Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Thursday, February 23, 2023

Keadilan Ala Barat 10 : Modernisme Awal - Hume


Sebagai sebuah transisi antara Hobbes dan Hume, bahasan singkat mengenai John Locke dapat dilakukan, ia seorang filosof politik yang paling penting diantara mereka berdua. (Alasan John Locke tidak ditelaah dengan panjang-lebar di sini adalah ia tidak menawarkan suatu teori-umum keadilan yang berbeda)

Dalam karyanya Second Treatise of Government yang luar-biasa, Locke mendeskripsikan sebuah kondisi-alamiah yang diatur oleh hukum-Tuhan namun tidak-aman, oleh karena disana tidak-ada mekanisme untuk menegakan hukum itu, ketika hak-milik-alamiah seseorang ---yang terdiri dari hak hidup, hak kebebasan dan hak kepemilikan harta-benda--- dilanggar.

Guna melindungi hak-milik-alamiah seperti itu, warga-masyarakat menyetujui suatu kontrak-sosial yang merubah mereka dari kondisi-alamiah kepada kondisi masyarakat-politik, disertai dengan pemerintahan yang ditetapkan untuk menegakan hukum.

Teoritisi hebat kontrak-sosial yang lainnya diantara Hobbes dan Hume yang berguna untuk disebut disini adalah Jean-Jacques Rousseau (sekali lagi ia tidak memberi kita teori keadilan-umum yang berbeda).

Dalam karyanya Social Contract, ia menekankan bahwa, di dalam sebuah masyarakat yang telah teratur dengan baik (well-ordered society), kehendak-umum harus lebih berpengaruh/menentukan (daripada kehendak individual atau kelompok-individu apapun).

Hakekat kebebasan dalam sebuah masyarakat sesungguhnya harus mengikuti kehendak-umum, dan mereka yang tidak memilih melakukan-itu, maka secara-sah dapat dipaksa untuk melakukannya.

Seorang manusia bisa-jadi sangat berubah karena peralihan dari kondisi-alamiah kedalam kondisi-masyarakat-sipil sehingga kebebasan-murni seperti kehendak (will) mampu membuat setiap warga untuk menyetujui semua-hukum yang mengatasi perbedaan demi kebaikan bersama.

David Hume, seorang pemikir Scotlandia abad 18 ---yang sangat terpengaruh oleh Locke memusatkan perhatian kepada hak-milik-alamiah namun menolak teori kontrak-sosial dari Hobbes, Locke, dan Rousseau--- adalah seorang pemikir yang menarik untuk ditelaah dalam kaitannya dengan Hobbes.

Seperti Hobbes, Hume adalah seorang empiris-radikal dan seorang determinis yang bersikap skeptis terhadap keadilan sebagai sebuah keutamaan-objektif yang absolut.

Namun Hume tidak secara eksplisit menganut materialisme, ia juga bukan seorang penganut etika-psikologi atau etika-egoistik dan ia sangat-dikenal menyerang penjelasan teori-teori kontrak-sosial mengenai kewajiban moral dan politik baik berdasar landasan historis (menurutnya tidak ada bukti untuk itu, dan sejarah menunjukan bahwa kekuasaan/kekuatan menjadi dasar bagi pemerintahan daripada kesepakatan) maupun filosofis (bahkan jika nenek-moyang telah memberi kesepakatan mereka pada kita, itu tidak akan mengikat kita, dan kemanfaatan merupakan penjelasan kepada ketundukan untuk dikontrol yang lebih masuk-akal daripada kesepakatan murni) (Essays, pp. 186-201).

Pada bagian ketiga dalam karyanya Enquiry concerning the Principles of Morals, Hume mengemukakan pendapat bahwa "kemanfaatan-umum adalah satu-satunya asal-muasal keadilan"

Untuk meletakan pendapat itu dalam konteks, kita bisa mencatat bahwa ---seperti Hobbes--- Hume melihat semua nilai, termasuk keadilan bersumber dari emosi bukan dari akal kita (seperti yang dipikirkan Plato, Aristotle, Augustinus, dan Aquinas).

Setiap keutamaan apapun, Hume menekankan, adalah dikehendaki karena memberi perasaan-senang oleh sebab kesesuaian dengan keinginan kita, dan sebaliknya termasuk ketidak-adilan adalah tidak-dikehendaki karena memberi kita perasaan tidak-menyenangkan sakit/luka oleh sebab ketidak-sesuaian dengan keinginan.

Untuk mengkualifikasikan sebagai suatu keutamaan, suatu kualitas haruslah "bermanfaat atau menyenangkan bagi orang-itu sendiri atau orang-lain"

Adalah mungkin untuk beberapa keutamaan cukup layak bisa masuk ke dalam lebih-dari-satu dari empat-kategori ini (sebagai contoh, kemurah-hatian tampak sangat bermanfaat dan menyenangkan bagi keduanya baik orang yang murah-hati dan juga orang yang tidak murah-hati).

