Ia juga menyebut, akhir dari Perang Dunia II dan rasa frustrasi terhadap Jerman pasca-perang atas keengganannya untuk putus-sepenuhnya dengan masa-lalu sebagai kunci pengalaman pribadi yang menginformasikan teori politiknya.
Habermas berada pada generasi yang oleh para sejarawan disebut sebagai Flakhelfer-Generation atau FortyFiver-Genaration.
Flakhelfer berarti asisten anti-pesawat-udara. Pada akhir perang, orang-orang yang lahir antara 1926 dan 1929 direkrut dan dikirim untuk membantu anggota artileri pertahanan anti-pesawat-udara. Lebih dari satu juta pemuda bertugas sebagai personel semacam itu.
Label FortyFiver yang kedua menangkap bagaimana generasi ini memasuki masa kekalahan Nazi pada tahun 1945.
Pengalaman-pengalaman ini memupuk sikap skeptisme dan kewaspadaan terhadap politik yang lahir dari eksploitasi, serta ketertarikan kepada prinsip-prinsip demokrasi-liberal yang baru lahir pasca-perang.
Kedua label ini menangkap fitur formatif biografi Habermas (Specter 2010, Matustik 2001).
Melihat kembali pendidikan oleh kedua orang tuanya selama masa peperangan, Habermas menggambarkan keluarganya secara pasif beradaptasi dengan rezim Nazi yaitu tidak mengidentifikasi-diri dengannya atau tidak juga menentangnya.
Ia direkrut masuk ke dalam Pemuda-Hitler pada tahun 1944 dan dikirim sebagai anggota pasukan pertahanan di front barat sesaat sebelum perang berakhir.
Segera setelah itu, dia mengetahui kekejaman Nazi melalui siaran radio dari pengadilan Nuremberg dan dari pertunjukan-pertunjukan dokumenter kamp-konsentrasi di teater-teater lokal.
Pengalaman seperti itu meninggalkan dampak yang dalam, ia menyatakan :
" Saat itu juga kita melihat bahwa kita telah hidup dalam sistem politik kriminal. " (AS 77, 43, 231).
Setelah perang, ia belajar filsafat di universitas-universitas Göttingen (1949-50), Zurich (1950-1951) dan Bonn (1951-1954).
Dia menulis tesisnya tentang Schelling dibawah arahan Erich Rothacker dan Oskar Becker. Dia semakin frustrasi dengan keengganan politisi dan akademisi Jerman untuk mengakui peran/keterlibatan mereka dalam peperangan.
Dia kecewa pada kegagalan pemerintah Jerman pasca-perang untuk membuat awal-politik yang segar dan terus menderita tekanan oleh kontinuitas masa-lalu.
Dalam sebuah wawancara, dia mengingat dirinya meninggalkan reli-kampanye pada tahun 1949 setelah merasa jijik dengan konotasi-konotasi ekstrim-kanan terhadap bendera-bendera dan lagu-lagu yang digunakan.
Dia juga kecewa dengan akademisi Jerman. Di universitas ia mempelajari karya Arnold Gehlen dan Martin Heidegger secara ekstensif, tetapi ikatan mereka sebelumnya dengan Nazi tidak didiskusikan secara terbuka.
Pada tahun 1953 Heidegger menerbitkan kembali karyanya tahun 1935, berjudul Lectures Of Metaphysics dalam bentuk yang sebagian besar tidak disunting yang didalamnya termasuk menunjukkan " kebenaran batin dan kebesaran gerakan Nazi " (inner truth and greatness of the Nazi movement).
Habermas menerbitkan edisi-terbuka yang menantang tulisan Heidegger, dan kurangnya respon terhadap tulisannya tampaknya mengkonfirmasi kecurigaannya (NC, 140-172).
Dia menulis sebuah karya yang mengkritik Gehlen beberapa tahun kemudian (1956). Sekitar waktu yang sama dia menjalani beban berat untuk belajar menjadi siswa Rothacker dan Becker yang juga mantan anggota partai Nazi yang aktif.
Menjelang akhir studinya, Habermas bekerja sebagai jurnalis-lepas dan menerbitkan esai di jurnal-intelektual Merkur.
Dia tertarik pada Institut-Penelitian-Sosial interdisipliner yang berafiliasi dengan Universitas Frankfurt. Institut yang hidup kembali dari keterasingan selama perang pada tahun 1950, dan Adorno menjadi direktur pada tahun 1955.
