Baik perselisihan nama atau kandungannya, namun jelas bahwa filsafat Islam mempunyai corak tersendiri dan problema-problemanya yang khas serta kepribadiannya sendiri sehingga ia memberikan sumbangan yang tidak bisa diremehkan dalam kerja kemanusiaan dan telah mempunyai tampatnya sendiri dalam kebudayaan dunia.
Tempat itu akan nampak jelas dari tinjauan berikut ini.
Tempat itu akan nampak jelas dari tinjauan berikut ini.
Filsafat Islam dan Filsafat Masehi
Kekeliruan ahli-ahli Ketimuran (orientalis) pada abad ke-19 Masehi adalah bahwa mereka mendasarkan pendapatnya tentang filsafat Islam hanya kepada beberapa buku karangan Abad Pertengahan yang berbahasa Latin dan Ibrani.
Apabila semua sumber telah dapat dikumpulkan, maka filsafat Islam akan semakin jelas bentuknya, karena itu harus dipelajari dulu sumber-sumbernya yang berbahasa Arab.
Meskipun filsafat Islam hingga kini belum diselidiki seluas-luasnya, dan buku-bukunya belum diterbitkan semua, namun sudah dapat dipastikan kepadatan isi dan luas daerah pembahasannya, lebih banyak kebebasannya dan lebih tinggi daya kreasinya, bila dibandingkan dengan filsafat Masehi pada abad-abad Pertengahan.
Kalau kita mengakui Skolastika Masehi, maka kita harus mengakui adanya filsafat Islam atau Skolastika Islam, baik dalam pembicaraanya maupun dalam uraian-uraiannya.
Banyak buku karangan al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diantara pikiran-pikiran mereka ada yang telah membentuk suatu aliran filsafat di Eropa.
Kedudukan filsafat di Timur sama dengan "filsafat Hellenisme" di Barat. Kedua filsafat ini ditambahkan dengan filsafat Yahudi, menjadi dasar pemikiran Abad Pertengahan.
Untuk mengetahui kedudukan filsafat Islam maka kita harus menghubungkannya dengan "filsafat Kuno" dan "filsafat Moderen".
Filsafat Islam dan Filsafat Yunani
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani.
Filosof-filosof Islam banyak mengambil pikiran Aristoteles dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus sehingga banyak teorinya yang diambil.
Memang demikianlah keadaan orang yang datang kemudian, terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya dan berguru pada mereka.
Kita saja yang hidup pada abad ke-20 ini, dalam banyak hal masih berhutang budi pada orang-orang Yunani dan Romawi.
Akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan hanya mengutip, sehingga harus dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, seperti apa yang dikatakan Renan atau dari Neo-Platonisme seperti dikatakan Durkheim karena filsafat Islam telah menampung dan mempertemukan berbagai-bagai aliran pikiran.
Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya pula.
Perpindahan dan pertukaran pikiran tidak selalu berhutang budi. Sesuatu persoalan kadang-kadang dibicarakan dan diselidiki oleh orang banyak dan hasilnya dapat bermacam-macam corak. Seseorang bisa mengambil persoalan yang pernah dikemukakan oleh orang lain sambil mengemukakan teori dan pikirannya sendiri.
Spinoza misalnya, meskipun banyak mengikuti Descartes, namun ia mempunyai mazhabnya sendiri. Ibnu Sina meskipun murid setia dari Aristoteles, namun ia mempuyai pikiran-pikiran yang berlainan.
Filosof-filosof Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa yang dialami oleh filosof-filosof lain, dan pengaruh-pengaruh lingkungan dan suasana terhadap jalan pikiran mereka tidak bisa dilupakan.
Pada akhirnya tidaklah bisa dipungkiri bahwa dunia Islam telah berhasil membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri.
Filsafat Islam dan Filsafat Baru
Pada abad yang lalu banyak penyelidikan yang dilakukan untuk mencari sumber filsafat Baru pada filsafat Skolastika Masehi. Kalau filsafat terakhir ini banyak terpengaruh oleh filsafat Islam, maka tidaklah mengherankan kalau filsafat Islam dengan filsafat Baru terdapat hubungan.
