Nama G.W.F. Hegel (1770-1831 M) nyaris sinonim dengan filsafat-sejarah dalam dua-pengertian, kedua-pengertian itu tertangkap dalam sebuah frase yang dinyatakan olehnya:
" Terkait dengan sejarah, satu-satunya pemikiran yang turut dibawa serta filsafat adalah pemikiran-sederhana tentang akal-budi. Pemikiran bahwa akal-budi mengatur dunia dan bahwa oleh karenanya sejarah-dunia menjadi rasional dalam jalur yang dilaluinya ." (Hegel 1988, 12f).
Sejarah mengungkapkan dirinya mengikuti suatu rencana-rasional dan kita dapat mengetahui rencana-ini secara tepat karena pikiran (akal) yang memeriksanya mengungkapkan diri dari kepastian-pengetahuan-langsung-indrawi (pengertian pertama melalui indra) menuju pengetahuan-absolut dalam suatu pola-teleologikal yang teratur.
Proses yang sama yang mengatur gerak-sejarah, juga mengatur karakter spekulasi-filosofis yang terkandung (inheren) di dalam momen-momen sejarah-itu.
Dan pada era spekulasi-filosofis, kita dapat memahami gerak-keseluruhan dari sejarah sebagai sebuah proses-rasional pengungkapan-kesadaran akan sebuah kebebasan-rasional yang selalu makin-besar.
Suatu hakekat penjelasan terhadap keseluruhan-realitas, yang dengan sendirinya hanya sebuah upaya filsafat, harus menimbang segala yang nyata adalah nyata sejauh itu dapat dipahami dengan akal-budi ketika ia mengungkapkan dirinya melalui perjalanan-sejarah yang pasti. Akal-budi bagi Hegel adalah kenyataan itu sendiri dan keduanya akal-budi dan kenyataan dipahami sebagai kesejarahan.
Rangkaian kuliah Hegel dalam karyanya the Introduction to the Philosophy of History (dipublikasikan secara anumerta pada tahun 1837) adalah semacam eskatologi-sekuler, didalamnya perjalanan-realitas dipikirkan/dipandang sebagai sebuah era-evolusi-tunggal menuju terjadinya suatu keadaan-akhir yang sudah ada dan pasti.
Ini dikenali melalui suatu pengungkapan-kesadaran yang makin meningkat sesuai dengan rencana-rasional yang sama itu.
Ketika Hegel menurunkan agama menjadi suatu tempat-pelayanan menuju pengetahuan-absolut dalam karyanya Phenomenology of Spirit (1807), dengan demikian Hegel juga mengganti konsepsi sejarah-sakral dengan pengungkapan-fenomenologis dari akal-budi.
Pandangan Hegel terhadap struktur-umum pengungkapan akal-budi dan sejarah mengarah kepada konsekuensi-konsekuensi yang spesifik dalam penulisan-sejarah teleologikal-nya.
Akal-budi terdiri dari kesadaran-akan-kontradiksi dan peng-ekspresian-nya melalui tindakan-tindakan sintesis spekulatif yang menghasilkan sebuah pengakuan-diri yang makin besar.
Secara analogi, perkembangan sejarah tersusun dalam suatu struktur pertentangan-pertentangan yang bergerak-maju dan ekspresi-ekspresi sintesa-nya yang pasti, yang selalu menuju kepada semakin meningkatnya kesadaran-diri akan kebebasan.
Gerak-pasti itu diilustrasikan dalam penjelasannya terhadap tiga rangkaian-peristiwa sejarah-dunia
Dalam masa-kuno, hanya para penguasa-lalim yang bebas, kebebasan-nya hanya terdiri dari kebiadaban yang sewenang-wenang dari kehendak-nya. Masyarakat terkungkung dalam batasan identitas negara-dan-agama.
Perlawanan terhadap penguasa-lalim dan subjek-subjeknya sampai taraf tertentu muncul dari pengakuan bangsa Roma dan Yunani terhadap kewarga-negaraan, yang dibawahnya kebebasan-individual memahami dirinya dibatasi oleh kehormatan yang melampaui dan berada di atas hukum-hukum negara.
