Pengelompokan karya Plato yang biasa dilakukan oleh para ahli filsafat secara kronologis adalah sebagai berikut:
Karya Periode-Awal
Semua karya yang ditulis Plato setelah kematian Socrates, tetapi sebelum perjalanan pertama Plato ke Sisilia pada tahun 387 SM :
Apology, Charmides, Crito, Euthydemus, Euthyphro, Gorgias, Hippias Major, Hippias Minor, Ion, Laches, Lysis, Protagoras, Republic Bk. I
Karya Periode-Transisi-Awal
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Awal dan pada awal Periode-Tengah antara tahun 387-380 SM :
Cratylus, Menexenus, Meno
Karya Periode-Tengah
Karya yang ditulis Plato antara tahun 380-360 SM :
Phaedo, Republic Bk. II-X, Simposium
Karya Periode-Transisi-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Tengah dan pada awal Periode-Akhir antara tahun 360-355 SM :
Parmenides, Theaetetus, Phaedrus
Karya Periode-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada Periode-Akhir antara tahun 355-347 SM, mungkin secara kronologis sbb :
Sophis, Statesman, Philebus, Timaeus, Critias, Laws
Karya Plato : Periode Awal
a. Akurasi Sejarah
Meskipun tidak-ada yang berpendapat bahwa Plato mencatat kata-demi-kata setiap kalimat atau pidato yang sebenarnya diucapkan Socrates. Argumen telah dibuat bahwa tidak-ada pidato Socrates yang tertulis dalam karyanya Apology, yang tidak diucapkan dalam sejarah persidangan Socrates.
Bagaimanapun, adalah cukup-umum bagi para sarjana untuk memperlakukan karya Plato, Apology sebagai sumber kuno yang paling dapat diandalkan untuk menjelaskan sejarah Socrates.
Dialog dalam karya Plato pada periode-awal lainnya tentu kreasi Plato sendiri. Tetapi seperti yang telah dikatakan sebelumnya, kebanyakan ahli memperlakukan ini sebagai hal yang --kurang lebih-- akurat mewakili filosofi dan perilaku Socrates, meskipun para ahli tidak mendukung dengan catatan-sejarah literal percakapan Socrates yang sebenarnya. Beberapa dialog awal termasuk anakronisme membuktikan ketidaktepatan sejarah mereka.
Tentu saja, adalah mungkin bahwa semua dialog sepenuhnya merupakan karya Plato dan tidak-ada hubungan sama-sekali dengan sejarah kehidupan dan filsafat Socrates. Para ahli kontemporer umumnya mendukung salah-satu dari empat sudut-pandang berikut berkaitan dengan dialog dan representasi pemikiran Socrates dalam periode awal karya Plato :
Pandangan Kesatuan (The Unitarian View)
Pandangan ini, yang lebih populer di awal abad ke-20 daripada sekarang, menyatakan bahwa hanya ada filosofi-tunggal yang dapat ditemukan dalam semua karya Plato (dari setiap periode, bahkan jika periode tersebut dapat diidentifikasi dengan jelas dan meyakinkan). Menurut para sarjana yang mendukung pandangan ini, tidak ada alasan sama sekali, untuk berbicara tentang filsafat Socrates. Setidaknya dari apa saja yang ditemukan di dalam karya Plato, segala sesuatu dalam dialog karya Plato adalah filsafat Plato sendiri. Salah satu versi terbaru dari pandangan ini telah dikemukakan oleh Charles H. Kahn (1996). Jauh pada waktu sebelumnya, tetapi masih pada jaman yunani-kuno, pendekatan mereka untuk interpretasi karya Plato pada dasarnya adalah Unitarian. Meskipun demikian Aristoteles adalah pengecualian.
Pandangan Gaya Tulisan Atomis (The Literary Atomist View)
Pendekatan interpretasi ini disebut gaya-tulisan-atomis karena mereka yang mengusulkan pandangan ini memperlakukan setiap dialog dalam karya Plato sebagai sebuah keseluruhan karya tulis yang lengkap. Penafsiran yang tepat harus dicapai tanpa menggunakan referensi karya Plato yang lain. Mereka yang mendukung pandangan ini menolak sepenuhnya relevansi atau validitas pemilahan atau pengelompokan dialog-dialog karya Plato kedalam kelompok-kelompok, dengan alasan setiap pemilahan tersebut tidak mempunyai nilai untuk mencapai penafsiran yang tepat dari setiap dialog yang diberikan. Dalam pandangan ini, tidak ada alasan untuk membuat perbedaan antara filsafat Socrates dan filsafat Plato dan semua filsafat yang ditemukan dalam karya Plato harus dikaitkan hanya dengan Plato sendiri.
