebuah substansi-terbatas.

Bahkan, karena substansi-terbatas hanya membutuhkan syarat keberadaan Tuhan untuk ada-nya sedangkan modus-modus membutuhkan syarat keberadaan-substansi-terbatas dan keberadaan-Tuhan untuk ada-nya, maka substansi-terbatas lebih tinggi tingkat ada-nya daripada modus-modus.

Dengan demikian, realitas-formal yang dimiliki substansi-terbatas bukanlah realitas-formal bagi modus-modus tetapi merupakan realitas-berlebih (eminen), dan oleh karena itu dirinya bisa menjadi penyebab untuk semua ide/gagasan dari modus-modus-nya.

Tetapi ide/gagasan tentang Tuhan adalah sebuah ide/gagasan tentang substansi-tak-terbatas.

Karena substansi-terbatas mempunyai tingkat-ada yang lebih rendah daripada substansi-tak-terbatas berdasarkan prinsip kemandirian-mutlak-yang-terakhir, sejalan dengan itu Descartes menyatakan, bahwa dirinya sebagai substansi-terbatas, tidak dapat menjadi penyebab bagi ide/gagasan sebuah substansi-tak-terbatas.

Bahwa ide/gagasan-Tuhan bukanlah dirinya yang menciptakan.

Hal ini karena substansi-terbatas tidak memiliki realitas-yang-memadai untuk menjadi penyebab bagi ide/gagasan dari substansi-tak-terbatas.

Jika substansi-terbatas menjadi penyebab untuk ide/gagasan dari substansi-tak-terbatas, lalu dari mana mendapatkan realitas-ekstra itu ?

Tetapi sebuah ide/gagasan harus berasal dari sesuatu-yang-ada.

Sehingga sesuatu-yang-ada, yang merupakan sebuah substansi-tak-terbatas, yang disebut Tuhan, harus menjadi penyebab bagi ide/gagasan dari sebuah substansi-tak-terbatas.

Oleh karena itu, ada-nya Tuhan sebagai satu-satunya penyebab yang mungkin untuk ide/gagasan tentang Tuhan.

Perhatikan bahwa dalam argumen ini Descartes membuat kesimpulan-langsung dari ide/gagasan sebuah substansi-tak-terbatas hingga menyimpulkan keberadaan-Tuhan.

Dia memberikan argumen lain yang bersifat kosmologis untuk menanggapi kemungkinan keberatan terhadap argumen pertama ini.

Keberatan ini adalah bahwa penyebab dari substansi-terbatas yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan, bisa juga merupakan substansi-terbatas dengan ide/gagasan tentang Tuhan.

Sehingga pertanyaan, apa penyebab dari substansi-terbatas yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan?

Jawabannya adalah, substansi-terbatas-lain yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan.

Jika dilanjutkan, apa penyebab dari substansi-terbatas-lain yang memiliki ide/gagasan tentang Tuhan ?

Jawabannya adalah, substansi-terbatas-lain-lagi. . . Dan seterusnya sampai tak terhingga (tak terbatas).

Akhirnya, penyebab-akhir dari ide/gagasan tentang Tuhan harus dicapai untuk memberikan penjelasan yang memadai tentang penyebab/ada yang pertama dan dengan demikian menghentikan regresi yang tak terbatas itu.

Penyebab-akhir itu pasti adalah Tuhan, karena hanya Dia yang memiliki cukup-realitas untuk mewujudkan-Nya.

Hanya Tuhan yang memiliki realitas-formal untuk substansi-tak-terbatas.

Jadi, pada akhirnya, Descartes mengklaim telah menyimpulkan keberadaan Tuhan dari intuisi-keberadaan Descartes sendiri sebagai sebuah substansi-terbatas melalui ide/gagasan tentang Tuhan dan penyebab-yang-memadai, yang harus menjadi intuisi yang pasti juga.


b. Argumen Ontologis

Argumen ontologis ditemukan dalam karyanya Fifth Meditation dan mengikuti garis penalaran geometris yang lebih lurus dan langsung.

Di sini Descartes berpendapat bahwa keberadaan Tuhan dapat disimpulkan melalui ide/gagasan dari ciri-karakteristik (nature) yang dimiliki-Nya sama seperti fakta pada segitiga bahwa, besarnya-sudut-luar-dari-sudut-ke-tiga-sama-dengan-jumlah-sudut-dalam-dari-dua-sudut-lainnya yang dapat disimpulkan melalui ide/gagasan dari ciri-karakteristik (nature) yang dimiliki segitiga.

Intinya adalah bahwa sifat (properties) itu terkandung di dalam ciri-karakteristik (nature) segitiga, dan karenanya sifat (properties) tidak dapat dipisahkan dari ciri-karakteristik (nature) segitiga itu sendiri.

Demikian juga, ciri-karakteristik (nature) segitiga tanpa sifat (properties) itu tidak dapat dipahami/dimengerti.

Demikian pula, jelas bahwa ide/gagasan tentang Tuhan adalah ada-yang-paling-sempurna, yaitu ada-dengan-semua-kesempurnaan-sampai-tingkat-tertinggi.

Selain itu, keberadaan adalah syarat dari sebuah kesempurnaan, setidaknya sejauh seperti yang akan paling disetujui, bahwa Tuhan lebih baik ada daripada tidak-ada.

Sekarang, jika ide/gagasan tentang Tuhan tidak mengandung keberadaan-Nya, maka ide/gagasan itu akan kehilangan kesempurnaan-Nya.

Dengan demikian, Ia tidak lagi menjadi ide/gagasan tentang ada-yang-paling-sempurna tetapi merupakan ide/gagasan tentang sesuatu dengan ke-tidak-sempurnaan-nya, yaitu keberadaan-nya tidak-ada, dan selanjutnya, hal itu tidak lagi menjadi ide/gagasan tentang Tuhan.

Oleh karena itu, ide/gagasan tentang ada-yang-paling-sempurna atau Tuhan dengan tanpa-keberadaan-Nya tidak dapat dimengerti.

Ini juga berarti bahwa keberadaan-Nya terkandung di dalam esensi-substansi-Nya yang-tak-terbatas, dan karena itu Tuhan harus ada dengan ciri-karakteristik (nature)-Nya yaitu yang-paling-sempurna.

Memang, usaha untuk memahami bahwa Tuhan-tidak-ada akan seperti mencoba untuk memahami gunung-tanpa-lembah. Hal itu tidak dapat dilakukan.


Sumber:
http://www.iep.utm.edu/descarte/#H1
Pemahaman Pribadi


Tuesday, July 25, 2017

Rene Descartes 4 : Pikiran


a. Cogito, ergo sum

Dalam karyanya Second Meditation, Descartes mencoba untuk menetapkan kepastian-yang-mutlak dalam penalarannya yang terkenal :

"Cogito, ergo sum" atau "Saya berpikir, saya ada".

Meditasi ini dilakukan dari perspektif orang-pertama, dari Descartes sendiri.

Meskipun demikian, dia mengharapkan pembacanya untuk bermeditasi bersama dengan-nya untuk melihat bagaimana kesimpulan itu dapat dicapai.

Hal ini sangat penting dalam karyanya Second Meditation dimana penangkapan kebenaran secara intuitif "Saya ada" terjadi.

Jadi pembahasan tentang kebenaran ini, terjadi dari perspektif orang pertama atau "Saya" .

Dalam meditasi sebelumnya dalam karyanya First Meditation semua kepercayaan-sensorik telah ditemukan/diketahui penuh keraguan, dan oleh karena itu semua kepercayaan semacam itu sekarang dianggap salah.

Ini termasuk kepercayaan bahwa "Saya memiliki tubuh yang dilengkapi dengan organ-sensorik-indera".

Tetapi apakah dugaan-kesalahan terhadap kepercayaan ini berarti bahwa : "Saya tidak ada ?"

Jawabannya adalah : Tidak !

Karena jika Saya meyakinkan diri Saya bahwa kepercayaan-saya adalah salah, maka pasti-lah "Ada saya" yang sedang diyakinkan itu.

Lebih lagi, bahkan jika Saya ditipu oleh setan-jahat, maka "Saya harus ada" hanya agar bisa ditipu.

Sehingga :

" Akhirnya Saya harus menyimpulkan bahwa proposisi 'Saya ada' pasti-benar setiap itu disampaikan oleh Saya atau dikonsepsikan di dalam pikiran Saya. " (AT VII 25: CSM II 16-17)

Ini hanya berarti bahwa satu-satunya kenyataan bahwa "Saya berpikir", terlepas dari apakah yang Saya pikirkan itu benar atau salah, mengimplikasikan bahwa "pasti-ada-sesuatu" yang terlibat dalam aktivitas itu, yang disebut sebagai "Saya".

Sehingga, "Saya ada" bukanlah keraguan dan oleh karena itu adalah kepercayaan-pasti-mutlak, yang berfungsi sebagai sebuah aksioma yang dari sana kebenaran-pasti-mutlak yang lain dapat disimpulkan.

b. Sifat Pikiran dan Ide/Gagassan

Karyanya Second Meditation berlanjut dengan pertanyaan Descartes, "Apakah aku ?".

Setelah membuang konsep tradisional skolastik-Aristotelian tentang "manusia sebagai binatang-rasional" karena kesulitan yang inheren dalam mendefinisikan "rasional" dan "hewan" akhirnya Descartes menyimpulkan bahwa dia (aku) adalah substansi-berpikir atau sebuah-pikiran :

" Substansi yang meragukan, memahami, menyetujui, menolak, berkehendak, tidak berkehendak dan juga membayangkan dan memiliki persepsi-indra. " (AT VII 28: CSM II 19)

Dalam karyanya Principles of Philosophy, bagian I, bab 32 dan 48, Descartes membedakan persepsi-intelektual dan kehendak sebagai selayaknya hanya dimiliki oleh sifat-karekteristik dari pikiran saja, sementara imajinasi-dan-sensasi, adalah fakultas-pikiran sejauh ia bersatu dengan badan.

Jadi imajinasi-dan-sensasi adalah fakultas-pikiran yang lebih lemah daripada intelek-dan-kehendak, karena mereka membutuhkan badan untuk menjalankan fungsinya.

Akhirnya, dalam Sixth Meditation, Descartes berpendapat bahwa pikiran atau "Saya" adalah substansi-yang-tidak-menempati-ruang.

Dan sekarang, karena menempati-ruang adalah sifat-karekteristik dari badan, juga merupakan ciri-tubuh/badan yang penting, maka sejalan dengan itu, pikiran sesuai dengan sifatnya bukanlah-badan melainkan substansi-immaterial.

Oleh karena itu, jawaban pertanyaan "Apakah aku ?" adalah substansi-immaterial-berpikir dengan fakultas-intelek dan kehendak.

Penting juga untuk memperhatikan bahwa pikiran adalah substansi dan cara-eksistensi (modus) dari sebuah substansi-berpikir adalah ide/gagasan-nya.

Bagi Descartes sebuah substansi adalah sesuatu yang tidak memerlukan apapun untuk keberadaan-nya.

Secara terbatas, ini hanya berlaku untuk Tuhan yang eksistensi-Nya adalah esensi-Nya, namun istilah substansi dapat diterapkan pada ciptaan-Nya dengan kualitas-yang-memadai menurut Akal.

Pikiran adalah substansi karena, untuk ada, tidak memerlukan apapun kecuali persetujuan Tuhan sebagai sumber segala yang ada.

Tetapi ide/gagasan adalah cara-eksistensi (modus) dari pikiran, sehingga cara-eksistensi (modus) bukanlah substansi, karena harus menjadi ide/gagasan di dalam sebuah pikiran atau yang lainnya.

