Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Saturday, November 14, 2020

Filsafat Sejarah 4 : Era Pencerahan Dan Romantisisme


Berlawanan dengan pesimisme Vico, filsafat-sejarah pada abad 18 M berlanjut dengan gagasan-gagasan (ideal-ideal) 'pencerahan' tentang perubahan-moral dan kekuatan-akal.

Karya Voltaire (1694-1778) Essay on the Customs and the Spirit of the Nations (1756), dalam pengertian frase 'filsafat-sejarah' adalah yang pertama dimaksud, karya itu telah dianggap usaha pertama kali sejak Herodotus untuk menulis sebuah sejarah kebudayaan-dunia secara komprehensif dalam sebuah kerangka non-kristianitas dan non-teleologikal.

Sejarah sosial-dan-kebudayaan digantikan oleh 'sejarah-militer-dan-politik' yang secara umum melewati batas-batas relijius-dan-pengaruh-Eropa, dimaksudkan untuk menunjukan tatanan kondisi kemajuan spiritual-dan-moralitas kemanusiaan.

Untuk menyingkirkan lebih jauh pengaruh-Eropa yang dipandang bias-kristianitas ---yang secara khusus ditampilkan dalam eskatologi-modern dari Jacques Bénigne Bossuet (1627-1704)--- Voltaire adalah pemikir utama modern yang menekankan kontribusi-kontribusi Arab kepada kebudayaan dunia.

Sesuai dengan nafas-pencerahan, Voltaire meyakini bahwa obat terbaik bagi intoleransi-dan-kecurigaan cukup hanya dengan kebenaran, yaitu merupakan temuan terbaik yang dicapai melalui kerja-objektif para-sejarawan dengan dokumen-dokumen asli, tidak pernah menggunakan ideologi yang mengulang ketetapan-ketetapan dari otoritas/penguasa.

Namun permohonan maaf Voltaire karena penulisan-sejarah yang 'tidak-bias', menunjukan sikap Voltaire lebih mengkhianati daripada membuat jelas gagasan-gagasan pada era-nya.

Perbedaan-perbedaan antara pandangan-pandangan dunia eskatologi-kristianitas dengan pandangan pengetahuan-ilmiah-rasional pada masa hidupnya secara ringkas dinilai sebagai perkembangan maju sedang kerusakan-kerusakan abad-pertengahan mengenai era-kuno (sejarah) jelas merepresentasikan sebuah penurunan.

Bagi Voltaire, era-akal merupakan standar untuk menilai era-lain dan masyarakat/bangsa-lain, meskipun dapat dikatakan sedikit yang dapat dicapai.

Antoine-Nicolas de Condorcet (1743-1794) secara terbuka mempermalukan gerakan progresivisme-pencerahan. Seperti Voltaire pada karyanya Sketch for a Historical Picture of the Progress of the Human Mind (diterbitkan secara anumerta pada tahun 1795) memandang masa-lalu sebagai suatu gerak-maju-akal, namun yang lebih optimistik yaitu tentang gerak-maju yang tak terelakan dari gagasan-gagasan liberal seperti kebebasan-berbicara, pemerintahan-demokratis, persamaan hak-memilih-dipilih, pendidikan dan kesejahteraan.

Inti dari sejarah bukan hanya deskripsi tentang gerak-maju ini. Karena gerak-maju sepenuhnya mengikuti hukum dan bersifat universal, sejarah juga bersifat prediktif, dan apa yang lebih, mengartikulasikan suatu tugas bagi institusi-institusi politik untuk bekerja menuju semacam kualitas-kesetaraan, yang bagaimanapun gerak-teratur sejarah akan mengantarkan ke sana.

Para-sejarawan tidak hanya memberi kritik terhadap era-nya, tetapi juga memberi suatu tanda-tanda era akan datang. Berpengaruh luas terhadap revolusi perancis Condorcet, juga menciptakan suatu kesan penting pada sistemisasi filosofi-sejarah dari Saint-Simon, Hegel, dan Marx, begitu juga meletakan cetak-biru pertama untuk studi sistematik mengenai 'sejarah-sosial' yang dipopulerkan oleh Comte, Weber, and Durkheim.

Yang kurang revolusioner adalah karya dari Immanuel Kant (1724-1804) Idea of a Universal History from a Cosmopolitan Point of View (1784).

Kant memulai dari pandangan-pencerahan tentang sejarah sebagai suatu derap langkah-teratur dari gerak-maju-akal-dan-kebebasan yang progresif. Namun dengan dasar epistemologi-nya, Kant tidak-dapat berasumsi ---seperti yang dilakukan Voltaire dan Condorcet--- bahwa gerak-maju-teleologikal dari sejarah secara empiris dapat dibuktikan keberadaanya di masa-lalu.

Gerak-maju-teleologikal bukanlah suatu fakta yang dapat di-demonstrasi-kan (ditunjukan-kebenarannya secara faktual), tetapi suatu kondisi yang diperlukan bagi makna-masa-lalu untuk menempatkan gerak-maju-teleologikal sebagai suatu gagasan-pengatur yang membuat kita dapat men-justifikasi kemunculan 'setan-setan ' yang telah bersemi dalam sejarah disamping karakter umum penciptaan yang baik dan penuh kasih secara keseluruhan.

Peperangan, kelaparan-dan-kematian serta bencana-alam yang dapat dikenali dalam sejarah harus dilihat sebagai perangkat-alam, yang membimbing masyarakat menuju hubungan-hubungan peradaban yang baik, yang pada akhirnya memaksimalkan kebebasan-dan-keadilan.