Tetap saja, dalam dunia-kuno sebagian besar orang tidak-bebas. Hanya dalam ikatan pengakuan seorang Kristian terhadap kesucian-hidup dan definisi liberal-modern tentang moralitas yang terkandung (inheren) dalam hubungan antar-manusia (inter-subjek) dan rasionalitas yang menjamin kebebasan bagi semua-manusia.
" Melalui kristianitas, orang-orang Jerman adalah yang pertama mencapai kesadaran bahwa setiap manusia adalah bebas karena keberadaan-nya sebagai manusia dan bahwa kebebasan-roh menyusun sifat kemanusiaan kita. " (Hegel 1988, 21).
Pemikiran-pemikiran Hegel telah dan terus menarik, begitu juga pemikiran-pemikiran dari banyak pengikutnya. Para pengikut-awal kita dapat menyebut Thomas Carlyle (1795-1881) dan aliran sejarah dari Basel seperti J.J. Bachofen (1815-1887), Jacob Burckhardt (1818-1897), dan Friedrich Nietzsche (1844-1900) muda.
Apa yang menyatukan mereka adalah sebuah keyakinan yang sama bahwa penulisan-sejarah harus menyoroti daripada menyembunyikan/mengaburkan capaian-capaian individual dibawah slogan kepastian gerak-maju-rasional, suatu cemoohan yang umum kepada proses-sejarah apapun yang mengangkat tentang keberuntungan tujuan-tujuan akhir dihadapan penderitaan global yang berlebihan, suatu pendirian politik anti-state dan suatu penolakan kepada gerak-maju sebagai kelanjutan dari perkembangan kesejahteraan sosial, intelektualisme dan kemanfaatan.
Rangkaian peristiwa masa-lalu bukanlah sekedar landasan persiapan dalam perjalanan menuju kemapanan-modern negara Hegelian atau Marxis, namun secara inheren berdiri sendiri sebagai kebudayaan-superior dan model-model yang lebih sehat dari kebudayaan dalam kehidupan manusia.
Bagi Bachofen dan Nietzsche, ini berarti orang-orang Yunani kuno, bagi Burckhardt adalah para aristokrat Renesaince dari Italia.
Begitu juga seharusnya para individu yang menonjol pada era ini dilihat sebagai pahlawan-pahlawan yang penuh-kehendak daripada sebagai individu-individu dalam dunia sejarah Hegelian yang muncul hanya ketika proses dunia membutuhkan suatu dorongan ke arah tujuan yang telah tersedia dan terpilih yang terpisahkan dari mereka.
Pada kelompok berikutnya, kita dapat memasukan pengikutnya baik yang aliran-pemikiran kiri maupun kanan dan ahli-ahli teori sejarah terkemuka seperti Ludwig Feuerbach (1804-1872), David Friedrich Strauss (1808-1874), Eduard von Hartmann (1842-1906), Max Stirner (1806-1856), Georg Lukács (1885-1971), Arnold Toynbee (1889-1975), Herbert Marcuse (1898-1979), Alexandre Kojève (1902-1968), and Theodor Adorno (1903-1969).
Baru-baru ini garis besar filosofi sejarah Hegel telah diadopsi dalam karya Francis Fukuyama (1952—) yang kontroversial The End of History (1992).
Namun tanpa perlu pertanyaan lagi, keterkaitan-filosofis yang paling penting dalam penulisan-sejarah Hegelian adalah bahwa dari Karl Marx (1818-1883), yang memiliki penjelasan terhadap masa-lalu seringkali ditimbang semacam versi 'terbalik' dari sebuah contoh revolusi-dunia Hegelian.
Meskipun Marx mempertahankan keyakinan Hegel terhadap gerak-maju-dialektis dan tak-terelakan dari sejarah, ia menggantikan metode-spekulatif-nya dengan suatu materialisme-sejarah yang memandang perubahan rangkaian-peristiwa sejarah dalam terma-terma hubungan antara produksi dan kepemilikan.
Penjelasan Marx mengenai masa-lalu jelas dipenuhi pengaruh-pengaruh politik dan ekonomi namun filsafat-sejarahnya juga memperoleh daya tarik diantara praktisi-sejarah modern dan kontemporer yang menimbang kondisi-kondisi material dipertentangkan dengan kondisi-kondisi motivasi adalah memadai bagi penjelasan-sejarah.
Sumber :
https://www.iep.utm.edu/History/#H4
Pemahaman Pribadi
No comments:
Post a Comment