Jadi, ide/gagasan memerlukan, selain persetujuan Tuhan, yaitu Ada-nya substansi-berpikir agar ide/gagasan itu menjadi ada (lihat Principles of Philosophy, bagian I, bab 51 52).

Oleh karena itu, pikiran adalah substansi-immaterial-berpikir, sedang ide/gagasan yang dimiliki adalah cara-eksistensi (modus) pikiran-nya.

Descartes melanjutkan untuk membedakan tiga-jenis-ide/gagasan pada awal karyanya Third Meditation, yaitu ide/gagasan-yang-di-buat (fabrikasi), ide/gagasan-yang-berasal-dari-luar (adventif), dan ide/gagasan-bawaan (innate).

Ide/gagasan-yang-di-buat hanyalah penemuan-pikiran saja.

Dengan demikian, pikiran bisa mengendalikan-nya sehingga bisa diperiksa/diteliti dan diabaikan/ ditolak/disisihkan/dikesampingkan sesuai kehendak hati dan isi di dalamnya bisa diubah misalnya ide/gagasan Santa-Claus.

Ide/gagasan-berasal-dari-luar adalah sensasi-sensasi yang dihasilkan oleh benda-benda materi yang ada di luar-pikiran.

Tetapi, tidak seperti ide/gagasan-yang-di-buat, ide/gagasan-yang-berasal-dari-luar tidak dapat diperiksa/diteliti dan diabaikan/ditolak/disisihkan/dikesampingkan sesuai kehendak hati dan konten-internal mereka tidak dapat dimanipulasi oleh pikiran.

Misalnya, tidak peduli seberapa keras seseorang berusaha, jika seseorang berdiri di dekat api, dia tidak-bisa menolak rasa-panas sebagai panas.

Dia tidak bisa menyisihkan ide/gagasan-sensoris tentang panas dengan hanya menginginkan-nya seperti yang bisa kita lakukan dengan ide/gagasan Santa-Claus, misalnya.

Dia juga tidak bisa mengubah isi internal-nya sehingga bisa merasakan sesuatu selain panas, katakanlah rasa dingin, misalnya.

Akhirnya, ide/gagasan-bawaan ditempatkan di dalam pikiran oleh Tuhan pada saat penciptaan.

Ide/gagasan ini bisa diperiksa/diteliti dan dikesampingkan sesuka hati tapi konten-internal mereka tidak bisa dimanipulasi.

Ide/gagasan-geometris adalah contoh paradigma ide/gagasan-bawaan.

Misalnya, ide/gagasan tentang sebuah segitiga dapat diperiksa dan disisihkan sesuka hati, namun isi-internal-nya tidak dapat dimanipulasi sehingga berhenti menjadi sebuah ide/gagasan gambar dengan tiga-sisi.

Contoh lain dari ide/gagasan-bawaan adalah prinsip-metafisik seperti "Apa yang telah terjadi tidak dapat dibatalkan", ide/gagasan tentang pikiran, dan ide/gagasan tentang Tuhan.

Ide/gagasan Descartes tentang Tuhan akan dibahas sebentar lagi, namun perhatikan pendapatnya bahwa substansi-pikiran lebih dikenal daripada substansi-badan.

Inilah maksud utama contoh tentang lilin yang ditemukan dalam karyanya Second Meditation.

Di sini, Descartes berhenti sejenak dari metodologi-keraguan-nya untuk memeriksa sepotong lilin yang segar dari sarang lebah :

" Ini belum cukup kehilangan rasa madu. Ia menyimpan beberapa aroma bunga yang dari sana ia mengumpulkan-nya. Bentuk dan ukuran, warnanya jelas terlihat. Ia keras, dingin dan bisa dipegang dengan mudah. Jika anda mengetuk dengan buku jari anda itu mengeluarkan suara. " (AT VII 30: CSM II 20)

Intinya adalah bahwa indera merasakan/menerima/menangkap kualitas tertentu dari lilin seperti kekerasan, bau, dan sebagainya.

Tetapi, saat lilin dipindahkan mendekati api, semua kualitas yang di-indra ini berubah.

" Lihatlah : rasa-sisa-lilin dihilangkan, baunya pergi, warnanya berubah, bentuknya hilang, ukurannya bertambah, menjadi cair dan panas. " (AT VII 30: CSM II 20)

Namun, terlepas dari perubahan apa yang dirasakan/diterima/ditangkap indera dari lilin, lilin tetap dinilai sebagai lilin yang sama seperti sebelumnya dengan tetap menyebutnya lilin.

Untuk menjamin penilaian ini, sesuatu-yang-tidak-berubah dalam lilin pasti telah dirasakan/diterima/ditangkap .

Penalaran ini menetapkan setidaknya tiga-poin-penting.

Pertama, semua sensasi melibatkan sejumlah penilaian, yang merupakan sebuah modus-mental (cara-eksistensi substansi-mental/immaterial).

Oleh karena itu, setiap sensasi, menurut Akal adalah modus-mental, dan :

" semakin banyak atribut [yaitu, modus-modus] yang kita temukan dalam substansi yang sama, semakin jelas pengetahuan kita tentang substansi itu. " (AT VIIIA 8: CSM I 196)

Berdasarkan prinsip ini, pikiran lebih diketahui daripada badan, karena pikiran memiliki ide/gagasan tentang substansi-yang-menempati-ruang maupun substansi-mental (yang-tidak-menempati-ruang), dan karena itu pikiran telah menemukan lebih banyak atribut (modus-modus) di dalam dirinya daripada di dalam substansi-yang-memiliki-badan, ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa apa yang tidak dapat diubah dalam lilin adalah badan-lilin-yang-menempati-ruang dalam panjang, luas dan kedalaman-nya, yang tidak dapat dirasakan/diterima/ditangkap oleh indera tetapi oleh substansi-pikiran saja.

Bentuk dan ukuran-lilin adalah modus-badan untuk menempati-ruang ini dan karena itu dapat diubah.

Namun badan yang menyusun lilin ini tetap sama dan mengijinkan penilaian bahwa badan dengan modus yang ada di dalam-nya setelah dipindahkan ke dekat api adalah badan yang sama seperti sebelumnya meskipun semua kualitasnya yang dapat di-indera telah berubah.

Satu pelajaran terakhir adalah bahwa Descartes mencoba meninggalkan kebiasaan pembacanya dari ketergantungan pada citra-indera sebagai sumber, atau bantuan, pengetahuan.

Sebagai gantinya, orang harus terbiasa berpikir tanpa-gambar untuk memahami benda-benda dengan jernih, bukan pembacaan atau penangkapan akurat representasi dari benda-benda, misalnya, Tuhan dan pikiran.

Jadi, menurut Descartes, substansi-immaterial atau substansi-mental lebih diketahui dan, oleh karena itu, adalah sumber pengetahuan yang lebih baik daripada substansi-yang-menempati-ruang.


Sumber:
http://www.iep.utm.edu/descarte/#H1
Pemahaman Pribadi



Sunday, July 23, 2017

Rene Descartes 3 : Metodenya


Aristoteles dan ahli dialektika abad pertengahan pengikutnya menetapkan satu bentuk argumen yang diterima cukup luas, meski terbatas, yang dikenal sebagai silogisme yang terdiri dari premis-umum/mayor, premis-terbatas/minor dan sebuah kesimpulan.

Meskipun Descartes mengakui bahwa bentuk silogisme ini menjaga kebenaran dari premis-premis sampai kesimpulan sedemikian hingga jika premis-premis itu benar, maka kesimpulan-nya pasti benar, dia tetap menemukan adanya kesalahan.

Pertama, premis-premis ini seharusnya diketahui kepastian-nya, faktanya premis-premis itu hanya diyakini karena premis-premis itu hanya mengekspresikan probabilitas berdasarkan sensasi.

Oleh karena itu, kesimpulan yang berasal dari premis-premis yang hanya merupakan kemungkinan saja, dengan sendirinya hanyalah kemungkinan juga, dan oleh karena itu, silogisme-kemungkinan ini lebih meningkatkan keraguan daripada pengetahuan.

Lebih lagi, penggunaan metode ini oleh orang-orang yang mendalami tradisi skolastik telah mengarah pada semacam dugaan dan dugaan-halus. Sehingga argumen-masuk-akal yang melawannya mudah untuk dibangun, yang ini menyebabkan kerancuan/kebingungan yang besar.

Akibatnya, tradisi skolastik telah menjadi semacam jejaring-argumen yang membingungkan, argumen yang bertentangan dengannya dan argumen-argumen dengan perbedaan yang halus/tipis sehingga kebenaran sering tersesat di celah-celah-nya. ( Rules for Direction of the Mind, AT X 364, 405-406 430: CSM I 11-12, 36 51-52 ).

Descartes mencari cara menghindari kesulitan ini melalui kejelasan-dan-kepastian-mutlak dengan demonstrasi-secara-geometris.

Dalam geometri, teorema merupakan kesimpulan yang ditarik dari sekumpulan aksioma yang jelas terbukti dengan sendirinya (self-evident) dan disepakati secara universal mengenai definisinya.

Sejalan dengan itu, penangkapan kebenaran-langsung-yang-jelas-sederhana-dan-pasti (aksioma) dengan intuisi dan kesimpulan yang ditarik dari kebenaran-nya dapat mengarah pada pengetahuan-baru dan tak-terbantahkan.

Descartes menjanjikan ini karena beberapa alasan.

Pertama, ide/gagasan-geometri-jelas-dan-terpilah, dan karena itu mudah dimengerti tidak seperti ide/gagasan-sensasi yang membingungkan dan tidak-jelas.

Kedua, proposisi-proposisi yang tersusun dari demonstrasi-geometris bukanlah dugaan-probabilistik namun benar-benar-pasti sehingga bisa kebal dari keraguan.

Hal ini memiliki keuntungan tambahan bahwa setiap proposisi yang berasal dari proposisi seperti itu atau kombinasi dari kebenaran yang benar-benar-pasti ini, dengan sendirinya akan benar-benar-pasti.

Oleh karena itu, aturan geometri mengenai pengambilan-kesimpulan (inferensi) kebenaran-pasti-mutlak dari aksioma-sederhana, tidak dapat dipungkiri dan digenggam secara intuitif dengan konsekuensi penarikan kesimpulan mereka, tidak seperti silogisme-kemungkinan-skolastik.

Pilihan metode-geometris adalah jelas bagi Descartes mengingat keberhasilan sebelumnya dalam menerapkan metode ini pada disiplin lain seperti optik.

Namun penerapan metode ini pada filsafat tidak tanpa masalah karena kebangkitan argumen kuno terhadap skeptisisme-total atau skeptisisme-radikal yang didasarkan pada keraguan-penuh terhadap penalaran manusia.

Tetapi Descartes ingin menunjukkan bahwa kebenaran yang digenggam secara intuitif dan kesimpulan yang ditarik darinya melampaui kemungkinan-keraguan ini.

Taktiknya adalah menunjukkan bahwa, disamping argumen-skeptis terbaik, setidaknya ada satu kebenaran-intuitif yang berada diatas semua-keraguan dan dari sana pengetahuan manusia lainnya dapat disimpulkan.

Inilah proyek karya Descartes, Meditations on First Philosophy.

Dalam Meditations on First Philosophy, Descartes menjabarkan beberapa argumen untuk me-ragu-kan semua kepercayaan yang dipegang sebelumnya.

Pertama kali dia mengamati bahwa indra-terkadang-menipu, misalnya, objek dilihat pada jarak tertentu tampak agak kecil, dan tentu tidak bijaksana mempercayai seseorang atau sesuatu yang telah menipu kita meski hanya sekali.

Namun, meskipun ini mungkin berasal dari sensasi yang diperoleh dalam keadaan tertentu, bukankah tampak pasti bahwa :

" Saya di sini, duduk di dekat perapian, mengenakan gaun berpakaian musim dingin, memegang selembar kertas ini di tangan saya, dan seterusnya ? " (AT VII 18: CSM II 13).