Suatu hal yang dimaklumi, filsafat Baru timbul karena adanya "Aliran Empiris" Francis Bacon (1626) yang menjadi titik tolak kebangunan ilmu-ilmu praktis, dan karenanya ada "Aliran Rasionalis" dari Descartes atau "Metode Skeptis"-nya yang mengembangkan kritik-kritik terhadap ilmu berpikir.
Sebenarnya sebelum Francis Bacon ada beberapa orang Skolastika Masehi yang merintis Empirisme dan mengarahkan perhatiannya kepada alam terutama Roger Bacon (1214-1294) yang dikatakan oleh Renan "tokoh pikir abad". Ia tidak puas kalau hanya mengadakan eksperimen dan percobaan-percobaannya dalam soal-soal kimia, tetapi ia juga menerapkan ilmu matematikanya pada ilmu alam, supaya mendapatkan hasil yang lebih teliti.
Roger Bacon tersebut sangat erat hubungannya dengan dunia pikir. Oleh karena itu "Empiris"-nya Bacon, bahkan "Empirisme masa baru", ada hubungannya dengan penyelidikan dan peneropongan bintang dan laborotaria-laborotaria yang pernah diadakan oleh kaum Muslimin.
"Metode Skeptis" dari Descartes terdapat bandingannya bahkan benih-benihnya pada abad-abad Pertengahan Masehi, harus dihubungkan pula dengan abad-abad Pertengahan Islam. Sebab kalau sekiranya Descartes tidak terpengaruh oleh al-Ghazali, maka sekurang-kurangnya kita bisa mengadakan perbandingan "Skeptisisme Descartes" dengan "Skeptisisme al-Ghazali".
Terjadinya perpindahan pikiran-pikiran selalu dimungkinkan, mengingat bahwa masa filsafat Skolastika Masehi dan Yunani yang erat hubungannya dengan filsafat Islam, terletak antara filsafat Islam dengan masa filsafat Baru. Suatu kekeliruan, kalau dipastikan tidak adanya hubungan antara Barat dan Timur dalam dunia berpikir dan penyelidikan ilmiah
Apabila semua sumber telah dapat dikumpulkan, maka filsafat Islam akan semakin jelas bentuknya, karena itu harus dipelajari dulu sumber-sumbernya yang berbahasa Arab.
Meskipun filsafat Islam hingga kini belum diselidiki seluas-luasnya, dan buku-bukunya belum diterbitkan semua, namun sudah dapat dipastikan kepadatan isi dan luas daerah pembahasannya, lebih banyak kebebasannya dan lebih tinggi daya kreasinya, bila dibandingkan dengan filsafat Masehi pada abad-abad Pertengahan.
Kalau kita mengakui Skolastika Masehi, maka kita harus mengakui adanya filsafat Islam atau Skolastika Islam, baik dalam pembicaraanya maupun dalam uraian-uraiannya.
Banyak buku karangan al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diantara pikiran-pikiran mereka ada yang telah membentuk suatu aliran filsafat di Eropa.
Kedudukan filsafat di Timur sama dengan "filsafat Hellenisme" di Barat. Kedua filsafat ini ditambahkan dengan filsafat Yahudi, menjadi dasar pemikiran Abad Pertengahan.
Untuk mengetahui kedudukan filsafat Islam maka kita harus menghubungkannya dengan "filsafat Kuno" dan "filsafat Moderen".
Filsafat Islam dan Filsafat Yunani
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani.
Filosof-filosof Islam banyak mengambil pikiran Aristoteles dan sangat tertarik dengan pikiran-pikiran Plotinus sehingga banyak teorinya yang diambil.
Memang demikianlah keadaan orang yang datang kemudian, terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya dan berguru pada mereka.
Kita saja yang hidup pada abad ke-20 ini, dalam banyak hal masih berhutang budi pada orang-orang Yunani dan Romawi.