Pandangan Perkembangan (The Developmentalis View)
Menurut pandangan ini, yang mencakup paling luas dari semua pendekatan interpretasi yang ada, perbedaan antara dialog dalam karya Plato pada Periode-Awal dan Periode-Akhir menunjukan perkembangan pemikiran filosofi Plato dan gaya tulisannya. Ini mungkin atau mungkin-tidak, terkait dengan upaya Plato untuk melestarikan ingatan akan sejarah Socrates pada setiap dialog dalam karyanya. Perbedaan itu hanyalah menunjukan perubahan pandangan filosofis Plato sendiri. Para ahli yang mendukung pandangan ini, umumnya mengidentifikasi posisi karya Plato pada Periode-Awal sebagai pemikiran filsafat Socrates dan karya Periode-Akhir sebagai filsafat-Plato tetapi tidak memperhatikan hubungan antara pemikiran filsafat-Socrates dan karya Plato dengan sejarah Socrates yang sebenarnya.
Pandangan Sejarah (The Historis View)
Mungkin posisi filosofi yang paling umum dari pandangan-perkembangan adalah pendapat bahwa perkembangan yang terlihat mencolok antara dialog dalam karya Plato pada Periode-Awal dan pada Periode-Akhir bersumber dari upaya Plato untuk menampilkan kembali sejarah Socrates yang ---kurang lebih--- akurat dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal. Meski begitu, mungkin karena perkembangan genre-tulisan-tulisan tentang Socrates pada saat itu, dimana para penulis lainnya tidak berupaya mengaitkan tulisannya dengan sejarah Socrates, Plato kemudian lebih leluasa untuk menempatkan pandangannya sendiri melalui mulut karakter Socrates dalam karya-karyanya. Mahasiswa Plato sendiri, Aristoteles, tampaknya memahami dialog dengan cara ini.
Kini, beberapa ahli yang meragukan seluruh program pengurutan dialog ke dalam kelompok secara kronologis dan yang oleh karena itu berpendapat dengan ketat tanpa mengaitkan dengan sejarah (lihat, misalnya, Cooper 1997,xii-xvii) tetap menerima pandangan bahwa karya Plato Periode-Awal adalah pemikiran filsafat Socrates dalam nada maupun isinya. Meskipun demikian, dengan beberapa pengecualian, para ahli sepakat bahwa jika kita tidak mampu membedakan suatu kelompok dialog adalah sebuah karya Plato Periode-Awal atau merupakan pemikiran filsafat Socrates atau bahkan jika kita dapat membedakan suatu kelompok merupakan filsafat Socrates tetapi tidak bisa mengidentifikasi filsafat yang koheren dalam karya-karya itu, maka menjadi sedikit masuk-akal untuk membahas tentang filsafat Socrates dalam karya-karya Plato. Adalah terlalu sedikit (dan yang terlalu sedikit itulah justru yang menarik) yang dapat ditemukan pada karya penulis kuno lainnya yang bisa dikaitkan dengan Socrates. Pada akhirnya, setiap perhatian filosofis yang serius pada Socrates harus diupayakan melalui studi karya Plato pada Periode-Awal atau pada dialog-dialog Plato yang mereprentasikan pemikiran filsafat Socrates.
b. Karakter Socrates Dalam Tulisan Karya Plato
Dalam dialog yang secara umum diterima sebagai karya Plato pada Periode-Awal, tokoh utama selalu adalah Socrates. Socrates ditampilkan sebagai seorang yang sangat lincah melakukan tanya-jawab, yang kemudian dikenal sebagai metode-mengajar Socrates atau elenchus atau elenchos dari istilah bahasa Yunani yang berarti sanggahan. Dalam dialog, Socrates hampir selalu memainkan peran sebagai seorang penanya karena Socrates mengakui tidak memiliki kebijaksanaan dalam dirinya untuk dibagi dengan orang lain. Dalam karya Plato periode ini, Socrates adalah seorang yang mahir mengurangi kebingungan dan kontradiksi dari pendapat lawan bicaranya bahkan untuk hal yang paling sulit dan bandel sekalipun. Dalam Apology, Socrates menjelaskan bahwa perbuatannya yang membuat malu begitu banyak teman-temannya adalah karena perkataan Oracle di Delphi yang disampaikan kepada Chaerephon temannya (Apology 21a-23b), yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih bijaksana dari Socrates. Sebagai hasil dari usahanya untuk mengungkap arti sebenarnya yang dimaksud perkataan Oracle ini, Socrates mendapat tugas menjalankan misi-ilahi di Athena untuk membongkar kesombongan kebijaksanaan yang palsu. Penyelidikannya yang telah membuat malu banyak teman-temannya, pada saat itulah yang menurutnya merupakan akar penyebab dirinya dituntut atas tuduhan penghinaan agama (Apology 23c-24b) sehingga itu bukanlah suatu kesalahan seseorang tetapi merupakan pengorbanannya karena telah memilih menjalani kehidupan-yang-tidak-diuji (lihat 38a).