Maksud Descartes adalah bahwa meskipun indra-terkadang-menipu kita, dasar apakah yang melandasi adanya keraguan terhadap keyakinan-langsung, misalnya, anda membaca artikel ini ?

Tetapi mungkin " kepercayaan membaca artikel ini " atau " duduk di dekat perapian '" tidak berdasar sensasi-sejati sama sekali tetapi pada sensasi-palsu yang ditemukan dalam mimpi (ada pendapat bahwa kehidupan ini adalah tidak nyata/semu/maya dan di ibaratkan mimpi).

Jika sensasi seperti itu hanya mimpi, maka itu bukanlah yang sebenarnya bahwa " anda sedang membaca artikel ini " tetapi sebenarnya " anda sedang tertidur di tempat tidur ".

Karena tidak ada cara prinsipal untuk membedakan antara kehidupan yang nyata dengan kehidupan dalam mimpi, kepercayaan apapun berdasarkan sensasi telah ditunjukkan penuh-dengan-keraguan.

Ini tidak hanya mencakup kepercayaan-duniawi tentang " membaca artikel ini " atau " duduk di dekat perapian ", tetapi bahkan kepercayaan tentang ilmu-eksperimental adalah penuh keraguan, karena pengamatan yang mendasarinya mungkin tidak-benar, melainkan hanya gambaran sebuah mimpi.

Oleh karena itu, semua kepercayaan berdasarkan sensasi disebut sebagai keraguan, karena itu semua bisa jadi hanya mimpi.

Meskipun demikian, ini tidak berlaku dengan kepercayaan-matematika, karena matematika tidak didasarkan pada sensasi namun berdasarkan penalaran-akal.

Oleh karena itu walaupun seseorang ber-mimpi, misalnya, bahwa, 2 + 3 = 5, kepastian-proposisi ini tidak disebut keraguan, karena 2 + 3 = 5 adalah tetap-pasti, apakah orang yang percaya itu adalah bangun atau ber-mimpi.

Jika kehidupan ini hanya mimpi, Descartes selanjutnya bertanya apakah Tuhan bisa membuat dirinya percaya bahwa ada bumi, langit dan hal-hal lain yang bertubuh ketika pada faktanya semua itu tidak ada sama sekali.

Pada kenyataannya, orang terkadang membuat kesalahan tentang hal-hal yang menurut mereka paling-pasti seperti perhitungan matematis misalnya.

Tetapi mungkin orang keliru tidak hanya dalam waktu tertentu saja tetapi sepanjang waktu misal seperti kepercayaan bahwa 2 + 3 = 5 adalah sejenis kesalahan-kekal dan kolektif, dan jumlah 2 + 3 benar-benar berbeda dari 5.

Namun, tipuan universal seperti itu tampaknya tidak sesuai dengan kebaikan-tertinggi-Tuhan.

Bahkan tipuan sesekali tentang kesalahan perhitungan matematika juga tampak tidak sesuai dengan kebaikan-Tuhan, namun terkadang orang benar-benar membuat kesalahan semacam itu.

Jika demikian, sejalan dengan orang-orang yang skeptis, Descartes menyarankan pendapat, demi membela metode-nya, bahwa Tuhan-tidak-ada, namun yang ada adalah iblis-jahat yang memiliki kekuatan dan kecerdikan super yang semua usahanya menipu dirinya sehingga dia selalu salah, tentang segala hal, termasuk matematika.

Dengan cara itu, Descartes menyebut semua kepercayaan sebelumnya adalah keraguan melalui beberapa argumen-skeptis terbaik pada masanya.

Tetapi dia masih belum puas dan memutuskan untuk melangkah lebih jauh dengan :

" Menganggap salah, kepercayaan apapun yang dikuasai/diancam bahkan oleh keraguan sekecil apa pun. "

Sehingga pada akhir karyanya Meditations on First Philosophy, Descartes menemukan dirinya berada dalam pusaran-kepercayaan-palsu.

Namun, penting untuk disadari bahwa keraguan ini dan dugaan-kepalsuan kepada semua kepercayaan-nya adalah demi metode-nya :

Dia tidak benar-benar percaya bahwa dia sedang ber-mimpi atau ditipu oleh setan-jahat.

Dia menyadari bahwa keraguan-nya hanya hiperbolik.

Tetapi inti dari keraguan-metodologis atau hiperbolik ini adalah untuk membersihkan pikiran dari pendapat yang telah terbentuk sebelumnya yang mungkin mengaburkan kebenaran.

Tujuannya kemudian adalah menemukan sesuatu yang tidak dapat di-ragu-kan meskipun iblis-jahat menipu dia dan meskipun dia sedang ber-mimpi.

Kebenaran-pertama-yang-tak-terbantahkan ini kemudian akan berfungsi sebagai aksioma-metafisik yang dipahami secara intuitif dari sinilah pengetahuan-yang-pasti-mutlak dapat disimpulkan.


Sumber:
http://www.iep.utm.edu/descarte/#H1
Pemahaman Pribadi


Saturday, July 22, 2017

Rene Descartes 2 : Perubahan Modern


a. Melawan Skolastikisme

Descartes seringkali disebut bapak-filsafat-modern, yang mengimplikasikan bahwa ia menyediakan benih filsafat-baru yang memisahkan diri dari yang-lama dengan cara yang penting/mendasar.

Filsafat-lama ini adalah filsafat-Aristoteles seperti yang disesuaikan dan ditafsirkan sepanjang periode abad pertengahan.

Sebenarnya, Aristotelianisme begitu mengakar dalam institusi intelektual di zaman Descartes sehingga para komentator/pengamat pada saat itu berpendapat bahwa bukti-kebenaran-nya dapat ditemukan di dalam Alkitab.

Karena itu, jika seseorang mencoba menolak beberapa prinsip utama Aristotelian, maka dia dapat dituduh memegang pendirian yang bertentangan dengan firman-Tuhan dan dihukum.

Meskipun demikian, pada zaman Descartes, banyak yang bermunculan dengan cara tertentu untuk melawan satu tesis skolastik-Aristotelian atau lainnya.

Jadi, ketika Descartes berpendapat dengan menerapkan sistem filsafat-modern-nya, ia memutuskan hubungan dengan tradisi skolastik yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Descartes melanggar tradisi ini setidaknya dalam dua cara mendasar.

Yang pertama adalah penolakannya terhadap forma-substansial sebagai penjelasan pada prinsip-prinsip-fisika.

Forma-substansial dipikirkan sebagai prinsip-immaterial dari organisasi-material yang dihasilkan dalam sebuah benda-partikular dengan jenis-tertentu.

Prinsip-utama dari forma-substansial adalah penyebab-akhir-atau-tujuan dari eksistensi benda-benda dengan jenis-tertentu-itu.

Ambilah sebagai contoh, burung disebut burung-swallow (layang-layang).

Forma-substansial dari layang-layang (swallowness) yang immaterial menyatu dengan materi (badan-burung) sedemikian rupa untuk meng-organisasi-kan demi eksistensi suatu-benda dengan jenis-burung-swallow.

Ini juga berarti bahwa kualitas-alami (ciri/sifat) atau kemampuan/fakultas apapun yang dimiliki suatu-burung-swallow hasil dari eksistensi benda-dengan-jenis-itu pada akhirnya dijelaskan dengan tujuan-atau-penyebab-akhir dari eksistensi suatu-burung-swallow.

Sehingga, misalnya, tujuan dari eksistensi suatu-burung-swallow merupakan penyebab dari kemampuan suatu-burung-swallow untuk terbang-seperti-layang-layang.

Oleh karena itu, menurut penjelasan ini, suatu-burung-swallow terbang hanyalah untuk eksistensi suatu-burung-swallow.

Meskipun ini mungkin benar, ia tidak mengatakan sesuatu yang baru atau berguna tentang burung-swallow, dan hal ini tampak bagi Descartes bahwa filsafat dan ilmu-pengetahuan-skolastik tidak mampu menemukan pengetahuan-baru atau berguna.

Descartes menolak penggunaan forma-substansial dan penyebab-akhir-atau-tujuan yang menyertainya dalam fisika adalah karena alasan di atas.

Bahkan, esainya Meteorologi, yang muncul bersamaan dengan karyanya Discourse on Method, dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa penjelasan yang lebih jelas dan lebih bermanfaat dapat diperoleh tanpa mengacu pada forma-substansial tapi hanya dengan cara-deduksi dari konfigurasi-dan-gerakan bagian-bagiannya.

Oleh karena itu, intinya adalah untuk menunjukkan bahwa prinsip-prinsip-mekanistik lebih cocok untuk membuat kemajuan dalam ilmu-fisika.

Alasan lain Descartes menolak forma-substansial dan penyebab-akhir-atau-tujuan dalam fisika adalah keyakinannya bahwa paham ini dihasilkan dari kerancuan-ide/gagasan tentang tubuh dan ide/gagasan tentang pikiran.

Dalam Sixth Replies, Descartes menggunakan konsep-gravitasi-skolastik pada sebuah-batu, untuk menjelaskan maksudnya.

Sesuai penjelasan ini, tujuan karakteristik eksistensi sebuah-batu adalah kecenderungan untuk bergerak-menuju-pusat-bumi.

Penjelasan ini mengandung arti bahwa batu tersebut memiliki pengetahuan-tentang-tujuan ini, yaitu pusat-bumi dan bagaimana menuju ke sana. Tetapi bagaimana sebuah-batu bisa tahu-tentang-sesuatu, karena batu-tidak-berpikir ?

Jadi, adalah kesalahan untuk menganggap properti-mental seperti pengetahuan sepenuhnya adalah benda-fisik.

Kesalahan ini harus dihindari dengan membedakan secara jelas ide/gagasan-pikiran dari ide/gagasan-tubuh.

Descartes menganggap dirinya sebagai orang pertama yang melakukan ini.

Pengusirannya kepada prinsip-prinsip-metafisis dari forma-substansial dan penyebab-akhir-atau-tujuan membantu membersihkan jalan bagi prinsip-prinsip-metafisis Descartes yang baru, yang menjadi dasar dari fisika-mekanistik-modern-nya.

Titik mendasar kedua dari perbedaan yang dimiliki Descartes dengan skolastik adalah penolakannya terhadap tesis bahwa semua-pengetahuan-harus-berasal-dari-sensasi.

Skolastikisme diabdikan untuk prinsip Aristotelian bahwa setiap orang dilahirkan dengan 'batu tulis yang bersih/kosong', dan semua-material untuk pemahaman-intelektual harus disediakan melalui sensasi.

Meskipun demikian, Descartes berpendapat bahwa karena indera-terkadang-menipu, mereka tidak dapat menjadi sumber-pengetahuan yang andal.

Lebih jauh lagi, kebenaran-proposisi-proposisi berdasarkan sensasi secara alami bersifat probabilistik dan oleh karena itu, proposisi-proposisi itu adalah premis-yang-meragukan ketika digunakan dalam sebuah argumen.

Descartes sangat tidak puas dengan pengetahuan-yang-tidak-pasti itu. Dia kemudian mengganti tempat yang-tidak-pasti yang berasal dari sensasi dengan kepastian-mutlak dari ide/gagasan-yang-jelas-dan-terpilah yang dipersepsi hanya oleh pikiran, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.


b. Proyek Descartes

Dalam kata pengantar karyanya yang menggunakan bahasa Prancis berjudul Principles of Philosophy, Descartes menggunakan 'pohon' sebagai metafora untuk pandangan holistik tentang filsafat.