Akan tetapi berguru tidak berarti mengekor dan hanya mengutip, sehingga harus dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya kutipan semata-mata dari Aristoteles, seperti apa yang dikatakan Renan atau dari Neo-Platonisme seperti dikatakan Durkheim karena filsafat Islam telah menampung dan mempertemukan berbagai-bagai aliran pikiran.
Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya pula.
Perpindahan dan pertukaran pikiran tidak selalu berhutang budi. Sesuatu persoalan kadang-kadang dibicarakan dan diselidiki oleh orang banyak dan hasilnya dapat bermacam-macam corak. Seseorang bisa mengambil persoalan yang pernah dikemukakan oleh orang lain sambil mengemukakan teori dan pikirannya sendiri.
Spinoza misalnya, meskipun banyak mengikuti Descartes, namun ia mempunyai mazhabnya sendiri. Ibnu Sina meskipun murid setia dari Aristoteles, namun ia mempuyai pikiran-pikiran yang berlainan.
Filosof-filosof Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa yang dialami oleh filosof-filosof lain, dan pengaruh-pengaruh lingkungan dan suasana terhadap jalan pikiran mereka tidak bisa dilupakan.
Pada akhirnya tidaklah bisa dipungkiri bahwa dunia Islam telah berhasil membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam sendiri.
Filsafat Islam dan Filsafat Baru
Pada abad yang lalu banyak penyelidikan yang dilakukan untuk mencari sumber filsafat Baru pada filsafat Skolastika Masehi. Kalau filsafat terakhir ini banyak terpengaruh oleh filsafat Islam, maka tidaklah mengherankan kalau filsafat Islam dengan filsafat Baru terdapat hubungan.
Suatu hal yang dimaklumi, filsafat Baru timbul karena adanya "Aliran Empiris" Francis Bacon (1626) yang menjadi titik tolak kebangunan ilmu-ilmu praktis, dan karenanya ada "Aliran Rasionalis" dari Descartes atau "Metode Skeptis"-nya yang mengembangkan kritik-kritik terhadap ilmu berpikir.
Sebenarnya sebelum Francis Bacon ada beberapa orang Skolastika Masehi yang merintis Empirisme dan mengarahkan perhatiannya kepada alam terutama Roger Bacon (1214-1294) yang dikatakan oleh Renan "tokoh pikir abad". Ia tidak puas kalau hanya mengadakan eksperimen dan percobaan-percobaannya dalam soal-soal kimia, tetapi ia juga menerapkan ilmu matematikanya pada ilmu alam, supaya mendapatkan hasil yang lebih teliti.
Roger Bacon tersebut sangat erat hubungannya dengan dunia pikir. Oleh karena itu "Empiris"-nya Bacon, bahkan "Empirisme masa baru", ada hubungannya dengan penyelidikan dan peneropongan bintang dan laborotaria-laborotaria yang pernah diadakan oleh kaum Muslimin.
"Metode Skeptis" dari Descartes terdapat bandingannya bahkan benih-benihnya pada abad-abad Pertengahan Masehi, harus dihubungkan pula dengan abad-abad Pertengahan Islam. Sebab kalau sekiranya Descartes tidak terpengaruh oleh al-Ghazali, maka sekurang-kurangnya kita bisa mengadakan perbandingan "Skeptisisme Descartes" dengan "Skeptisisme al-Ghazali".
Terjadinya perpindahan pikiran-pikiran selalu dimungkinkan, mengingat bahwa masa filsafat Skolastika Masehi dan Yunani yang erat hubungannya dengan filsafat Islam, terletak antara filsafat Islam dengan masa filsafat Baru. Suatu kekeliruan, kalau dipastikan tidak adanya hubungan antara Barat dan Timur dalam dunia berpikir dan penyelidikan ilmiah
Sumber :
Hal 23-25
Buku Pengantar Filsafat Islam
Ahmad Hanafi, MA
Penerbit Bulan-Bintang
Hal 23-25
Buku Pengantar Filsafat Islam
Ahmad Hanafi, MA
Penerbit Bulan-Bintang
No comments:
Post a Comment