Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls

Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...

Tuesday, May 26, 2020

Filsafat Analtik 3c : Gottlob Frege : Pengaruh atau Pencetus ?


Dalam mengembangkan sistem-formal pada karya Principia Mathematica, Russell sangat bersandar pada karya beberapa pendahulu termasuk filsuf dan matematikawan Jerman Gottlob Frege.

Satu generasi sebelum Russell dan karyanya Principia, Frege telah menyediakan sistem tentang logika-formal dengan sistem notasi-simbolik sendiri.

Tujuan Frege melakukan itu juga untuk membuktikan 'logisme', yaitu pandangan bahwa matematika dapat direduksi menjadi hanya logika saja. Tujuan yang juga yang dikejar oleh Russell dalam karyanya Principia Mathematica.

( Untuk pembahasan lebih dalam tentang perkembangan logika pada akhir abad 19 dan awal abad 20, lihat artikel Logika Proposisional khususnya bagian 3 )

Frege juga merupakan pencetus pemahaman Russell tentang simbol-simbol-yang-tidak-lengkap dengan menyebut prinsip yang menjadi dasar apa yang kemudian disebut sebagai 'prinsip-konteks' yang berarti kata-kata hanya memiliki makna dalam konteks kalimat-yang-lengkap.

Perhatian Frege pada formalisasi-dan-simbolisasi-logika secara alamiah mengarahkan dirinya kepada bidang yang luas, apa yang sekarang kita ketahui diklasifikasikan ke dalam filsafat-bahasa, dan untuk pendekatan terhadap persoalan filosofis tertentu atau paling tidak, kepada persoalan yang tampak dapat diatasi dengan bahasa. Ini telah banyak mengarah kepada titik-balik perubahan filsafat menuju filsafat-bahasa mirip dengan apa yang ditangkap pada karya awal Moore dan Russell ( lihat artikel Frege dan Bahasa. )

Karena persamaan ini dan sebagai pencetus awal dan karena Russell secara eksplisit menyatakan bersandar pada karya Frege, banyak-orang yang melihat Frege sebagai seorang pendiri filsafat-analitik yang kurang-lebih setara dengan Moore dan Russell ( lihat Dummett 1993 dan Kenny 2000 ).

Sementara yang lain melihat pandangan itu berlebihan baik terhadap peranan Frege maupun persamaannya antara Frege dan para analis-kanonik yang lain. Sebagai contoh Peter Hacket menggaris bawahi bahwa Frege tidak tertarik pada perubahan bentuk filsafat sebuah jalan yang ditempuh oleh semua analis-awal yang ada. Ia menyatakan :

" Kehidupan profesional Frege adalah perburuan satu-pola-pikir kepada suatu demonstrasi bahwa Aritmatika memiliki dasar-nya hanya dalam logika... . Seseorang akan sangat bersusah payah untuk mencari karya Frege yang membahas secara sistematik mengenai sifat-filsafat (Hacker 1986:5,7) "

Tidak ada keraguan bahwa pandangan Frege telah terbukti sangat berguna dan memberi inspirasi kepada para pemain kunci dalam bahasa-ideal disamping tentu saja filsafat-analitik.

Apakah itu merupakan kualifikasi dirinya sebagai seorang pendiri dari filsafat-analitik atau tidak, bergantung pada tingkat kita melihat gerakan-analitik sebagai kelahiran dari suatu hasrat melakukan revolusi meta-filosofis pada skala besar.

Hingga tingkatan bahwa sumbangan Frege adalah esensial bagi pemahaman kita terhadap filsafat-analitik, peranan Frege lebih menjadi suatu pengaruh daripada pendiri.


Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH2c
Pemahaman Pribadi


Monday, May 25, 2020

Filsafat Analitik 3b : Filsafat Bahasa Ideal vs Filsafat Bahasa Biasa


Analisis Rusellian telah di-identifikasi lebih kepada analisis-logika daripada analisis-bahasa dan sudah disampaikan pada paragraf sebelumnya bahwa analisis itu adalah analisis dalam pengertian yang dikenalkan oleh Moore.

Sesungguhnya, terdapat persamaan dan perbedaan yang signifikan antara analisis Morean dan analisis Russellian.

Disatu sisi, analisis Russellian adalah mirip dengan analisis Moore dalam hal keduanya melibatkan re-frase (penyusunan-ulang) terhadap suatu-kalimat menjadi kalimat-lain yang secara semantik ekivalen tetapi secara grammatikal berbeda.

Pada sisi yang lain, analisis Russell tidak disajikan dalam bahasa-biasa seperti yang diberikan Moore. Sebaliknya analisis Russell disajikan dalam logika-simbolik yaitu dalam suatu notasi-simbolik-kuasi-matematis yang membuat struktur proposisi yang dianalisa menggunakan analisis Russell menjadi lebih jelas.