" Akarnya adalah metafisika, batang-nya adalah fisika, dan cabang-cabang yang muncul dari batang adalah semua ilmu-pengetahuan lain-nya, yang dapat direduksi menjadi tiga yang utama, yang masing-masing disebut medis, mekanik dan moral." (AT IXB 14: CSM I 186).

Meskipun Descartes tidak mengembangkan lebih lanjut lagi gambaran ini, beberapa pandangan lain tentang keseluruhan proyeknya dapat teramati.

Pertama, perhatikan bahwa metafisika merupakan akar yang melindungi bagian pohon lain-nya. Untuk itu di dalam metafisika-Descartes, fondasi-yang-pasti dan epistemologis-yang-aman ditemukan.

Hal ini, pada gilirannya, mendasari pengetahuan tentang sifat-geometris-tubuh, yang merupakan dasar bagi fisika-nya.

Kedua, fisika terdiri dari batang-pohon, yang tumbuh secara langsung dari akar dan memberikan dasar bagi sisa ilmu-pengetahuan lain-nya.

Ketiga, ilmu medis, mekanik dan moral tumbuh dari batang-fisika, yang mengandung arti bahwa ilmu-ilmu lain ini hanyalah penerapan ilmu-pengetahuan-mekanistik-nya kepada subjek bidang tertentu.

Akhirnya, manfaat pohon-filsafat terutama ditemukan pada tiga-cabang ini, yang merupakan ilmu-pengetahuan yang paling bermanfaat dan menguntungkan bagi manusia.

Namun, usaha besar ini tidak bisa dilakukan dengan sembarangan tetapi harus dilakukan secara tertib-teratur dan sistematis. Oleh karena itu, sebelum mencoba menanam pohon ini, Descartes pertama-tama harus mencari/mengetahui metode untuk melakukannya.


Sumber:
http://www.iep.utm.edu/descarte/#H1
Pemahaman Pribadi



Wednesday, July 19, 2017

Rene Descartes 1 : Hidup Dan Karyanya


René Descartes sering dinilai sebagai "bapak-filsafat-modern".

Gelar ini dibenarkan karena dia terputus dengan filsafat-skolastik-Aristotelian tradisional yang lazim pada masanya juga karena pengembangan dan pengenalan pengetahuan-ilmiah-mekanistik baru olehnya.

Terputusnya secara mendasar dengan filsafat-skolastik mempunyai dua sisi arti.

Pertama, Descartes berpikir bahwa metode-skolastik cenderung diragukan karena ketergantungannya pada sensasi sebagai sumber-semua-pengetahuan.

Kedua, ia ingin mengganti model-kausal-terakhir terhadap penjelasan-ilmiah dari metode-skolastik dengan model-mekanistik yang lebih modern.

Descartes berusaha membahas persoalan filsafat yang pertama (kepercayaan pada 'sensasi' sebagai sumber-segala-pengetahuan) melalui metode-keraguan-nya.

Strategi dasarnya adalah menganggap-salah keyakinan apapun yang dikuasai/dicengkeram bahkan oleh sedikit keraguan.

"Keraguan-hiperbolik" ini kemudian berperan membersihkan jalan bagi apa yang dianggap Descartes sebagai pencarian tanpa praduga/prasangka untuk mencapai/memperoleh kebenaran.

Pembersihan dari kepercayaan yang dipegang sebelumnya oleh dirinya kemudian menempatkannya pada sebuah epistemologis-dasar-nol. Dari sini Descartes menetapkan untuk menemukan sesuatu yang tidak-diragukan-lagi atau pengetahuan yang mengatasi-semua-keraguan.

Dia akhirnya menemukan bahwa "saya ada" tidak mungkin diragukan dan karena itu "saya ada" adalah kepastian-mutlak.

Adalah dari titik ini Descartes melanjutkan menunjukkan eksistensi Tuhan dan bahwa Tuhan tidak-dapat menjadi penipu.

Hal ini, pada gilirannya, berperan untuk menetapkan kepastian segala-sesuatu yang dipahami dengan jelas-dan-terpilah serta memberikan landasan epistemologis Descartes untuk ditemukan.

Begitu kesimpulan ini tercapai, Descartes mampu melanjutkan untuk membangun kembali sistem keyakinan sebelumnya yang meragukan di atas fondasi yang mutlak-pasti.

Keyakinan-keyakinan ini, yang didirikan kembali dengan kepastian-yang-mutlak, termasuk di dalamnya eksistensi dunia-tubuh yang berada di luar pikiran, perbedaan dualistik pikiran-immaterial dan tubuh, serta model-fisika-mekanistik-nya berdasar pada ide/gagasan yang jelas-dan-terpilah dari geometri.

Titik ini mengarah pada keterputusan besar yang kedua dengan tradisi Aristotelian-skolastik dimana Descartes bermaksud untuk menggantikan sistem Aristotelian-skolastik yang berdasar pada penjelasan-kausal-terakhir dengan sistemnya yang berdasarkan pada prinsip-prinsip mekanistik.

Descartes juga menerapkan kerangka mekanistik ini terhadap operasi-kerja tumbuhan, hewan dan tubuh-manusia, sensasi dan hasrat.

Semua ini pada akhirnya mencapai puncak pada sistem-moral yang didasarkan pada ide/gagasan 'kemurahan-hati'.


Penyajian tulisan di bawah ini memberikan gambaran umum tentang pemikiran filosofis Descartes yang berkaitan dengan berbagai masalah metafisik, epistemologis, religius, moral dan ilmiah, yang mencakup berbagai karya dan korespondensi yang diterbitkannya.


Hidup Dan Karyanya

René Descartes dilahirkan dari pasangan Joachim Descartes dan Jeanne Brochard pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye, Prancis di dekat Tours.

Dia adalah anak bungsu pasangan itu dari tiga anaknya yang bertahan hidup. Anak tertua, Pierre, meninggal tak lama setelah kelahirannya pada tanggal 19 Oktober 1589. Saudaranya, Jeanne, kemungkinkan lahir dalam tahun berikutnya, sementara kakaknya yang bertahan hidup, juga bernama Pierre, lahir pada tanggal 19 Oktober 1591.

Klan Descartes adalah keluarga borjuis yang hampir semuanya berprofesi sebagai dokter dan beberapa menjadi pengacara. Joachim Descartes masuk dalam kategori yang terakhir, berprofesi sebagai pengacara dan menghabiskan sebagian besar karirnya sebagai anggota parlemen provinsi.

Setelah kematian ibu mereka, yang terjadi tidak lama setelah kelahiran René, ketiga anak Descartes dikirim ke nenek dari ibu mereka, Jeanne Sain, untuk dibesarkan di La Haye dan tinggal di sana bahkan setelah ayah mereka menikah lagi pada tahun 1600.

Tidak banyak yang diketahui tentang masa kecilnya, tapi René dianggap anak yang sakit-sakitan dan rapuh, begitu parahnya sehingga ketika dia dikirim ke luar kota ke akademi-Yesuit di La-Fleche pada hari paskah tahun 1607. Di mess, René tidak diwajibkan untuk bangun pagi pada jam 5:00, tidak seperti anak laki-laki lain yang diwajibkan melakukan doa pagi namun ia diijinkan untuk beristirahat sampai pukul 10:00 menjelang siang.

Di La-Fleche, Descartes melengkapi proses belajar kurikulum umum dalam tata-bahasa dan retorika dan kurikulum filosofis dengan belajar ilmu verbal-arts (seni-verbal) termasuk di dalamnya tata-bahasa, retorika dan dialektika atau logika dan mathematical-arts (seni-matematika) yang terdiri dari aritmatika, musik, geometri dan astronomi. Proses belajarnya ditutup dengan pelajaran metafisika, filsafat-alam dan etika.

Descartes diketahui meremehkan subjek pelajaran yang tidak praktis meskipun memiliki ketertarikkan pada kurikulum matematika. Namun di atas semua itu dia menerima pendidikan-pengembangan-kualitas-individu (arts-liberal-education) yang sangat luas sebelum meninggalkan La-Fleche di tahun 1614.

Sedikit yang diketahui tentang kehidupan Descartes dari tahun 1614-1618. Namun yang diketahui adalah selama tahun 1615-1616 ia menerima gelar dan lisensi-hukum-perdata dan kanonik (hukum gerejawi internal yang mengatur gereja-katolik) di Universitas-Poiters.

Meski demikian, beberapa spekulasi menyebutkan bahwa selama tahun 1614-1615 Descartes mengalami gangguan saraf di sebuah rumah di luar kota Paris dan bahwa ia tinggal di Paris dari tahun 1616-1618. Cerita ini diambil pada musim panas tahun 1618 ketika Descartes pergi ke Belanda untuk menjadi relawan bagi tentara Maurice-Of-Nassau.

Pada rentang waktu inilah dia bertemu dengan Isaac Beekman, yang mungkin merupakan pengaruh terpenting pada awal masa dewasanya. Adalah Beekman yang menghidupkan kembali minat Descartes dalam ilmu-pengetahuan dan membuka matanya terhadap kemungkinan menerapkan teknik matematika ke bidang lain.

Sebagai hadiah tahun baru untuk Beekman, Descartes menyusun sebuah risalah tentang musik, yang kemudian dianggap sebagai cabang matematika, berjudul Compendium Musicae.

Pada tahun 1619 Descartes mulai mengerjakan masalah-masalah matematis dan mekanis dengan serius di bawah bimbingan Beekman dan akhirnya ia meninggalkan pengabdiannya di Maurice-Of-Nassau, untuk berencana melakukan perjalanan ke Jerman bergabung dengan tentara Maximilian-Of-Bavaria.

Sepanjang tahun ini (1619) Descartes ditempatkan di Ulm dan memiliki tiga mimpi yang menginspirasinya mencari metode-baru untuk penyelidikan-ilmiah dan membayangkan gambaran sebuah ilmu-pengetahuan-terpadu.

Segera setelah itu, pada tahun 1620, dia mulai mencari metode-baru ini, ia memulai tetapi tidak pernah menyelesaikan beberapa karya tentang metode-baru-nya, termasuk konsep pertama dari sebelas aturan dalam Rules for the Direction of the Mind.

Descartes terus mengerjakannya dengan putus-sambung selama bertahun-tahun sampai akhirnya, demi kebaikan, ditinggalkan untuk selamanya pada tahun 1628.

Selama masa ini, dia juga mengerjakan proyek-proyek lain yang lebih berorientasi pada ilmu-pengetahuan seperti optik. Dalam rangkaian penyelidikan ini, ada kemungkinan dia menemukan hukum-pembiasan-cahaya pada awal tahun 1626. Juga pada saat inilah, Descartes memiliki hubungan yang teratur dengan Pastor Marin Mersenne, yang akan menjadi teman lamanya dan berhubungan dengan komunitas intelektual selama 20 tahun di Belanda.

Descartes pindah ke Belanda pada akhir tahun 1628, dan meskipun beberapa kali berpindah alamat dan melakukan beberapa kali perjalanan kembali ke Prancis, dia tetap tinggal di sana sampai pindah ke Swedia atas undangan Ratu Christina pada akhir tahun 1649.

Dia pindah ke Belanda untuk mencapai kesendirian dan ketenangan yang tidak ia dapat di Paris dengan semua gangguan dan tamu yang datang terus-menerus.

Di sinilah pada tahun 1629 Descartes mulai mengerjakan sebuah "risalah-kecil", yang memerlukan kira-kira tiga tahun untuk menyelesaikannya, berjudul The World. Karya ini dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana fisika-mekanistik dapat menjelaskan beragam fenomena di dunia tanpa mengacu pada prinsip-prinsip skolastik tentang forma-substansial dan kualitas-nyata, juga menegaskan kembali konsepsi heliosentris tentang tata-surya.

Namun kutukan terhadap Galileo oleh inkuisisi karena mempertahankan tesis ini membuat Descartes menahan publikasi karya tersebut.