Sejarah mengungkap kebudayaan-manusia sebagai suatu alat yang digunakan alam mencapai keadaan-damai terus menerus di dalam semua pengejaran spiritual dari umat manusia.

Johann Gottfried Herder (1744-1803) adalah kunci dalam perubahan secara umum dari penulisan-sejarah-pencerahan menuju penulisan-sejarah-romantik.

Gagasan-gagasannya dituangkan dalam Philosophy of History of Humanity (1784-91) menggemakan pendapat yang telah dinyatakan oleh Vico bahwa tidak-ada fakultas-mental-tunggal dalam akal-manusia bagi semua-orang pada semua-waktu, melainkan bentuk-rasionalitas yang berbeda bagi beragam-kebudayaan yang ditentukan oleh waktu dan tempat tertentu di dunia.

Meski Herder menerima pemahaman Vico tentang perkembangan yang pasti, ia menolak penekanan-pencerahan kepada rasionalitas-dan-kebebasan sebagai alat-ukurnya.

Herder juga membuang kecenderungan-pencerahan untuk menilai masa-lalu dengan menggunakan sorotan masa-kini, yang tidak menimbang betapa rasional-nya kita memandang-diri kita saat ini.

Ini merupakan hasil dari keyakinan-dasar yang dimilikinya bahwa setiap kebudayaan suatu bangsa memiliki nilai-historis yang sama.

Daya-hidup-rohani dari alam menuntun semua mahluk-hidup dalam pola-teratur semenjak kelahiran hingga kematiannya.

Persis seperti masa kanak-kanak dan masa-tua adalah sama-pentingnya terhadap perkembangan pribadi seorang manusia, memiliki nilai tepat dalam dirinya dan oleh karenanya tidak seharusnya dinilai lebih-rendah dari sudut pandang masa-dewasa, begitu juga pada suatu karakter-bangsa adalah memiliki manfaat dan penting terhadap perkembangan bangsa secara keseluruhan.

Herder tidak hanya menolak universalisme-pencerahan dari Kant, tetapi juga alat-alat epistemologis yang digunakan untuk mencapai suatu pemahaman tentang masyarakat/bangsa kuno.

Sangatlah jelas, Herder menemukan bahwa pada rasionalitas-pencerahan tidak ada bukti empiris atau demonstrasi-rasionalis terhadap pola-perkembangan-organik.

Meskipun demikian, kita tidak juga harus meletakan gerak-maju-teleologikal hanya sebagai suatu prinsip-prinsip pengatur dari akal.

Pemahaman terhadap masyarakat masa-lalu dan beragam-kebudayaan dengan sendirinya tidak dikomunikasikan secara penuh-dan-menyeluruh melalui dokumen-dokumen mereka sedemikian hingga akan terbuka terhadap analisis-historis atau kritisisme sumber-sumber sejarah.

Para sejarawan hanya menangkap hakekat-roh dalam suatu masyarakat/bangsa melalui suatu pemahaman simpatetik ---yang disebut oleh Herder Einfühlen--- terhadap kehidupan-batin mereka dengan analogi kehidupan-batin dirinya.

Para sejarawan 'merasa caranya masuk ke dalam' suatu masyarakat/bangsa dan masanya, untuk berupaya menangkap secara simpatik mengapa mereka mengambil pilihan-pilihan yang mereka telah lakukan.

Para penulis-sejarah Romantik sangat kuat dipandu oleh gagasan Herder bahwa definisi suatu masyarakat/bangsa lebih terletak dalam roh-kehidupan-batin daripada batasan-batasan formal/legal-nya.

Legenda-legenda masyhur karya Grims bersaudara, juga Sejarah nasionalistik dari Macaulay (1800-1859) dengan karyanya the Wilhelm Tell (1804), penjelasan panjang rangkaian peristiwa sejarah karya dari Friedrich Schiller (1759-1805), J.W.v. Goethe’s (1749-1832) Goetz von Berlichingen (1773), epik-epik terjemahan the Beowulf (1818), dan loncatan dari sejarah yang menegaskan betapa pentingnya kebudayaan-kebudayaan minoritas Russio-slavic seperti the Estonian Kalevipoeg (1853) atau the Armenian Sasuntzi Davit (1873) masing-masing berupaya menghidupkan kembali dan menyatukan kebudayaan masa-kini di bawah bendera sebuah masa-lalu yang sama.

Para sejarawan Romantik juga mengikuti Herder dalam keyakinan mereka bahwa karakter-bangsa ini, tidak dapat dikenali keberadaan-nya hanya melalui analisis yang hati-hati dan detail terhadap catatan-catatan dokumen dan arsip.

Para-sejarawan harus mempunyai pemahaman yang menyeluruh terhadap perjalanan sejarah dari suatu masyarakat/bangsa persis seperti seorang pemain-drama mengungkapkan kesatuan-karakter melalui setiap episode-episode individual.

Hampir tanpa fakta-fakta rangkaian-peristiwa yang terputus, narasi para-sejarawan yang menceritakan masa-lalu harus mengkomunikasikan sebuah pemahaman tentang roh daripada informasi-objektif.

Dan hanya mereka yang 'menghirup udara suatu masyarakat atau jaman' memiliki semacam pemahaman-simpatik yang memadai untuk melakukan interpretasi dengan benar.

Potensi penyimpangan-penyimpangan penulisan-sejarah Romantisisme-nasionalistik ---dengan sendirinya penulisan-sejarah Romantisisme-nasionalistik cenderung mengarah ke sana--- memiliki suatu pengaruh yang menentukan kepada tiga arus utama filsafat-sejarah dalam abad 19 M.



Sumber :
https://www.iep.utm.edu/History/#H3
Pemahaman Pribadi



No comments:

Post a Comment