Sebagai contoh, dengan definisi :
Mx adalah " x adalah sebuah gunung. " dan Gx sebagai " x adalah emas. ",
maka proposisi " Gunung-emas adalah tidak-ada. " menjadi sebagai berikut :

~[(∃x)(Mx & Gx) & ∀y((My & Gy) → y=x)] 

Secara ekivalen, dalam bahasa Inggris, adalah bukan persoalan bahwa ada / terdapat suatu objek seperti itu.
1. Benda itu adalah sebuah gunung
2. Benda itu adalah emas
3. Semua objek yang 'adalah gunung dan emas' adalah identik dengan-nya.

( Pembahasan lebih dalam apa makna rangkaian-notasi yang tampak seperti itu dan bagaimana bekerja lihat artikel Logika-Proposisional secara khusus pada bagia 4 )

Hingga tahun 1910, Russell bersama dengan Alfred Whitehead juga telah mengembangkan notasi-simbolik ini serta aturan-aturan yang mengatur pemakaiannya yang telah menyusun dengan cukup lengkap 'sistem-logika-formal'.

Logika-formal mereka publikasikan dalam 3 volume karya monumental berjudul Principia Mathematika (Russell and Whitehead 1910-1913).

Di dalam gerakan-analitik, Principia Mathematica diterima sebagai penyedia suatu 'bahasa-ideal', dengan kamampuannya menjelaskan semua jenis kerancuan bahasa-biasa. Konsekuensinya, analisisis-logika Russellian terlihat sebagai sebuah jenis baru di dalam kelompok analisis-linguistik yang lebih besar yang telah ditetapkan oleh Moore.

Lebih jauh lagi, banyak yang mengambil logika-analisis lebih superior dari analisis bahasa-biasa Moore, sejauh hasil dari analisisnya adalah lebih-tepat dan dengan sendirinya tidak mengalami penyesatan atau ilusi-ilusi lebih jauh.

Perbedaan antara filsafat-bahasa-biasa dan filsafat-bahasa-ideal telah membentuk landasan bagi suatu percabangan yang mendasar dalam gerakan-analitik sampai dengan awal tahun 1960 an.

Masuknya analisis-logika juga telah meletakan dasar bagi logika-atomisme, suatu sistem-metafisis baru yang dikembangkan oleh Russell dan Ludwig Wittgenstein. Sebelum kita membahas langsung logika-atomisme, kita harus sedikit menjelaskan terlebih dahulu tentang Gottlob Frege.


Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH2b
Pemahaman Pribadi


Sunday, May 24, 2020

Filsafat Analitik 3a : Teori Deskripsi


Banyak ketertarikan Russell yang sangat besar terhadap realisme Moore memiliki keterkaitan dengan konsekuensi-konsekuensi dari realisme pada logika dan matematika. Seperti banyak filsuf lain sebelumnya, Russell tertarik pada tujuan akan kepastian-kebenaran-objektif pada matematika dan logika.

Meskipun demikian, karena Idealisme mengajarkan bahwa tidak-ada proposisi mengenai suatu bagian-realitas dalam isolasi yang benar-benar-sederhana (simpliciter), suatu yang tampak seperti kebenaran-langsung misal 2+2=4 atau jika a=b dan b=c maka a=c bagaimanapun sama sekali bukanlah kebenaran-langsung. Bahkan lebih parah, Idealisme membuat kebenaran-kebenaran semacam itu bergantung pada ketika hal-hal-itu dipikirkan atau dikonsepsikan.

Pendapat itu mengikuti doktrin relasi-relasi-internal, karena pada asumsi alamiah, pengetahuan adalah/atau melibatkan suatu relasi antara subjek-yang-mengetahui (knower) dan objek-yang-diketahui, maka doktrin relasi-relasi-internal mengimplikasikan bahwa objek dari pengetahuan adalah tidak-bebas (independen) dari subjek yang mengetahuinya.

Sisa yang tertinggal dari Idealisme ini membuka kepada tuntutan dorongan psikologisme yaitu pandangan bahwa kebenaran-kebenaran yang tampak objektif dijelaskan dalam pengertian mengenai operasi-operasi dari fakultas-fakultas kognitif dan psikologis yang subjektif.

Psikologisme adalah umum pada hampir semua versi dari Idealisme Kantian dan Post-Kantian (termasuk Idealisme-Inggris). Psikologisme juga sebuah karakter pemikiran yang umum dalam tradisi empiris Inggris dari Hume hingga Mill.

Realisme awal Moore mengijinkan Russell untuk menghindari psikologisme dan aspek-aspek lain dari Idealisme yang menghalangi penyelidikan kebenaran-kebenaran logika dan matematika sebagai kebenaran-mutlak dalam dirinya sendiri.

Namun, bagian yang sangat-penting dari realisme-awal ini adalah teori-objek mengenai makna, dan ini menbawa implikasi bahwa Russell menyimpulkan teori-objek tidak-dapat diterima.