Cara Plato menampilkan kembali Socrates yang menjalankan misi-ilahi-nya di Athena memberikan penjelasan yang masuk-akal, mengapa warga Athena membawanya ke pengadilan dan menghukumnya, yang terjadi di tahun penuh pergolakan setelah akhir perang Peloponnesia, dan juga mengapa Socrates tampak tidak benar-benar bersalah atas tuduhan yang dihadapinya. Meski demikian, bahkan lebih penting lagi, dialog awal Plato memberikan argumen menarik dan sanggahan-sanggahan terhadap posisi pendapat filosofis yang ada, hal yang menarik minat dan tantangan para pembaca filsafat. Dialog Plato tetap disertakan diantara bacaan yang diperlukan di kelas pengantar filsafat dan kelas lebih lanjut, tidak hanya agar para siswa siap menerima, tetapi juga karena menimbulkan banyak masalah filosofi yang paling mendasar. Lebih lagi, tidak seperti kebanyakan karya-karya filsafat lainnya, Plato membingkai diskusi dengan menyajikannya secara dramatis, yang terutama membuat isi diskusi ini menjadi menarik. Misalnya, dalam karyanya Crito, kita menemukan Socrates membahas tugas warga-negara untuk mematuhi hukum-negara saat ia menunggu eksekusi dirinya yang diperintahkan secara hukum di dalam penjara. Sifat dramatis karya Plato telah mendapatkan perhatian bahkan dari para ahli sastra yang relatif tidak tertarik dengan filsafat seperti itu. Oleh karena itu, apapun nilai yang mereka berikan pada penelitian sejarah, dialog Plato akan terus dibaca dan diperdebatkan oleh mahasiswa dan sarjana dan Socrates yang ditemukan dalam karya Plato Periode-Awal atau filsafat Socrates akan terus didiskusikan di antara para filsuf barat yang terbesar.
c. Posisi Etika
Posisi filosofis hampir semua para ahli adalah sepakat bahwa pandangan moral atau etika berikut ini, dapat ditemukan secara langsung, didukung atau setidaknya disarankan/dikemukakan dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal.
- Penolakan terhadap sikap balas-dendam atau membalas perbuatan menyakiti dengan cara menyakiti atau membalas perbuatan jahat dengan cara berbuat jahat (Crito 48b-c, 49c-d; Republic I.335a-e).
- Mengakui bahwa melakukan ketidakadilan merugikan bagi jiwa seseorang. Keadilan adalah hal yang paling berharga bagi seseorang dan oleh karenanya lebih baik menderita/menerima ketidakadilan daripada melakukannya (Crito 47D-48a; Gorgias 478c-e, 511c-512B; Republic I .353d-354a).
- Beberapa bentuk, apa yang disebut eudaimonism adalah kebaikan harus dipahami dalam kerangka untuk kebahagiaan manusia, kesejahteraan, atau kejayaan, yang juga dapat dipahami sebagai menjalani hidup-dengan-baik atau melakukan-hal-yang-baik (Crito 48b; Euthydemus 278e, 282a; Republic I. 354a).
- Pandangan bahwa hanya keutamaan (virtue) yang baik dalam dirinya sendiri. Hal lain yang baik adalah baik hanya sejauh berfungsi atau digunakan untuk kebajikan atau dengan kebajikan (Apology 30b; Euthydemus 281d-e).
- Pandangan bahwa ada sejenis kesatuan antara kebajikan. Dalam beberapa hal, semua kebajikan adalah sama (Protagoras 329b-333b, 361a-b).