Namun keadilan bisa-jadi hanyalah sebuah keutamaan karena keadilan bermanfaat/menguntungkan bagi orang-lain, sebagai anggota masyarakat.

Hume menawarkan pada kita argumen yang unik dan mengagumkan untuk membuktikan pendapat itu.

Ia membayangkan 4 skenario hipotetis dimana sifat manusia akan menjadi sangat berbeda (yaitu menjadi benar-benar altruistik atau egois brutal) atau lingkungan kita yang menjadi begitu berbeda (yaitu untuk segala yang kita inginkan tersedia terus-menerus dan berlimpah atau begitu sedikit/miskin sehingga jarang seseorang dapat bertahan hidup), bisa-jadi menunjukan bahwa di dalam masing-masing keadaan itu, keadilan bukanlah suatu keutamaan sama-sekali.

Kesimpulannya adalah keadilan hanyalah menjadi sebuah keutamaan karena ---relatif terhadap realitas, berada di tengah-tengah diantara ekstrem-ekstrem itu--- keadilan menguntungkan bagi kita sebagai anggota masyarakat.

Dia juga menolak untuk mengidentifikasi keadilan dengan "kesamaan yang sempurna", Hume menekankan bahwa egalitarianisme yang ideal adalah "tidak dapat dipraktikkan" dan "sangat berbahaya bagi masyarakat manusia".

Bagi Hume, aturan-hukum tentang keadilan secara esensial melibatkan perlindungan hak-milik-alamiah pribadi, meskipun hak-milik harta-benda tidak absolut dan mungkin dapat dikurangi dalam kasus-kasus yang ekstrem dimana "keselamatan-umum" dan "kebaikan-bersama" membutuhkan itu.

Bahkan relasi-relasi internasional biasa mensyaratkan bahwa "aturan-hukum keadilan" ditimbang demi saling menguntungkan, meskipun kemanfaatan-umum dapat juga mensyaratkan itu, kemanfaatan-umum seharusnya ditanggalkan (Enquiry, pp. 20, 85, 72, 21-25, 28-35; see also Essays, pp. 20, 202).

Walau berbeda dengan teori Hobbes, teori Hume yang-satu-ini juga cenderung mengarah kepada pandangan keadilan dari kaum Sofis karena sifat konvensional dan relatif.

Dalam karya terbaiknya, A Treatise of Human Nature, Hume membuat pendapat yang mengejutkan, "Akal adalah, dan harus hanya-menjadi budak dari emosi (passions)" yang menyingkirkan semua bentuk-bentuk etika-rasionalisme.

Ia juga membuat suatu perbedaan mencolok antara bahasa deskriptif tentang "apa yang adalah dan bukan" pada satu-sisi dan bahasa preskriptif terkait dengan "apa yang seharusnya dan tidak-seharusnya" disisi yang lain, yang menantang kemungkinan terhadap klaim-klaim justifikasi nilai yang telah ada dengan menggunakan klaim-klaim yang faktual, menantang terhadap penarikan kesimpulan secara logis apa-yang-seharusnya dari apa-yang-adalah.

Bagian kedua dari Buku 3 Treatise karya Hume, membahas keadilan dengan sangat luas. Disini ia menyebut keadilan sebuah keutamaan "semu" namun "tidak-serampangan", karena kita mengkonstruksi keadilan sebagai sebuah keutamaan demi tujuan kita sendiri, relatif terhadap kebutuhan-kebutuhan dan lingkungan/kondisi ketika kita mengalaminya. Keadilan bernilai sebagai sebuah alat mencapai kerjasama-sosial yang saling menguntungkan.

Bisa disebut sebuah keuntungan istimewa, jika bukan keuntungan alamiah, konvensi adalah penghormatan kepada kepemilikan harta-benda orang-lain, apa yang secara esensial dituntut oleh aturan-aturan keadilan kepada kita.

Landasan psikologi terhadap pengertian kita tentang keadilan adalah sebuah kombinasi dari "kepentingan-diri" dan "simpati" kepada orang-lain.

Hume menggenggam suatu pandangan yang sangat konservatif terhadap hak-kepemilikan, dalam hal, biasanya seorang warga seharusnya diijinkan untuk memegang/mempertahankan apa yang sudah mereka peroleh (miliki).

Bahkan, keadilan normalnya tersusun dari 3 prinsip ---"mengenai stabilitas kepemilikan, pemindahan kepemilikan dengan persetujuan-bersama, dan pemenuhan janji-janji."

Ia menolak definisi tradisional keadilan sebagai memberi kepada orang lain semua hak-haknya, karena pendapat itu secara gegabah dan salah mengasumsikan bahwa "hak dan kepemilikan" sebelumnya memiliki realitas-objektif yang independen terhadap keadilan-konvensional.