Dari tahun 1634-1636, Descartes menyelesaikan esai ilmiahnya Dioptique and Meteors, yang menerapkan metode-geometris-nya pada bidang-bidang ini.

Dia juga menulis kata pengantar esai ini pada musim dingin tahun 1635/1636 untuk dilampirkan pada karya itu sebagai tambahan lampiran yang lain tentang geometri.

Kata pengantar ini menjadi karya The Discourse on Method dan diterbitkan dalam bahasa Prancis bersamaan dengan tiga esai lainnya pada bulan Juni 1637.

Dan dalam catatan pribadinya, dalam rentang waktu ini, putrinya Francine lahir pada tahun 1635, ibunya menjadi pembantu di rumah tempat Descartes menumpang tinggal. Tetapi Francine meninggal di usia lima tahun karena demam pada tahun 1640 ketika dia merencanakannya untuk tinggal dengan kerabat di Prancis untuk memastikan pendidikannya.

Descartes mulai mengerjakan Meditations on First Philosophy pada tahun 1639.

Melalui Mersenne, Descartes meminta kritik karya ini dari kalangan orang terpelajar di masanya, termasuk Antoine Arnauld, Peirre Gassendi, dan Thomas Hobbes.

Edisi pertama Meditations diterbitkan dalam bahasa latin tahun 1641 dengan enam set keberatan dan balasannya.

Edisi kedua yang diterbitkan pada tahun 1642 juga memasukkan tujuh set keberatan dan balasannya serta sepucuk surat kepada Pastor Dinet dimana Descartes membela sistemnya dari tuduhan melawan ortodoksi.

Tuduhan ini muncul di Universitas-Utrecht dan Leiden dan berasal dari berbagai kesalahpahaman tentang metode-nya dan dugaan penentangan tesisnya kepada Aristoteles dan Iman Kristen.

Kontroversi ini membuat Descartes mengirim dua surat terbuka melawan musuh-musuhnya.

Yang pertama berjudul Notes on a Program yang dikirim pada tahun 1642 di mana Descartes membantah tesis muridnya yang baru saja diasingkannya, Henricus Regius, seorang profesor bidang medis di Utrecht.

Surat Notes on a Program dimaksudkan tidak hanya untuk menolak apa yang dipahami Descartes sebagai tesis Regius yang salah, tetapi juga untuk menjauhkan diri dari mantan muridnya, yang telah memulai keributan di Utrecht dengan membuat pendapat melawan ortodoksi mengenai sifat alami manusia.

Yang kedua adalah sebuah serangan panjang yang diarahkan pada rektor Utrecht, Gisbertus Voetius melalui surat Open Letter to Voetius dikirim pada tahun 1643.

Ini sebagai tanggapan atas sebuah pamflet yang secara anonim diedarkan oleh beberapa teman Voetius di Universitas-Leiden, yang menyerang filsafat Descartes lebih jauh lagi.

Surat itu membuat Voetius memerintahkan Descartes untuk menghadap ke Dewan-Utrecht, yang mengancamnya dengan pengusiran dan pembakaran buku-bukunya. Meskipun demikian, Descartes, berhasil melarikan diri ke Den Haag dan meyakinkan Pangeran-Orange untuk campur tangan (melindungi) terhadap perbuatannya.

Pada tahun berikutnya 1643, Descartes memulai sebuah korespondensi yang penuh rasa dan filosofis dengan Putri Elizabeth dari Bohemia, yang dikenal sangat cerdas dan telah membaca karyanya Discourse on Method.

Namun, ketika hubungan dengan Elizabeth ini dimulai, Descartes berada di tengah-tengah penulisan versi buku teks filsafatnya yang berjudul Principles of Philosophy, yang akhirnya dia persembahkan kepada Putri Elizabeth.

Meskipun pada awalnya karya itu seharusnya memiliki enam bagian, Descartes menerbitkannya pada tahun 1644 dengan hanya empat bagian yang selesai : The Principles of Human Knowledge, The Principles of Material Things, The Visible Universe, and The Earth.

Dua bagian lainnya membahas tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, namun Descartes memutuskan adalah tidak mungkin melakukan semua eksperimen yang diperlukan untuk menuliskannya.

Elizabeth menguji Descartes tentang isu-isu yang tidak pernah dibahas secara rinci sebelumnya, termasuk kehendak-bebas, hasrat dan moral.

Descartes akhirnya terinspirasi untuk menulis sebuah risalah berjudul The Passions of the Soul, yang diterbitkan sebelum keberangkatannya ke Swedia pada tahun 1649.

Juga, selama akhir tahun ini, Meditations and Principles diterjemahkan dari bahasa latin ke bahasa Prancis untuk pembaca yang lebih luas, lebih populer dan diterbitkan pada tahun 1647.

Pada akhir tahun 1646, Ratu Christina dari Swedia memprakarsai korespondensi dengan Descartes melalui seorang diplomat Prancis dan teman Descartes bernama Chanut.

Christina menekankan Descartes untuk membahas masalah moral dan pembahasan tentang kebaikan-mutlak.

Korespondensi ini akhirnya membawa sebuah undangan kepada Descartes untuk bergabung dengan Istana Ratu di Stockholm pada bulan Februari 1649.

Meskipun dia keberatan untuk pergi, Descartes akhirnya menerima undangan Christina pada bulan Juli tahun itu. Dia tiba di Swedia pada bulan September 1649.

Di sana Descartes diminta bangun jam 5:00 pagi untuk menemui Ratu membahas tentang filsafat, yang bertentangan dengan kebiasaannya, yang dikembangkan di La Fleche, bangun terlambat.

Bagaimanapun keputusannya untuk pergi ke Swedia adalah kesialan karena Descartes terkena radang paru-paru dan meninggal pada 11 Februari 1650.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/descarte/#H1
Pemahaman Pribadi



Monday, July 17, 2017

John Locke 5 : Teologi, Edukasi


a. Teologi

Kita telah melihat bahwa dalam karya Essay, Locke mengembangkan sebuah penjelasan tentang Percaya menurut Iman dan Percaya menurut Akal.

Ingatlah bahwa seseorang Percaya sesuai dengan Akal ketika dia menemukan sesuatu melalui penggunaan Fakultas Alaminya dan dia Percaya menurut Iman saat dia menganggap sesuatu sebagai kebenaran karena dia memahaminya sebagai Wahyu dari Tuhan.

Ingat juga bahwa Akal harus memutuskan kapan sesuatu itu adalah Wahyu atau Bukan Wahyu dari Tuhan.

Tujuan karya Locke, Reasonableness of Christianity adalah untuk menunjukkan bahwa masuk akal untuk menjadi seorang Kristen.

Locke berpendapat bahwa kita memiliki cukup alasan untuk berpikir bahwa Kebenaran-Utama-Kekristenan dikomunikasikan kepada kita oleh Allah melalui utusannya, Yesus dari Nazaret.

Agar proyek Locke berhasil, dia perlu menunjukkan bahwa Yesus memberi kepada para pengikut awalnya/aslinya bukti yang cukup bahwa dia adalah Utusan-Sah dari Tuhan.

Mengingat bahwa banyak individu dalam sejarah telah mengaku sebagai penerima Wahyu Illahi, pasti ada sesuatu yang istimewa yang membedakan Yesus dari yang lainnya.

Locke menawarkan dua pertimbangan dalam hal ini.

Yang pertama adalah bahwa Yesus mewujudkan sejumlah ramalan sejarah mengenai Kedatangan Seorang Mesias.

Yang kedua adalah bahwa Yesus melakukan sejumlah mukjizat yang membuktikan bahwa ia memiliki hubungan istimewa dengan Tuhan.

Locke juga mengklaim bahwa kita memiliki cukup alasan untuk percaya bahwa mukjizat ini benar-benar terjadi atas dasar kesaksian dari mereka yang menyaksikannya secara langsung dan rantai pelaporan yang dapat dipercaya dari zaman Yesus sampai ke zaman kita sendiri.

Argumen ini membawa Locke ke dalam diskusi tentang jenis dan nilai kesaksian yang menurut banyak filsuf menarik dalam dirinya sendiri.

Salah satu fitur (ciri) mencolok karya The Reasonableness of Christianity adalah persyaratan untuk Keselamatan yang didukung Locke.

Perselisihan tentang keyakinan yang tepat yang diperlukan untuk Keselamatan dan Kehidupan-Kekal di Surga merupakan inti dari banyak ketidaksepakatan/perselisihan agama pada zaman Locke.

Denominasi dan sekte yang berbeda mengklaim bahwa mereka, dan seringkali hanya mereka, memiliki keyakinan yang benar.

Sebaliknya, Locke berpendapat bahwa untuk menjadi orang Kristen sejati dan layak mendapat Keselamatan, seseorang hanya perlu mempercayai satu kebenaran sederhana bahwa : Yesus adalah Mesias.

Tentu saja, Locke percaya ada banyak kebenaran penting lainnya dalam Alkitab.

Tetapi dia pikir kebenaran lain ini, terutama yang terkandung dalam Surat-Surat Kiriman daripada Injil, bisa jadi sulit untuk ditafsirkan dan bisa menimbulkan perselisihan dan ketidaksepakatan.

Bagaimanapun, prinsip inti Kekristenan, bahwa Yesus adalah Mesias, adalah sebuah kepercayaan wajib.

Dalam membuat persyaratan untuk Iman dan Keselamatan Kristen yang begitu minimal, Locke merupakan bagian dari faksi yang berkembang di Gereja Inggris.

Individu-individu ini, yang sering dikenal sebagai kaum Latitudinarian, dengan sengaja berusaha membangun kekristenan yang lebih bersifat mendamaikan dengan tujuan menghindari konflik dan kontroversi seperti pertempuran yang menghancurkan kedua belah pihak ( internecine ) yang telah terjadi sebelumnya.

Jadi, Locke tidak sendirian dalam usaha menemukan serangkaian Komitmen-Inti Kristiani yang bebas dari muatan Teologis Sektarian.

Tetapi Locke masih termasuk agak radikal, karena hanya beberapa teolog membuat persyaratan untuk Iman dan Keselamatan Kristen yang sangat minim.


b. Edukasi

Locke dianggap oleh banyak orang pada waktu itu sebagai pakar masalah Pendidikan.

Dia mengajar banyak siswa di Oxford dan juga menjabat sebagai tutor pribadi.

Korespondensi Locke menunjukkan bahwa dia selalu diminta untuk merekomendasikan tutor dan menawarkan saran Pedagogis.

Keahlian Locke mengarah pada karya terpentingnya dalam masalah ini : Some Thoughts Concerning Education.

Karya itu berawal dari serangkaian surat yang ditulis Locke kepada Edward Clarke yang menawarkan nasihat tentang pendidikan anak-anak Clarke dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1693.

Pandangan Locke tentang pendidikan pada waktu itu cukup maju.

Bahasa Inggris Klasik, biasanya dipelajari melalui latihan yang membosankan yang melibatkan penghafalan dan hukuman jasmani merupakan dua ciri utama sistem pendidikan di Inggris abad 17.

Locke sedikit menggunakan metode itu, atau bahkan tidak sama sekali.

Sebaliknya, ia menekankan pentingnya mengajarkan pengetahuan praktis.

Dia menyadari bahwa anak-anak belajar paling baik saat mereka terlibat dan terikat dengan materi pelajaran.

Locke juga memberi pertanda beberapa pandangan Pedagogis kontemporer dengan menyarankan agar anak-anak dibiarkan mengarahkan diri sendiri dalam proses studi mereka dan mereka harus memiliki kemampuan untuk mengejar ketertarikan mereka.

Locke percaya bahwa penting untuk berhati-hati dalam mendidik kaum muda.