- Pandangan bahwa warga negara yang telah setuju untuk hidup dalam sebuah negara harus selalu mematuhi hukum negara itu, atau membujuk negara untuk mengubah hukum-hukumnya, atau meninggalkan negara (Crito 51b-c, 52a-d).
d. Posisi Psikologi
Socrates juga muncul untuk berdebat atau langsung membuat beberapa pandangan psikologi berikut ini:
- Semua kesalahan dilakukan karena ketidaktahuan, semua orang hanya menginginkan sesuatu yang baik (Protagoras 352a-c; Gorgias 468B; Meno 77E-78b).
- Semua orang benar-benar percaya pada prinsip-prinsip moral tertentu, meskipun beberapa mungkin berpikir mereka tidak memiliki keyakinan seperti itu, dan mungkin menolaknya dengan menyampaikan argumen (Gorgias 472b, 475e-476a).
e. Posisi Religi
Dalam dialog ini, juga ditemukan Socrates yang ditampilkan kembali sebagai seorang yang memegang suatu keyakinan agama, seperti:
- Para dewa adalah yang benar-benar bijaksana dan baik (Apology 28a; Euthyphro 6a, 15a; Meno99B-100b).
- Sejak masa kecilnya (lihat Apology 31d) Socrates telah mengalami suatu-yang-ilahi (Apology 31c-d; 40a; Euthyphro 3b; lihat juga Phaedrus 242b), yang berupa suara (Apology 31d; lihat juga Phaedrus 242c), atau tanda (Apology 40 c, 41d, Euthydemus 272e; lihat juga Republic VI.496c; Phaedrus 242b) yang mencegah Socrates pada saat akan melakukan sesuatu yang salah (Apology 40a, 40c).
- Berbagai bentuk wahyu dapat memungkinkan manusia untuk mengenali/memahami kehendak Tuhan (Apology 21a-23b, 33c).
- Penyair dan seniman mampu menulis dan melakukan hal-hal indah. Yang mereka tulis dan lakukan, bukanlah dari pengetahuan atau keahlian mereka, tetapi berasal dari inspirasi-ilahi. Hal yang sama dapat dikatakan untuk utusan dan peramal, meskipun mereka tampak memiliki beberapa jenis keahlian. Mungkin hanya beberapa teknik yang digunakan untuk menempatkan mereka pada sikap penerimaan yang memadai terhadap ilahi (Apology 22b-c; Laches 198e-199a; Ion 533d-536a, 538d-e; Meno 99c).
- Tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelah kematian, tetapi masuk-akal untuk berpikir bahwa kematian bukanlah suatu hal yang buruk. Dan mungkin ada kehidupan setelah kematian, di mana jiwa-jiwa baik dihargai, dan jiwa-jiwa orang jahat dihukum (Apology 40 c-41c; Crito 54b-c; Gorgias 523a-527a).
f. Posisi Metodologi dan Epistemologi
Selain itu, Socrates dalam dialog karya Plato Periode-Awal mungkin masuk-akal dianggap memiliki keyakinan metodologis atau epistemologis tertentu, termasuk diantaranya :
- Definisi pengetahuan dalam pemahaman etika setidaknya adalah kondisi yang diperlukan untuk melakukan penilaian handal terhadap nilai etis dari hal-hal yang spesifik (Euthyphro 4e-5d, 6e; Laches 189e-190B; Lysis 223b; Besar Hippias 304d-e; Meno 71a-b, 100b ; Republic I.354b-c).
- Sebuah daftar yang berisi sejumlah contoh nilai-nilai etis, bahkan jika semuanya merupakan kasus otentik dari nilai tersebut, tidak akan menyediakan analisis yang memadai untuk memahami apa nilai etis itu, atau tidak akan memberikan definisi yang memadai tentang istilah nilai yang mengacu pada nilai etis tersebut. Definisi yang tepat harus menyatakan apa yang umum untuk semua contoh nilai etis tersebut (Euthyphro 6d-e; Meno 72c-d).
- Mereka yang menguasai pengetahuan tingkat ahli atau memiliki kebijaksanaan mengenai sebuah subjek, tidak akan salah dalam melakukan penilaian terhadap subjek itu (Euthyphro 4e-5a; Euthydemus 279d-280b), karena mereka mengerjakan urusan dalam bidang keahliannya secara rasional dan teratur (Gorgias 503e- 504b), dan mereka juga dapat mengajar dan menjelaskan mengenai subjek tersebut (Gorgias 465a, 500e-501B, 514a-b; Laches 185B, 185e, 1889e-190B); Protagoras 319b-c).