Adorno akrab dengan esai-esai karya Habermas dan menjadikannya sebagai asisten peneliti. Ketika di dalam institut, Habermas mempelajari filsafat dan sosiologi, bekerja pada proyek-proyek penelitian, dan terus mempublikasikan karya-karya edisi-terbuka.
Kepada salah satu karyanya berjudul Marx dan Marxisme, Horkheimer memberi pendapat keras sebagai terlalu-radikal. Horkheimer kemudian mengirim surat kepada Adorno menyarankan agar memecat Habermas dari institut.
Tahun berikutnya Horkheimer menolak proposal Habermas, Habilitationsschrift yang membahas ranah-publik ( public-sphere ). Tetapi Habermas tidak ingin mengubah proyek-kerjanya, sehingga dia menyelesaikan disertasinya di Universitas Marburg di bawah ilmuwan politik Marxis -- Wolfgang Abendroth.
Karyanya Habilitationsschrift, The Structural Transformation of the Public Sphere (Jerman 1962, Inggris 1989), diterima dengan baik di Jerman. Karya ini mencatat munculnya lingkungan-publik borjuis di Eropa pada abad 18 dan 19, serta kemerosotannya di tengah-tengah konsumen-massal kapitalisme pada abad ke-20.
Habermas memberikan penjelasan mengenai cara bagaimana surat-kabar, kedai-kopi, jurnal-sastra, pub, pertemuan-publik, parlemen dan forum-publik lainnya memfasilitasi munculnya norma-norma sosial baru yang kuat dari wacana dan perdebatan yang memediasi antara kepentingan-pribadi dan kepentingan-publik.
Forum-forum ini berfungsi sebagai mekanisme untuk menyebarluaskan informasi dan membantu secara bebas membentuk kehendak-politik-publik yang diperlukan untuk penentuan-diri bersama.
Norma-norma ini juga sebagian mengandung prinsip-prinsip penting seperti kesetaraan, solidaritas, dan kebebasan. Meskipun demikian, pada akhir abad ke-19, kapitalisme semakin monopolistik.
Perusahaan-perusahaan besar dengan mudah mempengaruhi negara dan masyarakat. Elit ekonomi dapat menggunakan kepemilikan media dan forum-lain (sebelumnya publik) untuk memanipulasi atau memproduksi opini-publik dan membeli politisi.
Warga yang berunding tentang kebaikan bersama diubah menjadi konsumen-individual yang memburu kepentingan-pribadi.
Habermas menggambarkan ini sebagai Re-Feodalisasi terhadap ruang-publik (public-sphere). Meski narasinya pesimistis, akhir dari karyanya Transformasi-Struktural tampaknya mempertahankan harapan bahwa potensi-normatif dari ruang-publik (public-sphere) yang terpotong mungkin belum dihidupkan kembali.
Karya ini menguatkan posisi Habermas di akademi Jerman. Setelah bertugas singkat di Heidelberg, ia kembali ke Universitas Frankfurt pada tahun 1964 sebagai profesor filsafat dan sosiologi, mengambil alih kursi yang ditinggalkan oleh masa pensiun Horkheimer.
Dalam semangat panggilan awalnya untuk memperbaharui bahasan ruang-publik (public-sphere), Habermas secara konsisten terlibat dalam gerakan politik sebagai intelektual-publik dan mengambil bagian dalam berbagai perdebatan ilmiah.
Hal ini tidaklah selalu mudah. Setelah kembali ke Frankfurt ia menjadi mentor untuk gerakan mahasiswa Jerman, tetapi kemudian jatuh ke dalam gerakan mahasiswa radikal pada tahun 1967.
Pada bulan Juni tahun itu, berbagai nyala-api demonstrasi --terhadap restrukturisasi universitas-universitas Jerman, mengusulkan Hukum-Darurat terhadap Perang-Vietnam, dan masalah lainnya-- semakin memanas.
Titik puncaknya adalah ketika seorang mahasiswa dalam sebuah protes terhadap Shah-Iran ditembak dan dipukuli secara fatal oleh polisi berpakaian preman, yang kemudian mencoba untuk menutupi insiden tersebut.
Ini memicu api protes mahasiswa. Pendudukan dan demonstrasi melumpuhkan kehidupan sehari-hari. Di bawah kepemimpinan Rudi Dutschke, mahasiswa menduduki Universitas Berlin.