Dia menyadari kebiasaan dan prasangka yang terbentuk di masa muda sangat sulit dipecahkan di kemudian hari.

Dengan demikian, sebagian dari karya Some Thoughts Concerning Education berfokus pada moralitas dan cara terbaik untuk menanamkan kebajikan dan membuat barang-barang.

Locke menolak pendekatan Otoriter.

Sebaliknya, dia menyukai metode yang akan membantu anak memahami perbedaan antara benar dan salah dan untuk menumbuhkan rasa moral mereka sendiri.


c. Pengaruh Locke

Karya Essay dengan cepat diakui sebagai kontribusi filosofis yang penting baik oleh para pengagumnya maupun kritikusnya.

Tak lama kemudian karya itu dimasukkan ke dalam kurikulum di Oxford dan Cambridge dan terjemahannya ke dalam bahasa Latin dan Prancis juga mengumpulkan pembaca/pendengar di Benua Eropa.

The Two Treatise Of Goverment juga diakui sebagai kontribusi penting bagi pemikiran Politik.

Meskipun karya itu berhasil di Inggris di antaranya menguntungkan kekuatan pada peristiwa Revolusi Agung, dampak utamanya adalah meluas di luar negeri.

Selama Revolusi Amerika dan pada tingkat yang lebih rendah, selama Revolusi Prancis, pandangan Locke sering diajukan oleh mereka yang ingin membangun bentuk pemerintahan yang lebih representatif.

Terkait dengan hal terakhir ini, Locke menjadi terlihat, bersama temannya Newton, sebagai perwujudan nilai dan cita-cita Pencerahan. 

Ilmu Pengetahuan Newton akan meletakkan dasar pada karya-karya ilmu alam dan menghasilkan kemajuan teknologi yang penting.

Filsafat Lockean akan membuka jalan pikiran manusia dan mengarah pada reformasi penting di bidang hukum dan pemerintahan.

Voltaire memainkan peran penting dalam membentuk warisan ini bagi Locke dan bekerja keras untuk mempublikasikan pandangan Locke tentang Akal, Toleransi, dan Pemerintahan yang terbatas.

Locke juga terlihat sebagai inspirasi bagi gerakan Deist pandangan yang berpendapat Tuhan tidak melakukan campur tangan secara langsung kepada dunia dan kehidupan di dalamnya. 

Tokoh seperti Anthony Collins dan John Toland sangat dipengaruhi oleh karya-karya Locke.

Locke sering diakui sebagai pendiri Empirisme Inggris dan memang benar bahwa Locke meletakkan dasar untuk banyak filsafat dalam bahasa Inggris di abad 18 dan 19 awal.

Tetapi mereka yang mengikuti jejaknya bukanlah pengikut yang tidak mempertanyakan pendapat-pendapat Lock.

George Berkeley, David Hume, Thomas Reid, dan yang lainnya semua menawarkan kritik serius.

Dalam beberapa dekade terakhir, para pembaca telah berusaha menawarkan lebih banyak melakukan rekonstruksi yang sukarela terhadap filosofi Locke.

Dengan semua ini, Lock telah mempertahankan tempat penting dalam kanon filsafat Anglophone.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/locke/#H1
Pemahaman Pribadi


Saturday, July 15, 2017

John Locke 4 : Topik Khusus Dalam Essay


Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tujuan utama yang direncanakan dalam karya Essay adalah pemeriksaan Pemahaman manusia dan analisis Pengetahuan.

Tetapi karya Essay agak melebar dan berisi diskusi tentang topik-topik filosofis lainnya.

Beberapa di antaranya akan dibahas di bawah ini.

Meskipun demikian, sebuah kata peringatan diperlukan sebelum melanjutkan.

Terkadang sulit untuk mengatakan apakah Locke membawa dirinya menawarkan teori metafisik atau apakah dia hanya menggambarkan psikologi  sebagai komponen dari manusia.

Misalnya, kita mungkin mempertanyakan apakah penjelasan Lock tentang Identitas Pribadi dimaksudkan untuk memberi syarat yang diperlukan dan cukup untuk menjelaskan metafisika tentang Kepribadian manusia atau apakah itu hanya dirancang untuk memberi tahu pengelompokan apa yang kita lakukan terhadap Atribusi Identitas, yang seharusnya dilaksanakan dan mengapa kita melakukan hal itu.

Kita mungkin akan mempertanyakan lebih jauh lagi, apakah ketika membahas Kualitas Primer dan Sekunder, Locke menawarkan sebuah teori tentang bagaimana persepsi benar-benar bekerja atau apakah diskusi ini hanyalah penyimpangan yang digunakan untuk menggambarkan sebuah titik tentang sifat ide/gagasan kita.

Jadi, sementara banyak topik ini menerima banyak perhatian, hubungan yang tepat dengan tujuan utama yang direncanakan dalam karya Essay sulit ditemukan.


a. Kualitas Primer dan Sekunder

Buku 2, Bab 8 dari karya Essay berisi diskusi yang lebih berkembang mengenai perbedaan antara Kualitas Primer dan Sekunder.

Locke hampir sangat asli (otentik) dalam membuat perbedaan ini.

Pada saat Essay diterbitkan, topik ini telah dibahas oleh banyak orang lain dan bahkan agak biasa.

Hal itu menunjukkan, rumusan Locke yang berbeda dan analisisnya tentang isu-isu terkait sangat berpengaruh dan menyediakan kerangka kerja untuk sebagian besar pembahasan lebih lanjut mengenai topik tersebut.

Locke mendefinisikan Kualitas sebagai kekuatan yang dimiliki suatu badan/tubuh untuk menghasilkan ide/gagasan di dalam kesadaran-mental kita.

Sehingga benda sederhana seperti kentang panggang yang bisa menghasilkan ide/gagasan coklat, panas, bentuk ovular, kepadatan, dan ukuran yang pasti harus memiliki serangkaian Kualitas yang sesuai.

Pasti ada sesuatu di kentang yang memberi kita ide/gagasan cokelat, sesuatu pada kentang yang memberi kita ide/gagasan tentang bentuk ovular, dan seterusnya.

Pandangan perbedaan Kualitas Primer atau Sekunder berpendapat bahwa beberapa Kualitas sangat berbeda satu dengan yang lain.

Locke mendorong perbedaan antara dua jenis Kualitas dengan membahas bagaimana tubuh/badan bisa menghasilkan ide/gagasan di dalam diri kita.

Teori persepsi yang disahkan oleh Locke sangat Mekanis.

Semua persepsi yang terjadi merupakan akibat Gerak dan Tabrakan.

Jika saya mencium kentang panggang, pasti ada partikel materi kecil yang terbang dari kentang dan menabrak saraf di hidung saya, gerakan di saraf hidung menyebabkan reaksi berantai di sepanjang sistem saraf saya sampai akhirnya ada gerakan dalam Otak saya dan saya mengalami ide/gagasan bau tertentu.

Jika saya melihat kentang panggang, pasti ada partikel materi kecil yang terbang dari kentang dan menabrak retina saya.

Tabrakan itu menyebabkan reaksi berantai yang serupa dengan proses penciuman, dan berakhir dengan pengalaman saya dengan bentuk bulat tertentu.

Dari sini, Locke menyimpulkan bahwa bagi sebuah Objek untuk menghasilkan ide/gagasan di dalam diri kita, benar-benar memiliki beberapa fitur (ciri) tertentu, namun juga bisa sama sekali tidak memiliki fitur (ciri) yang lain.

Teori Persepsi Mekanis ini mensyaratkan bahwa benda yang menghasilkan ide/gagasan di dalam kita memiliki Bentuk, Tubuh, Gerak, dan Kepadatan.

Tetapi tidak mengharuskan benda-benda ini memiliki Warna, Rasa, Suara, atau Suhu.

Jadi Kualitas Primer adalah Kualitas yang benar-benar Nyata dimiliki oleh badan/tubuh.

Ini adalah fitur (ciri) dimana badan/tubuh tidak bisa tanpa memilikinya.

Kualitas Sekunder, sebaliknya, Tidak Nyata dimiliki oleh badan/tubuh.

Kualitas Sekunder hanyalah cara untuk membicarakan ide/gagasan yang bisa dihasilkan oleh badan/tubuh berdasarkan Kualitas Primer mereka.

Jadi ketika kita mengklaim bahwa kentang panggang itu Padat, ini berarti Kepadatan adalah salah satu fitur (ciridasarnya.

Tapi ketika saya mengklaim bahwa itu berbau seperti tanah, hal ini hanya berarti bahwa fitur (ciri) dasarnya mampu menghasilkan ide/gagasan tentang aroma tanah di dalam Pikiran saya.

Pendapat ini mengarahkan Locke kepada pandangan tentang Kemiripan/Kesamaan :

" Dari sanalah saya pikir lebih mudah untuk menarik Pengamatan/Observasi ini, ide/gagasan tentang Kualitas Primer dari Badan/Tubuh, adalah merupakan Kemiripan/Kesamaan di antara meraka, dan Polanya benar-benar ada di Badan/Tubuh itu sendiri. Sebaliknya ide/gagasan yang dihasilkan oleh Kualitas Sekunder sama sekali tidak memiliki Kemiripan/Kesamaan di antara mereka. "(2.8.14, 137).

Sejauh ide/gagasan saya tentang kentang adalah sesuatu yang Padat, memiliki Tubuh, Bergerak, dan memiliki Bentuk tertentu, ide/gagasan tersebut secara akurat menangkap sesuatu tentang sifat nyata kentang.

Tetapi sejauh ide/gagasan saya tentang kentang adalah sesuatu dengan Bau, Suhu, dan Rasa tertentu, ide/gagasan saya tidak secara akurat menangkap fakta independen tentang kentang itu.


b. Filsafat Mekanisme

Di sekitar waktu karya Essay terbit, Filsafat Mekanis muncul sebagai teori utama tentang dunia fisik.

Filosofi Mekanis menyatakan bahwa Entitas fundamental di dunia fisik adalah badan/tubuh individu kecil yang disebut Sel.

Setiap Sel adalah Padat, memiliki Badan/Tubuh, dan memiliki Bentuk tertentu.

Sel-Sel ini bisa digabungkan bersama untuk membentuk benda biasa seperti batu, meja, dan tanaman.

Filosofi Mekanis berpendapat bahwa semua fitur badan/tubuh dan semua fenomena alam dapat dijelaskan dengan menarik Sel-Sel ini dan sifat dasar khususnya, seperti Ukuran, Bentuk, dan Gerak.

Locke mengetahui Filosofi Mekanis pada saat berada di Oxford dan menjadi mengenal tulisan-tulisan para pendukung utamanya.

Seimbang dengan itu, Locke tampaknya telah berubah menjadi berpandangan Filosofi Mekanis.

Dia menulis bahwa Mekanisme adalah hipotesis terbaik yang tersedia untuk menjelaskan tentang alam.

Kita telah melihat beberapa karya penjelasan yang dilakukan oleh Mekanisme dalam karyanya Essay.

Perbedaan antara Kualitas Primer dan Sekunder adalah ciri khas Filosofi Mekanis dan tersusun rapi dalam penjelasannya tentang persepsi secara Mekanis.

Locke menegaskan kembali komitmennya terhadap penjelasan persepsi ini di sejumlah poin lain dalam karya Essay.

Dan saat membahas tentang materi sebuah Objek, Locke seringkali senang menggunakan pandangan bahwa Objek-Objek tersusun dari Sel.

Meskipun demikian, yang aneh adalah sementara Essay tampak memiliki sejumlah bab/bagian di mana Locke mendukung penjelasan Mekanis dan berbicara mengenai Mekanisme, namun juga berisi beberapa ucapan kritis tentang Mekanisme dan pembahasan tentang batasan Filosofi Mekanis.