Karya Periode-Awal
Semua karya yang ditulis Plato setelah kematian Socrates, tetapi sebelum perjalanan pertama Plato ke Sisilia pada tahun 387 SM :
Apology, Charmides, Crito, Euthydemus, Euthyphro, Gorgias, Hippias Major, Hippias Minor, Ion, Laches, Lysis, Protagoras, Republic Bk. I
Karya Periode-Transisi-Awal
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Awal dan pada awal Periode-Tengah antara tahun 387-380 SM :
Cratylus, Menexenus, Meno
Karya Periode-Tengah
Karya yang ditulis Plato antara tahun 380-360 SM :
Phaedo, Republic Bk. II-X, Simposium
Karya Periode-Transisi-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Tengah dan pada awal Periode-Akhir antara tahun 360-355 SM :
Parmenides, Theaetetus, Phaedrus
Karya Periode-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada Periode-Akhir antara tahun 355-347 SM, mungkin secara kronologis sbb :
Sophis, Statesman, Philebus, Timaeus, Critias, Laws
Karya Plato : Periode Awal
a. Akurasi Sejarah
Meskipun tidak-ada yang berpendapat bahwa Plato mencatat kata-demi-kata setiap kalimat atau pidato yang sebenarnya diucapkan Socrates. Argumen telah dibuat bahwa tidak-ada pidato Socrates yang tertulis dalam karyanya Apology, yang tidak diucapkan dalam sejarah persidangan Socrates.
Bagaimanapun, adalah cukup-umum bagi para sarjana untuk memperlakukan karya Plato, Apology sebagai sumber kuno yang paling dapat diandalkan untuk menjelaskan sejarah Socrates.
Dialog dalam karya Plato pada periode-awal lainnya tentu kreasi Plato sendiri. Tetapi seperti yang telah dikatakan sebelumnya, kebanyakan ahli memperlakukan ini sebagai hal yang --kurang lebih-- akurat mewakili filosofi dan perilaku Socrates, meskipun para ahli tidak mendukung dengan catatan-sejarah literal percakapan Socrates yang sebenarnya. Beberapa dialog awal termasuk anakronisme membuktikan ketidaktepatan sejarah mereka.
Tentu saja, adalah mungkin bahwa semua dialog sepenuhnya merupakan karya Plato dan tidak-ada hubungan sama-sekali dengan sejarah kehidupan dan filsafat Socrates. Para ahli kontemporer umumnya mendukung salah-satu dari empat sudut-pandang berikut berkaitan dengan dialog dan representasi pemikiran Socrates dalam periode awal karya Plato :
Pandangan Kesatuan (The Unitarian View)
Pandangan ini, yang lebih populer di awal abad ke-20 daripada sekarang, menyatakan bahwa hanya ada filosofi-tunggal yang dapat ditemukan dalam semua karya Plato (dari setiap periode, bahkan jika periode tersebut dapat diidentifikasi dengan jelas dan meyakinkan). Menurut para sarjana yang mendukung pandangan ini, tidak ada alasan sama sekali, untuk berbicara tentang filsafat Socrates. Setidaknya dari apa saja yang ditemukan di dalam karya Plato, segala sesuatu dalam dialog karya Plato adalah filsafat Plato sendiri. Salah satu versi terbaru dari pandangan ini telah dikemukakan oleh Charles H. Kahn (1996). Jauh pada waktu sebelumnya, tetapi masih pada jaman yunani-kuno, pendekatan mereka untuk interpretasi karya Plato pada dasarnya adalah Unitarian. Meskipun demikian Aristoteles adalah pengecualian.
Pandangan Gaya Tulisan Atomis (The Literary Atomist View)
Pendekatan interpretasi ini disebut gaya-tulisan-atomis karena mereka yang mengusulkan pandangan ini memperlakukan setiap dialog dalam karya Plato sebagai sebuah keseluruhan karya tulis yang lengkap. Penafsiran yang tepat harus dicapai tanpa menggunakan referensi karya Plato yang lain. Mereka yang mendukung pandangan ini menolak sepenuhnya relevansi atau validitas pemilahan atau pengelompokan dialog-dialog karya Plato kedalam kelompok-kelompok, dengan alasan setiap pemilahan tersebut tidak mempunyai nilai untuk mencapai penafsiran yang tepat dari setiap dialog yang diberikan. Dalam pandangan ini, tidak ada alasan untuk membuat perbedaan antara filsafat Socrates dan filsafat Plato dan semua filsafat yang ditemukan dalam karya Plato harus dikaitkan hanya dengan Plato sendiri.