Habermas khawatir bahwa para pemimpin-demonstrasi tampaknya mendukung sebuah perlawanan yang tidak-sempurna dan ekstra-legal kepada setiap dan semua otoritas, yang dapat dengan mudah mengarah pada kekerasan.
Dalam sebuah konferensi di Hannover tak lama setelah penembakan itu, dia mencela Dutschke dengan menyebut modelnya sebagai tindakan langsung ekstra-legal-fasisme-kiri.
Tuduhan itu mengasingkan Habermas dari gerakan mahasiswa-kiri dan mengilhami sebuah kumpulan esai Die Linke Antwortet Jürgen Habermas (The Left Answer Habermas, Jerman 1969).
Pemulihan hubungan hanya terjadi satu dasawarsa kemudian ketika, setelah serangkaian pembunuhan oleh Fraksi-Tentara-Merah sayap-kiri yang radikal, politisi di sayap-kanan mencoba mengumpulkan modal politik dengan menyatakan bahwa terorisme seperti itu berakar pada ide-ide Aliran-Teori-Kritis-Frankfurt .
Habermas dan Dutschke menerbitkan karya-karya yang menyangkal tuduhan itu. Satu dasawarsa kemudian, editor koleksi esai itu meminta maaf atas bagaimana buku itu membuat Habermas tampak jatuh ke dalam gerakan mahasiswa yang ditandai dengan perubahan-konservatif, hal ini berarti ia tidak lagi menjadi bagian gerakan kiri.
Sebagai seorang intelektual-publik, Habermas telah terlibat dalam berbagai topik diantaranya gerakan anti-nuklir pada akhir tahun 1950, perdebatan mengenai Euromissile dari awal tahun 1980 dan, pada awal tahun 2000, mengenai baik Terorisme 9/11 dan Perang Irak Kedua. Pada paruh kedua tahun 1980 dia juga menjadi suara-kunci dalam perdebatan Historikerstreit antara sejarawan, filsuf, dan akademisi lain tentang cara yang tepat bagi Jerman untuk menempatkan dan mengingat Holocaust di tengah-tengah sejarah kekejaman lain.
Pada tahun 1989 ia memberi kontribusi penting pada perdebatan publik tentang penyatuan kembali Jerman. Meskipun Habermas tidak menentang reunifikasi, dia bersikap kritis terhadap kecepatan dan cara bagaimana reunifikasi dilakukan.
Baru-baru ini, dia mendekati debat publik tentang Uni-Eropa di sepanjang garis yang sama tentang optimisme yang hati-hati yaitu optimisme yang juga waspada terhadap persatuan-palsu yang dipaksa, terburu-buru, atau ditipu yang akan kekurangan legitimasi dan stabilitas dalam jangka-panjang.
Dalam uraian yang lebih akademis, ia telah banyak melakukan pertukaran pikiran dengan para-pemikir seperti Jacques Derrida, Richard Rorty, Hans-Georg Gadamer, Niklas Luhmann, John Rawls, Robert Brandom, Hilary Putnam, dan Kardinal Joseph Ratzinger (sebelum ia menjadi Paus Benediktus XVI).
Perdebatannya yang masih berlangsung dengan postmodernisme bisa dibilang garis perdebatan yang paling bertahan lama.
Secara garis besar, para pemikir seperti Michel Foucault, Jacques Derrida, dan Richard Rorty telah menyampaikan kritik terhadap pengaruh yang menyatakan rasio kurang berpengaruh daripada sebuah bentuk sosial historis dan budaya yang kontingen, bahwa gagasan moralitas dan kebenaran universal yang berlaku adalah proyeksi kekuasaan yang etnosentris, bahwa kepentingan-kepentingan yang dibentuk oleh cara hidup yang sangat-berbeda tidak dapat didamaikan, dan bahwa keyakinan kita pada kemajuan moral emansipatif umat-manusia adalah mitos.
Habermas mencoba untuk menghadapi tantangan itu dengan cara yang sama ketika ia menanggapi Horkheimer dan Dialectic of Enlightenment karya Adorno yaitu dengan mengandalkan kisah komunikatif-rasionalitas dalam Theory of Communicative Action.
Namun, sebelum beralih ke teori yang lebih matang, kita harus menjelajahi beberapa fase-utama dari karya formatif dan transisionalnya.
Sumber :
http://www.iep.utm.edu/habermas/#H1
Pemahaman Pribadi