Kritik Locke tentang Mekanisme dapat dibagi menjadi dua rangkaian.

Pertama, Lock menyadari bahwa ada sejumlah fenomena yang teramati yang sulit dijelaskan dengan Mekanisme.

Mekanisme memang menawarkan penjelasan yang rapi tentang beberapa fenomena yang teramati.

Misalnya, fakta bahwa benda dapat dilihat namun tidak berbau melalui gelas/kaca dapat dijelaskan dengan mengemukakan bahwa Sel-Sel yang berinteraksi dengan retina kita lebih kecil daripada yang berinteraksi dengan lubang hidung kita.

Jadi Sel-Sel Penglihatan mampu melewati ruang di antara Sel-Sel selembar kaca, tetapi Sel-Sel Bau akan ditolak.

Tapi fenomena-fenomena lain lebih sulit untuk dijelaskan secara Mekanisme.

Magnetisme (Gaya Tarik Menarik) dan berbagai proses kimia dan biologi seperti fermentasi ringkih terhadap penjelasan semacam ini.

Dan Gravitasi Universal, di mana Newton telah membuktikan keberadaannya dalam karyanya Principia, sangat sulit dijelaskan dengan Mekanisme.

Locke memberikan saran pendapat bahwa Tuhan mungkin menambahan (superadded) bermacam kekuatan Non-Mekanis ke badan/tubuh material dan ini bisa menjelaskan Gravitasi.

Bahkan, di beberapa titik ia menyarankan bahwa Tuhan telah menambahan (superadded) kekuatan berpikir ke dalam materi dan bahwa manusia mungkin adalah makhluk material murni.

Kritik kedua Locke berkaitan dengan masalah teoritis dalam Filsafat Mekanis.

Salah satu masalah adalah Mekanisme tersebut tidak memiliki cara yang memuaskan untuk menjelaskan Kohesi (Kerekatan).

Mengapa Sel-Sel terkadang menempel bersama ?

Jika benda-benda seperti meja dan kursi hanyalah koleksi Sel-Sel kecil maka seharusnya akan sangat mudah tercerai-berai/terpecah, sama seperti saya dapat dengan mudah memisahkan satu kelompok kelereng dari yang lain.

Lebih jauh lagi, mengapa Sel-Sel tertentu tetap terjebak bersama sebagai benda padat ?

Apa yang menyebabkan Kohesi (Kerekatan) ?

Sekali lagi, Mekanisme tampaknya sangat tertekan untuk memberikan jawaban ini.

Akhirnya, Locke membiarkan kita tidak memahami sepenuhnya transfer gerakan pada peristiwa tabrakan.

Ketika satu Sel bertabrakan dengan yang lain, sebenarnya kita tidak memiliki penjelasan yang sangat memuaskan mengapa Sel kedua bergerak menjauhi karena kekuatan tabrakan.

Locke menekankan kritik ini dengan beberapa keahlian dan dengan cara yang serius.

Meski begitu, tetap saja pada akhirnya dia optimis tentang Mekanisme.

Sikap Lock yang agak campur aduk pada bagian ini menyebabkan para komentator/pengamat untuk memperdebatkan pertanyaan tentang sikap pastinya terhadap Filosofi Mekanis dan motivasi dirinya untuk mendiskusikannya.


c. Kekuasaan Menentukan Kehendak Sendiri Dan Tindakan Seseorang

Dalam Buku 2, Bab 21 dari karya Essay, Locke membahas topik Kehendak.

Salah satu hal yang memisahkan/membedakan manusia dari batu dan bola biliar adalah kemampuan kita untuk membuat keputusan dan mengendalikan tindakan kita.

Kita merasa bahwa kita Bebas dalam hal tertentu dan bahwa kita memiliki Kekuasaan/Kekuatan untuk memilih pemikiran dan tindakan tertentu.

Locke menyebut ini Kekuatan Kehendak.

Tapi ada pertanyaan rumit, tersusun dari apakah Kekuasaan/Kekuatan di dalamnya dan apakah yang diperlukan agar secara Bebas atau secara Sukarela memilih sesuatu.

2.21 berisi diskusi yang rumit dan berkelanjutan mengenai pertanyaan-pertanyaan rumit ini.

Locke pertama kali memulai dengan pertanyaan tentang Kebebasan dan kemudian melanjutkan diskusi tentang Kehendak.

Atas analisis Locke, kita Bebas melakukan hal-hal yang akan kita lakukan dan secara fisik mampu dilakukan.

Misalnya, jika saya ingin terjun ke danau dan tidak memiliki halangan/penyakit fisik yang mencegahnya, maka saya Bebas terjun ke danau.

Sebaliknya, jika saya tidak ingin terjun ke danau, tapi seorang teman mendorong saya masuk, saya tidak bertindak Bebas saat memasuki air.

Atau, jika saya ingin terjun ke danau, tapi mengalami cedera tulang belakang dan tidak bisa menggerakkan tubuh saya, maka saya tidak bertindak Bebas saat berada di tepi pantai.

Sampai di sini adalah bagus, Locke telah menawari kita cara yang berguna untuk membedakan tindakan Sukarela kita dari tindakan kita yang dipaksa/tidak disengaja.

Tapi masih ada pertanyaan mendesak tentang Kebebasan dan Kehendak : apakah Kehendak itu sendiri Bebas ?

Ketika saya memutuskan apakah akan melompat ke dalam air atau tidak, apakah Kehendak saya ditentukan oleh faktor luar untuk memilih satu atau yang lainnya ?

Atau bisakah, untuk dikatakan, membentuk Pikiran sendiri dan memilih salah satu pilihan ?

Posisi awal Locke dalam bab ini adalah bahwa Kehendak yang ditentukan.

Tapi di bab/bagian selanjutnya dia menawarkan berbagai kualifikasi.

Dalam keadaan normal, Kehendak ditentukan oleh apa yang oleh Locke disebut Ketidaknyamanan :

" Apakah yang menentukan Kehendak kita berkaitan dengan Tindakan kita ? ... beberapa dan untuk sebagian besar yang paling menekan adalah Ketidaknyamanan Manusia yang hadir pada saat itu. Itulah yang secara terus menerus menentukan Kehendak, dan menetetapkan atas Tindakan yang kita lakukan. " (2.21.31, 250-1).

Ketidaknyamanan ini disebabkan oleh tidak adanya sesuatu yang dipersepsi sebagai kebaikan.

Persepsi baik tentang sesuatu benda menimbulkan keinginan terhadap benda itu.

Misalkan saya memilih memakan sepotong pizza.

Locke mengatakan bahwa saya pasti telah membuat pilihan ini karena tidak adanya pizza akan mengganggu saya entah bagaimana misal saya merasa lapar, atau merindukan sesuatu yang gurih dan Ketidaknyamanan ini memunculkan keinginan terhadap makanan.

Keinginan itu pada gilirannya menentukan Kehendak saya untuk memilih makan pizza.

Kualifikasi Locke terhadap penjelasan tentang Kehendak yang ditentukan oleh Ketidaknyamanan ini berkaitan dengan apa yang dia sebut sebagai Penangguhan/Penundaan.

Dimulai dengan edisi kedua Essay, Locke mulai berpendapat bahwa hasrat yang sebagian besar paling menekan untuk menentukan Kehendak, tapi tidak selalu :

" Bagi Pikiran dalam banyak kasus, seperti yang telah terbukti dalam pengalaman, sebuah kekuatan untuk menunda eksekusi dan memenuhi kepuasan dari setiap keinginan, dan juga semuanya, satu demi satu, adalah dalam keadaan Bebas untuk mempertimbangkan Objek-Objek keinginan itu. Memeriksa mereka dari semua sisi, dan menimbangnya dengan keinginan-keinginan yang lain. " (2.21.47, 263).

Jadi, kalaupun, pada saat ini, hasrat saya untuk makan pizza adalah keinginan terkuat, Locke berpikir bahwa saya dapat berhenti sejenak sebelum memutuskan untuk makan pizza dan mempertimbangkan keputusan itu.

Saya dapat mempertimbangkan hasrat-hasrat lain dari sejumlah keinginan yang ada seperti keinginan saya untuk menurunkan berat badan, atau meninggalkan pizza untuk teman saya, atau untuk mempertahankan pola makan vegan.

Pertimbangan yang cermat dari kemungkinan lain ini mungkin memiliki efek mengubah sejumlah hasrat saya.

Jika saya benar-benar fokus pada betapa pentingnya menjaga kebugaran dan kesehatan dengan memakan makanan bergizi, keinginan saya untuk meninggalkan pizza mungkin menjadi lebih kuat daripada keinginan saya untuk memakannya dan saya mungkin bertekad memilih untuk tidak makan pizza.

Tetapi tentu saja kita selalu dapat bertanya apakah seseorang memiliki pilihan untuk menunda penilaian atau apakah penundaan penilaian itu sendiri ditentukan oleh hasrat yang paling kuat dalam pikiran kita.

Pada titik ini Locke agak kabur.

Sementara sebagian besar penafsir berpendapat hasrat kita menentukan pada saat penilaian ditunda, beberapa lainnya tidak setuju dan berpendapat bahwa penundaan penilaian menawarkan pendapat agen Lockean adalah sebuah bentuk Kehendak Bebas yang kuat.


d. Kepribadian dan Identitas Pribadi

Locke adalah salah satu filsuf pertama yang memberi perhatian serius pada pertanyaan Identitas Pribadi.

Dan pembahasannya tentang pertanyaan tersebut telah terbukti berpengaruh baik secara historis di waktu lalu maupun di masa sekarang.

Pembahasan terjadi di tengah diskusi Locke yang lebih luas tentang kondisi Identitas untuk berbagai Entitas di Buku II, Bab 27.

Di dalam hati, pertanyaannya cukup sederhana, apa yang membuat saya menjadi orang yang sama dengan orang yang melakukan hal-hal tertentu di masa lalu dan yang akan melakukan hal-hal tertentu di masa depan ?

Dalam hal apakah itu adalah saya yang menghadiri Sekolah Dasar Bridlemile beberapa tahun yang lalu ?

Dahulu, saya seorang anak laki-laki sangat pendek, tahu sedikit tentang sepak bola, dan menyukai Chicken McNuggets.

Di sisi lain, sekarang saya bertubuh tinggi rata-rata, tahu banyak sampai hal-hal kecil tentang sepak bola, dan agak mual saat memikirkan makan ayam, terutama dalam bentuk Nugget.

Meski demikian, memang benar bahwa saya yang sekarang Identik dengan anak laki-laki yang hadir di Bridlemile beberapa tahun lalu.

Pada zaman Locke, topik Identitas Pribadi penting untuk alasan keagamaan.

Doktrin Kristen berpendapat bahwa ada kehidupan akhirat di mana orang-orang saleh akan dihargai di surga dan orang-orang berdosa akan dihukum di neraka.

Skema ini memberi dorongan bagi individu untuk berperilaku secara moral.

Tetapi, agar ini berhasil, penting bagi orang yang diberi penghargaan atau dihukum adalah orang yang sama dengan orang yang hidup dengan saleh atau hidup berdosa.

Dan ini harus benar meskipun orang yang diberi penghargaan atau dihukum telah meninggal, yang entah bagaimana terus berada di alam baka, dan entah bagaimana berhasil dipertemukan kembali dengan tubuhnya.

Jadi penting untuk mendapat jawaban yang benar mengenai pertanyaan Identitas Diri.

Pandangan Locke terhadap Identitas Pribadi melibatkan Proyek Negatif dan Proyek Positif.

Proyek Negatif melibatkan perdebatan melawan pandangan bahwa Identitas Pribadi tersusun di dalam atau mensyaratkan kontinyuitas keberadaan suatu Zat/Substansi tertentu.

