Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Saturday, April 2, 2022

Teori Keadilan Ala Barat 5 : Kristianitas Abad Pertengahan


Ketika para pemikir Kristen melakukan pencarian untuk mengembangkan filsafat mereka sendiri di abad-pertengahan, mereka menemukan dasar-dasar yang sangat-berharga dalam pemikiran Yunani kuno ('medieval' berarti abad-pertengahan dan 'tengah-tengah' dalam pengertian berada diantara masa-kuno dan modernitas).

Namun dua jalur-dominan yang akan diikuti oleh filsafat abad-pertengahan nyaris selama seribu-tahun perjalanan sejarah sangat kuat diwarnai oleh pemikiran Plato dan Aristoteles.

Lebih spesifik, Augustinus menggunakan filsafat Platonik (dan neo-Platonik) hingga ke tingkatan yang mampu menggabungkan pemikiran Plato dan Aristoteles dengan pemikiran Kristen, beberapa abad kemudian Aquinas mengembangkan sebuah sintesa yang luar-biasa dari pemikiran Kristen (termasuk dari Agustinus) dan filsafat Aristotelian.

Meski demikian, perbedaan besar antara filsafat mereka dan filsafat dari para pemikir Hellenistik seperti Plato dan Aristoteles tumbuh dari keterikatan para pemikir Kristen itu kepada otoritas kitab-kitab suci Yahudi dan Kristen.

Maka Aquinas kemudian sepakat dengan Agustinus (yang menerima perintah dari Isaiah 7:9) bahwa pencarian panjang terhadap pemahaman filosofis harus diawali dengan kepercayaan kepada tradisi-tradisi keagamaan (Choice, pp. 3, 32).

Keduanya baik Perjanjian-Lama dan Perjanjian-Baru menyebut perilaku-adil termasuk dalam bagian orang yang benar secara moral, dengan perilaku-tidak-adil berada pada seorang pendosa yang melawan hukum-ilahi, referensi yang ada terlalu banyak untuk dikutip (lihat Job 9:2, Proverbs 4:18, Proverbs 10:6-7, Ecclesiastes 7:20, Matthew 5:45, Philippians 4:8, and Hebrews 12:23).

Pendapat bahwa keadilan-ilahi akan ditetapkan dalam bentuk penghakiman-ilahi (saat hari pengadilan/pembalasan) merupakan suatu janji kepada orang yang berlaku-adil sekaligus sebuah ancaman bagi yang berlaku-tidak-adil.

Kebenaran secara moral diidentifikasikan dengan kasih-sayang begitu juga dengan keadilan (e.g., Micah 6:8 and Matthew 5:7) dan melibatkan hubungan-kita dengan sang-ilahi juga dengan sesama manusia.

Sepuluh perintah ilahi pada Perjanjian-Lama (Exodus 20:1-17) merupakan perintah-perintah yang terkait dengan bagaimana orang yang benar secara moral dihubungkan dengan sang-ilahi dan manusia-lain.

Dalam perjanjian baru, Yesus dari Nazareth melakukan interpretasi bagaimana orang yang benar secara moral menjalani hidup (Matthew 22:36-40) dalam pengertian cinta, baik kepada sang-ilahi maupun kepada para tetangga mereka, konsep tetangga dimaksudkan untuk memperluas pengertian bahkan termasuk orang-asing, seperti yang digambarkan dalam perumpamaan cerita pendek orang baik Samaria yang menolong (Luke 10:29-37).

Dalam Sabda yang mengawali khotbah di atas sebuah bukit, Yesus memperluas ajaran tentang cinta dengan menyuarakan bahwa para pengikutnya melampaui kewajiban menegakan keadilan dengan berperilaku dalam rasa belas-kasih yang kuat melalui cara-cara tertentu yang sangat ditekankan (Matthew 5:3-12).

Semua tradisi berdasar kitab-suci ini, secara mendasar mempengaruhi para pemikir abad-pertengahan seperti Augustinus dan Aquinas dalam hal cara yang membedakan mereka dari para filosof Yunani kuno seperti Plato dan Aristoteles.


Sumber :
https://iep.utm.edu/justwest/
Pemahaman Pribadi


No comments:

Post a Comment