Pandangan Perkembangan (The Developmentalis View)
Menurut pandangan ini, yang mencakup paling luas dari semua pendekatan interpretasi yang ada, perbedaan antara dialog dalam karya Plato pada Periode-Awal dan Periode-Akhir menunjukan perkembangan pemikiran filosofi Plato dan gaya tulisannya. Ini mungkin atau mungkin-tidak, terkait dengan upaya Plato untuk melestarikan ingatan akan sejarah Socrates pada setiap dialog dalam karyanya. Perbedaan itu hanyalah menunjukan perubahan pandangan filosofis Plato sendiri. Para ahli yang mendukung pandangan ini, umumnya mengidentifikasi posisi karya Plato pada Periode-Awal sebagai pemikiran filsafat Socrates dan karya Periode-Akhir sebagai filsafat-Plato tetapi tidak memperhatikan hubungan antara pemikiran filsafat-Socrates dan karya Plato dengan sejarah Socrates yang sebenarnya.
Pandangan Sejarah (The Historis View)
Mungkin posisi filosofi yang paling umum dari pandangan-perkembangan adalah pendapat bahwa perkembangan yang terlihat mencolok antara dialog dalam karya Plato pada Periode-Awal dan pada Periode-Akhir bersumber dari upaya Plato untuk menampilkan kembali sejarah Socrates yang ---kurang lebih--- akurat dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal. Meski begitu, mungkin karena perkembangan genre-tulisan-tulisan tentang Socrates pada saat itu, dimana para penulis lainnya tidak berupaya mengaitkan tulisannya dengan sejarah Socrates, Plato kemudian lebih leluasa untuk menempatkan pandangannya sendiri melalui mulut karakter Socrates dalam karya-karyanya. Mahasiswa Plato sendiri, Aristoteles, tampaknya memahami dialog dengan cara ini.
Kini, beberapa ahli yang meragukan seluruh program pengurutan dialog ke dalam kelompok secara kronologis dan yang oleh karena itu berpendapat dengan ketat tanpa mengaitkan dengan sejarah (lihat, misalnya, Cooper 1997,xii-xvii) tetap menerima pandangan bahwa karya Plato Periode-Awal adalah pemikiran filsafat Socrates dalam nada maupun isinya. Meskipun demikian, dengan beberapa pengecualian, para ahli sepakat bahwa jika kita tidak mampu membedakan suatu kelompok dialog adalah sebuah karya Plato Periode-Awal atau merupakan pemikiran filsafat Socrates atau bahkan jika kita dapat membedakan suatu kelompok merupakan filsafat Socrates tetapi tidak bisa mengidentifikasi filsafat yang koheren dalam karya-karya itu, maka menjadi sedikit masuk-akal untuk membahas tentang filsafat Socrates dalam karya-karya Plato. Adalah terlalu sedikit (dan yang terlalu sedikit itulah justru yang menarik) yang dapat ditemukan pada karya penulis kuno lainnya yang bisa dikaitkan dengan Socrates. Pada akhirnya, setiap perhatian filosofis yang serius pada Socrates harus diupayakan melalui studi karya Plato pada Periode-Awal atau pada dialog-dialog Plato yang mereprentasikan pemikiran filsafat Socrates.
b. Karakter Socrates Dalam Tulisan Karya Plato
Dalam dialog yang secara umum diterima sebagai karya Plato pada Periode-Awal, tokoh utama selalu adalah Socrates. Socrates ditampilkan sebagai seorang yang sangat lincah melakukan tanya-jawab, yang kemudian dikenal sebagai metode-mengajar Socrates atau elenchus atau elenchos dari istilah bahasa Yunani yang berarti sanggahan. Dalam dialog, Socrates hampir selalu memainkan peran sebagai seorang penanya karena Socrates mengakui tidak memiliki kebijaksanaan dalam dirinya untuk dibagi dengan orang lain. Dalam karya Plato periode ini, Socrates adalah seorang yang mahir mengurangi kebingungan dan kontradiksi dari pendapat lawan bicaranya bahkan untuk hal yang paling sulit dan bandel sekalipun. Dalam Apology, Socrates menjelaskan bahwa perbuatannya yang membuat malu begitu banyak teman-temannya adalah karena perkataan Oracle di Delphi yang disampaikan kepada Chaerephon temannya (Apology 21a-23b), yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih bijaksana dari Socrates. Sebagai hasil dari usahanya untuk mengungkap arti sebenarnya yang dimaksud perkataan Oracle ini, Socrates mendapat tugas menjalankan misi-ilahi di Athena untuk membongkar kesombongan kebijaksanaan yang palsu. Penyelidikannya yang telah membuat malu banyak teman-temannya, pada saat itulah yang menurutnya merupakan akar penyebab dirinya dituntut atas tuduhan penghinaan agama (Apology 23c-24b) sehingga itu bukanlah suatu kesalahan seseorang tetapi merupakan pengorbanannya karena telah memilih menjalani kehidupan-yang-tidak-diuji (lihat 38a).