Secara internasional, aturan-hukum keadilan menganggap status dari "hukum negara", mewajibkan pemerintah yang beradab untuk menghargai perwakilan negara-negara lain, wajib untuk menyatakan perang sebelum keterlibatan mereka dalam pertempuran, wajib tidak menggunakan senjata beracun kepada mereka dan lain sebagainya.

Penalaran prinsip keadilan internasional semacam itu adalah prinsip mengurangi perang yang mengerikan dan memperoleh keuntungan (manfaat) dari perdamaian.

Dengan menghargai kepemilikan masyarakat yang lain, para pemimpin meminimalkan kemungkinan perang, melalui penghormatan perpindahan milik dengan saling bersetuju, mereka memperluas kemungkinan perdagangan internasional, dan dengan menjaga/menepati janji-janji, mereka menciptakan suatu iklim bagi persekutuan penuh damai.

Tidak lama kemudian, Hume mengambil sebuah posisi yang dalam abad ke-20 disebut sebagai pandangan keadilan "aturan-utilitaran", menulis bahwa walaupun tindakan-tindakan individual yang adil mungkin berlawanan dengan kemanfaatan-umum, tindakan-tindakan itu harus dilakukan jika tindakan-tindakan itu adalah kondusif kepada "sebuah skema atau sistem umum" yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan (Treatise, pp. 266, 302, 311, 307, 312, 315, 320-321, 323, 337-338, 362-363, 370-371).

Namun aturan-hukum keadilan yang biasanya kondusif pada kemanfaatan-umum adalah tidak-pernah absolut dan dapat dilanggar dengan sah ketika mengikuti aturan-itu akan tampak lebih melukai/menyakiti daripada memberi kebaikan kepada masyarakat kita.

Hume menerapkan pandangan ini pada persoalan pembangkangan sipil, yang biasanya tidak-adil karena mengancam "kemanfaatan-umum" namun dapat dibenarkan sebagai upaya-terakhir "dalam keadaan-keadaan yang luar biasa" ketika kemanfaatan-umum itu sendiri berada di bawah ancamam yang sama (Essays, pp. 202-204).

Apakah merupakan kasus luar-biasa atau bukan pada suatu lingkungan spesifik perlu untuk melakukan sebuah penilaian/penghakiman.

Hume penting dalam pembahasan disini karena teori keadilan-nya merupakan pengerucutan dari beberapa faktor.

Pertama, seperti para Sofis dan Hobbes, ia membuat keadilan menjadi suatu kontrak-sosial yang adalah relatif kepada kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan manusia.

Kedua, seperti Hobbes, ia mengaitkan keadilan secara mendasar dengan emosi manusia daripada dengan akal.

Ketiga, keutamaan dari keadilan dan aturan-hukum mengenai keadilan secara esensial terhubung dengan perlindungan terhadap kepemilikan pribadi harta-benda.

Dan keempat, ia menimbang kemanfaatan-umum menjadi satu-satunya dasar dari keadilan.

Teori ini akan terbukti sangat berpengaruh, karena Kant akan membahas persoalan dengan teori ini, meski utilitarian seperti Mill akan membangun diatas sifat fleksibilitasnya.

Fleksibilitas semacam ini merupakan kekuatan sekaligus kelemahan pada teori keadilan dari Hume.

Meski fleksibilitas mungkin menarik untuk membolehkan pengecualian terhadap aturan-aturan, namun fleksibilitas juga menciptakan semacam ketidak-stabilan.

Apakah keadilan hanyalah sebuah kebaikan instrumental, tanpa mengandung nilai intrinsik ?

Andai demikian soalnya, maka akan masuk-akal untuk berkata bahwa peran dari akal hanyalah untuk menghitung alat/cara yang paling efektif guna mencapai tujuan-tujuan yang paling kita kehendaki.

Namun kemudian, dengan asumsi bahwa tujuan-tujuan kita cukup layak untuk diinginkan, alat/cara apapun yang pasti dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu mungkin dapat dibenarkan ---sehingga secara moral dan politik, pada prisipnya apapun akan berjalan, mengabaikan betapa besar pelanggarannya.

Akhirnya, cermati bahwa Hume sendiri ---karena sifat empiris dari filosofi-praktisnya--- gagal untuk menghindari jebakan "apa yang adalah-seharusnya" terhadap apa yang dengan gesit ia peringatkan kepada kita : karena sejumlah tujuan layak diinginkan, apapun peralatan yang dibutuhkan, atau bahkan yang paling efektif untuk mencapainya haruslah dikejar.

Apakah ini terbaik yang mampu kita lakukan dalam perburuan kita kepada sebuah teori-keadilan yang memadai ?


Sumber :
https://iep.utm.edu/justwest/
Pemahaman Pribadi