Dan Proyek Positif mencakup mempertahankan pandangan bahwa Identitas Pribadi tersusun dalam kontinyuitas Kesadaran.

Kita mulai dengan pandangan positif ini. Locke mendefinisikan seseorang sebagai :

" makhluk cerdas yang berpikir, yang memiliki Akal dan Refleksi, dan dapat menimbang dirinya sebagai dirinya sendiri, sesuatu yang berpikir dan yang sama dalam berbagai waktu dan tempat. Yang itu hanya dilakukan oleh Kesadaran, yang tidak dapat dilepaskan dari berpikir, yang tampak bagi saya sebagai hal yang sangat penting.  " (2.27.9, 335).

Locke mengemukakan di sini bahwa bagian yang membuat seseorang sama melalui waktu adalah kemampuan mereka untuk mengenali/mengakses pengalaman masa lalu yang dimiliknya.

Bagi saya, bagian yang membedakan seorang anak laki-laki kecil yang menghadiri Sekolah Dasar Bridlemile dari semua anak lainnya yang pergi ke sana adalah realisasi saya bahwa saya berbagi dalam kesadarannya.

Dengan kata lain, akses saya terhadap pengalaman hidupnya di Bridlemile sangat berbeda dengan akses saya terhadap pengalaman hidup orang lain yang di sana : Akses ini adalah Pertama, Pribadi dan Langsung.

Saya mengenali pengalaman di sana sebagai bagian dari benang/rangkaian pengalaman yang membentuk hidup saya dan bergabung dengan diri saya dan pengalaman saya pada saat ini secara terpadu.

Itulah yang membuat anak laki-laki kecil sama dengan saya.

Locke percaya bahwa penjelasan Identitas Pribadi sebagai kontinuitas Kesadaran meniadakan kebutuhan penjelasan Identitas Pribadi yang diberikan berdasar Zat/Substansi.

Pandangan tradisional berpendapat bahwa ada Entitas Metafisik, yang disebut Jiwa, yang menjamin Identitas Pribadi melalui waktu.

Dimanapun ada Jiwa yang sama, orang yang sama juga akan ada disana.

Locke menawarkan sejumlah eksperimen pemikiran untuk meragukan keyakinan ini dan menunjukkan bahwa penjelasannya lebih unggul.

Misalnya, jika Jiwa seseorang dihapuskan dari semua pengalaman sebelumnya dan diberikan pengalaman yang baru seperti yang mungkin terjadi pada reinkarnasi, jika itu adalah benar, Jiwa yang sama tidak akan membenarkan klaim bahwa semua orang yang memilikinya adalah orang yang sama.

Atau, kita bisa membayangkan dua Jiwa yang memiliki pengalaman sadar mereka benar-benar bertukar/berbeda.

Dalam kasus ini, kita mengatakan bahwa orang tersebut pergi dengan pengalaman kesadaran dan tidak tinggal dengan Jiwa.

Penjelasan Identitas Pribadi Locke tampaknya merupakan usaha yang disengaja untuk menjauh dari beberapa alternatif Metafisik dan menawarkan sebuah penjelasan yang dapat diterima oleh individu dari sejumlah latar belakang Theologis yang berbeda.

Tentu saja, sejumlah tantangan serius diajukan untuk menguji penjelasan Locke.

Sebagian besar fokus pada peran penting yang tampaknya dimainkan oleh Ingatan/Memori.

Dan rincian yang tepat dari usulan positif Locke di 2,27 telah sulit dijabarkan.

Meskipun demikian, banyak filsuf kontemporer percaya bahwa ada inti kebenaran yang penting dalam analisis Locke.


e. Esensi Nyata dan Nominal

Perbedaan Locke antara Esensi Nyata dari sebuah Zat/Substansi dan Esensi Nominal suatu Zat/Substansi adalah salah satu komponen Essay yang paling menarik.

Para filsuf Skolastik berpendapat bahwa tujuan utama Metafisika dan Sains adalah mempelajari Esensi dari benda-benda : komponen Metafisik kunci/utama dari benda-benda yang menjelaskan semua fitur (ciri) menarik mereka.

Locke menganggap proyek ini salah arah.

Pengetahuan semacam itu, Pengetahuan tentang Esensi Nyata makhluk, tidak tersedia bagi manusia.

Hal ini menyebabkan Locke menyarankan cara alternatif untuk memahami dan menyelidiki alam.

Dia merekomendasikan untuk berfokus pada Esensi Nominal benda-benda.

Ketika Locke memperkenalkan istilah Esensi Nyata, dia menggunakannya untuk merujuk pada :

" penyusun nyata dari setiap benda, yang merupakan dasar dari semua Properti itu, yang digabungkan didalamnya, dan terus ditemukan ada bersama dengan [objek] " (3.6.6, 442).

Bagi Skolastik Esensi Nyata ini menjadi Forma Substansi sebuah Objek.

Bagi para pendukung Filsafat Mekanis, ini adalah jumlah dan susunan Sel-Sel Materi yang membentuk badan/tubuh.

Locke kadang-kadang mendukung pemahaman terakhir tentang Esensi Nyata ini.

Tapi dia menegaskan bahwa Esensi Nyata sama sekali tidak diketahui dan tidak dapat kita temukan.

Sebaliknya Esensi Nominal, dapat diketahui dan merupakan cara terbaik untuk memahami Zat/Substansi individual.

Esensi Nominal hanyalah kumpulan dari semua fitur (ciri) yang teramati yang dimiliki masing-masing Zat/Substansi individu.

Jadi Esensi Nominal dari sepotong emas akan mencakup ide/gagasan tentang kekuningan, berat badan tertentu, kelenturan, kelarutanan oleh bahan kimia tertentu, dan sebagainya.

Locke memberi kita analogi yang bermanfaat untuk menggambarkan perbedaan antara Esensi Nyata dan Nominal.

Dia menyarankan agar posisi kita berkenaan dengan benda biasa seperti posisi seseorang yang melihat jam yang sangat rumit.

Roda, roda, bobot, dan pendulum yang menghasilkan gerakan tangan di wajah jam adalah Esensi Nyata jam, tidak diketahui orang tersebut.

Mereka tersembunyi di balik casing.

Dia hanya bisa mengetahui tentang fitur (ciri) yang dapat diamati seperti bentuk jam, gerakan tangan, dan denting jam yang adalah Esensi Nominal jam.

Begitu pula ketika saya melihat benda seperti Dandelion, saya hanya bisa mengamati Esensi Nominal-nya seperti warna kuning, bau pahit, dan sebagainya.

Saya tidak tahu betul apa yang menghasilkan fitur (ciri) Dandelion ini atau bagaimana menghasilkannya.

Pandangan Locke tentang Esensi Nyata dan Nominal memiliki konsekuensi penting untuk pandangannya tentang pembagian Objek ke dalam kelompok dan jenis.

Mengapa kita menganggap beberapa hal sebagai zebra dan hal lainnya menjadi kelinci ?

Pandangan Locke adalah bahwa kita mengelompokan benda-benda menurut Esensi Nominal dan tidak berdasar Esensi Nyata yang tidak diketahui.

Tapi ini memiliki konsekuensi bahwa pengelompokan kita mungkin gagal untuk secara memadai mencerminkan apa pun perbedaan sebenarnya yang mungkin ada di alam.

Jadi Locke bukanlah seorang realis tentang spesies atau jenis.

Sebaliknya, dia adalah seorang konvensionalis.

Kita memproyeksikan pembagian ini kepada dunia saat kita memilih untuk mengklasifikasikan Objek yang jatuh di bawah berbagai Esensi Nominal yang telah kita buat.


f. Epistemologi Keagamaan

Epistemologi Agama, klaim tentang pemahaman kita tentang Tuhan dan tugas kita sehubungan dengan Dia sangat diperdebatkan selama masa hidup Locke.

Perang Sipil Inggris, yang diperjuangkan selama masa muda Locke, sebagian besar merupakan perselisihan mengenai cara yang benar untuk memahami Agama Kristen dan persyaratan Iman Religius.

Sepanjang abad ketujuh belas, sejumlah sekte Kristen Fundamentalis terus mengancam stabilitas kehidupan politik di Inggris.

Dan status orang-orang Katolik dan Yahudi di Inggris adalah orang yang jengkel.

Jadi taruhannya sangat tinggi ketika, pada tahun 4.18, Locke membahas sifat Iman dan Akal dan domain dari masing-masing.

Dia mendefinisikan Akal sebagai upaya untuk menemukan kepastian atau kemungkinan melalui penggunaan Fakultas Alami kita dalam penyelidikan dunia.

Sebaliknya, Iman adalah kepastian atau probabilitas yang dicapai melalui sebuah komunikasi yang diyakini berasal dari Tuhan.

Jadi saat Smith makan kentang dan mempercayai rasa asin, dia percaya ini menurut Akal.

Tapi ketika Smith percaya bahwa Joshua membuat matahari tetap berdiri di langit karena dia membacanya di Alkitab yang dia anggap sebagai Wahyu Illahi, dia percaya menurut Iman.

Meskipun awalnya terdengar seolah-olah Locke telah mengukir peran yang cukup terpisah untuk Iman dan Akal, harus dicatat bahwa definisi ini membuat Iman tunduk pada Akal dengan cara yang halus. Sebab, seperti yang dijelaskan Locke :

" Apapun yang telah dinyatakan oleh Allah, pastilah benar. Tidak ada keraguan yang bisa dibuat kepadanya. Ini adalah Obyek Iman yang benar : Tetapi apakah itu Wahyu Illahi atau bukan, Akal yang harus menilai/menghakimi. Yang tidak pernah mengizinkan Pikiran untuk menolak Bukti-Bukti yang lebih kuat untuk mempermalukan apa yang memiliki Bukti kurang jelas, juga tidak membiarkannya menghibur Probabilitas yang bertentangan dengan Pengetahuan dan Kepastian. " (4.18.10, 695).

Pertama, Locke berpikir bahwa jika ada proposisi, bahkan untuk satu yang dimaksudkan dengan Wahyu Illahi, bertentangan dengan bukti Akal yang jelas, maka hal itu seharusnya tidak dapat dipercaya.

Jadi, kalaupun sepertinya Tuhan mengatakan kepada kita bahwa 1 + 1 = 3, Locke mengklaim bahwa kita harus tetap percaya bahwa 1 + 1 = 2 dan kita harus menyangkal bahwa Wahyu Illahi 1 + 1 = 3 itu asli dari Tuhan.

Kedua, Locke berpikir bahwa untuk menentukan apakah sesuatu diwahyukan secara Illahi, kita harus menggunakan Akal kita.

Bagaimana kita bisa tahu apakah Alkitab berisi Wahyu langsung Allah yang disampaikan melalui penulis Alkitab yang diilhami atau apakah itu bukan karya manusia belaka ?

Hanya Akal yang bisa membantu kita menyelesaikan pertanyaan itu.

Locke berpikir bahwa mereka yang mengabaikan pentingnya Akal dalam menentukan apa yang merupakan dan bukan masalah Iman adalah bersalah karena Antusiasme.

Dan dalam sebuah bab yang ditambahkan pada edisi Essay, Locke selanjutnya dengan tegas memperingatkan pembacanya terhadap bahaya serius yang ditimbulkan oleh hal ini.

Dalam semua hal ini, Locke muncul sebagai seorang moderat yang kuat.

Dia sendiri sangat Religius dan menganggap Iman Religius sebagai hal penting.

Tapi dia juga merasa ada batas serius untuk apa yang bisa dibenarkan melalui permohonan keimanan.

Isu yang dibahas di bagian ini akan sangat penting di bab di mana pandangan Locke tentang pentingnya Toleransi Beragama dibahas.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/locke/#H1
Pemahaman Pribadi