Cara Plato menampilkan kembali Socrates yang menjalankan misi-ilahi-nya di Athena memberikan penjelasan yang masuk-akal, mengapa warga Athena membawanya ke pengadilan dan menghukumnya, yang terjadi di tahun penuh pergolakan setelah akhir perang Peloponnesia, dan juga mengapa Socrates tampak tidak benar-benar bersalah atas tuduhan yang dihadapinya. Meski demikian, bahkan lebih penting lagi, dialog awal Plato memberikan argumen menarik dan sanggahan-sanggahan terhadap posisi pendapat filosofis yang ada, hal yang menarik minat dan tantangan para pembaca filsafat. Dialog Plato tetap disertakan diantara bacaan yang diperlukan di kelas pengantar filsafat dan kelas lebih lanjut, tidak hanya agar para siswa siap menerima, tetapi juga karena menimbulkan banyak masalah filosofi yang paling mendasar. Lebih lagi, tidak seperti kebanyakan karya-karya filsafat lainnya, Plato membingkai diskusi dengan menyajikannya secara dramatis, yang terutama membuat isi diskusi ini menjadi menarik. Misalnya, dalam karyanya Crito, kita menemukan Socrates membahas tugas warga-negara untuk mematuhi hukum-negara saat ia menunggu eksekusi dirinya yang diperintahkan secara hukum di dalam penjara. Sifat dramatis karya Plato telah mendapatkan perhatian bahkan dari para ahli sastra yang relatif tidak tertarik dengan filsafat seperti itu. Oleh karena itu, apapun nilai yang mereka berikan pada penelitian sejarah, dialog Plato akan terus dibaca dan diperdebatkan oleh mahasiswa dan sarjana dan Socrates yang ditemukan dalam karya Plato Periode-Awal atau filsafat Socrates akan terus didiskusikan di antara para filsuf barat yang terbesar.
c. Posisi Etika
Posisi filosofis hampir semua para ahli adalah sepakat bahwa pandangan moral atau etika berikut ini, dapat ditemukan secara langsung, didukung atau setidaknya disarankan/dikemukakan dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal.
- Penolakan terhadap sikap balas-dendam atau membalas perbuatan menyakiti dengan cara menyakiti atau membalas perbuatan jahat dengan cara berbuat jahat (Crito 48b-c, 49c-d; Republic I.335a-e).
- Mengakui bahwa melakukan ketidakadilan merugikan bagi jiwa seseorang. Keadilan adalah hal yang paling berharga bagi seseorang dan oleh karenanya lebih baik menderita/menerima ketidakadilan daripada melakukannya (Crito 47D-48a; Gorgias 478c-e, 511c-512B; Republic I .353d-354a).
- Beberapa bentuk, apa yang disebut eudaimonism adalah kebaikan harus dipahami dalam kerangka untuk kebahagiaan manusia, kesejahteraan, atau kejayaan, yang juga dapat dipahami sebagai menjalani hidup-dengan-baik atau melakukan-hal-yang-baik (Crito 48b; Euthydemus 278e, 282a; Republic I. 354a).
- Pandangan bahwa hanya keutamaan (virtue) yang baik dalam dirinya sendiri. Hal lain yang baik adalah baik hanya sejauh berfungsi atau digunakan untuk kebajikan atau dengan kebajikan (Apology 30b; Euthydemus 281d-e).
- Pandangan bahwa ada sejenis kesatuan antara kebajikan. Dalam beberapa hal, semua kebajikan adalah sama (Protagoras 329b-333b, 361a-b).
- Pandangan bahwa warga negara yang telah setuju untuk hidup dalam sebuah negara harus selalu mematuhi hukum negara itu, atau membujuk negara untuk mengubah hukum-hukumnya, atau meninggalkan negara (Crito 51b-c, 52a-d).
d. Posisi Psikologi
Socrates juga muncul untuk berdebat atau langsung membuat beberapa pandangan psikologi berikut ini:
- Semua kesalahan dilakukan karena ketidaktahuan, semua orang hanya menginginkan sesuatu yang baik (Protagoras 352a-c; Gorgias 468B; Meno 77E-78b).
- Semua orang benar-benar percaya pada prinsip-prinsip moral tertentu, meskipun beberapa mungkin berpikir mereka tidak memiliki keyakinan seperti itu, dan mungkin menolaknya dengan menyampaikan argumen (Gorgias 472b, 475e-476a).
e. Posisi Religi
Dalam dialog ini, juga ditemukan Socrates yang ditampilkan kembali sebagai seorang yang memegang suatu keyakinan agama, seperti:
- Para dewa adalah yang benar-benar bijaksana dan baik (Apology 28a; Euthyphro 6a, 15a; Meno99B-100b).
- Sejak masa kecilnya (lihat Apology 31d) Socrates telah mengalami suatu-yang-ilahi (Apology 31c-d; 40a; Euthyphro 3b; lihat juga Phaedrus 242b), yang berupa suara (Apology 31d; lihat juga Phaedrus 242c), atau tanda (Apology 40 c, 41d, Euthydemus 272e; lihat juga Republic VI.496c; Phaedrus 242b) yang mencegah Socrates pada saat akan melakukan sesuatu yang salah (Apology 40a, 40c).
- Berbagai bentuk wahyu dapat memungkinkan manusia untuk mengenali/memahami kehendak Tuhan (Apology 21a-23b, 33c).
- Penyair dan seniman mampu menulis dan melakukan hal-hal indah. Yang mereka tulis dan lakukan, bukanlah dari pengetahuan atau keahlian mereka, tetapi berasal dari inspirasi-ilahi. Hal yang sama dapat dikatakan untuk utusan dan peramal, meskipun mereka tampak memiliki beberapa jenis keahlian. Mungkin hanya beberapa teknik yang digunakan untuk menempatkan mereka pada sikap penerimaan yang memadai terhadap ilahi (Apology 22b-c; Laches 198e-199a; Ion 533d-536a, 538d-e; Meno 99c).
- Tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelah kematian, tetapi masuk-akal untuk berpikir bahwa kematian bukanlah suatu hal yang buruk. Dan mungkin ada kehidupan setelah kematian, di mana jiwa-jiwa baik dihargai, dan jiwa-jiwa orang jahat dihukum (Apology 40 c-41c; Crito 54b-c; Gorgias 523a-527a).
f. Posisi Metodologi dan Epistemologi
Selain itu, Socrates dalam dialog karya Plato Periode-Awal mungkin masuk-akal dianggap memiliki keyakinan metodologis atau epistemologis tertentu, termasuk diantaranya :
- Definisi pengetahuan dalam pemahaman etika setidaknya adalah kondisi yang diperlukan untuk melakukan penilaian handal terhadap nilai etis dari hal-hal yang spesifik (Euthyphro 4e-5d, 6e; Laches 189e-190B; Lysis 223b; Besar Hippias 304d-e; Meno 71a-b, 100b ; Republic I.354b-c).
- Sebuah daftar yang berisi sejumlah contoh nilai-nilai etis, bahkan jika semuanya merupakan kasus otentik dari nilai tersebut, tidak akan menyediakan analisis yang memadai untuk memahami apa nilai etis itu, atau tidak akan memberikan definisi yang memadai tentang istilah nilai yang mengacu pada nilai etis tersebut. Definisi yang tepat harus menyatakan apa yang umum untuk semua contoh nilai etis tersebut (Euthyphro 6d-e; Meno 72c-d).
- Mereka yang menguasai pengetahuan tingkat ahli atau memiliki kebijaksanaan mengenai sebuah subjek, tidak akan salah dalam melakukan penilaian terhadap subjek itu (Euthyphro 4e-5a; Euthydemus 279d-280b), karena mereka mengerjakan urusan dalam bidang keahliannya secara rasional dan teratur (Gorgias 503e- 504b), dan mereka juga dapat mengajar dan menjelaskan mengenai subjek tersebut (Gorgias 465a, 500e-501B, 514a-b; Laches 185B, 185e, 1889e-190B); Protagoras 319b-c).
Sumber:
www.iep.utm.edu/plato
Pemahaman Pribadi
Kelapa Gading , 27 Oktober 2016
No comments:
Post a Comment