Pada teori-objek, makna dari sebuah kalimat adalah objek atau suatu-keadaan yang kepadanya kalimat itu mengacu ( ini adalah satu alasan mengapa Moore mampu melakukan identifikasi objek-objek-biasa sebagai proposisi-proposisi atau makna-makna, lihat Bagian 1 ). Sebagai contoh, kalimat " Daun itu berwarna hijau. " adalah bermakna (penuh-makna) karena kalimat-itu berdiri dalam sebuah-hubungan-khusus dengan suatu objek atau keadaan yang merujuk dengannya, sebutlah misalnya "Sehelai daun tertentu yang berwarna hijau. ".

Sekilas pada pandangan pertama, mungkin tampak sebagai pernyataan yang masuk-akal, namun persoalan muncul ketika seseorang mengenali / mengetahui bahwa kelompok-kalimat (kelas) yang disebut sebagai kalimat-penuh-makna ternyata didalamnya termasuk juga banyak kalimat-lain yang --dari sudut pandang empiris-- tidak menunjukan adanya suatu objek. Pernyataan apapun yang mengacu pada sesuatu yang tidak-ada, seperti karakter fiktif dalam sebuah novel, akan memiliki persoalan ini. Kalimat jenis khusus tertentu yang termasuk dalam kelompok-semacam-ini (genus) adalah pernyataan eksistensial-negatif yaitu pernyataan-pernyataan yang meng-ekspresi-kan penolakan terhadap eksistensi subjek-kalimat itu sendiri. Sebagai contoh, ketika kita berkata " Gunung-emas adalah tidak-ada. " kita tampak mengacu kepada sebuah 'gunung-emas' --suatu objek yang tidak-ada-- sesungguhnya merupakan tindakan penolakan terhadap eksistensi 'gunung-emas' itu sendiri. Sehingga, hal itu menunjukan bahwa para penganut teori-objek dihadapkan pada sebuah dilema yaitu melepaskan / meninggalkan teori-objek tentang makna atau mendalilkan suatu dunia bagi objek-objek non-empris yang bertindak sebagai makna-makna dari kalimat-kalimat tanpa-objek yang seolah tampak ini.

Filsuf Austria Alexius Meinong mengambil cabang yang terakhir dari dilema itu, yang terkenal dengan mendalilkan adanya sebuah dunia bagi objek-objek yang tidak-ada secara empiris.

Bagi Russell pilihan-pilihan yang ada terlalu berlebihan. Sebaliknya ia menemukan cara untuk berjalan diantara dua-cabang dilema itu. Jalur pembebasan-nya disebut sebagai 'teori-deskripsi'.

Suatu bagian dari penalaran kreatif yang disebut oleh ahli logika F.P. Ramsey sebagai suatu paradigma-filsafat dan salah satu yang membantu merangsang momentum sosial yang luar biasa bagi gerakan-analitik. Teori-deskripsi muncul dalam esai karya Russell pada tahun 1905 yang berjudul " On Denoting " yang menjadi pusat-sumber-teks dalam kanon-analitik.

Dalam esai itu, Russell berpendapat bahwa 'frase-penanda' (phrase-denoting) yaitu frase-frase yang melibatkan benda yang diawali dengan 'a', 'an', 'some', 'any', 'every', 'all', atau 'the' adalah simbol-simbol yang tidak-lengkap. Yaitu frase yang tidak memiliki makna pada dirinya-sendiri tetapi bermakna hanya-dalam-konteks dalam sebuah kalimat yang lengkap yang mengekspresikan sebuah proposisi.

Kalimat-kalimat semacam itu dapat disusun-ulang (re-frase) --dianalisa dalam pengertian 'analisa' Moorean-- menjadi suatu kalimat yang tidak-lagi mengacu pada apapun yang tidak-ada secara empiris.

Sebagai contoh, menurut Russell, mengatakan " Gunung-emas adalah tidak-ada. " sesungguhnya hanyalah suatu cara yang menyesatkan dalam mengatakan sesuatu. Menurut Russell " Itu bukanlah persoalan bahwa disana persis terdapat ada satu-benda yaitu sebuah gunung dan gunung itu adalah emas. "

Sehingga setelah dianalisa, menjadi jelas bahwa proposisi itu tidaklah mengacu kepada apapun melainkan hanya penolakan suatu klaim-eksistensial (penolakan pada pendapat bahwa 'gunung-emas' adalah ada) .

Karena kalimat-itu tidak mengacu pada 'gunung-emas' apapun, maka tidak diperlukan sebuah dunia-objek-non-empiris seperti pendapat Meinong untuk memberi makna pada kalimat itu

Sesungguhnya, dengan mengambil / menerima rumusan-terakhir sebagai bentuk logis yang benar terhadap pernyataan itu, Russell dengan cara tertentu melakukan interpretasi terhadap referensi-asli kalimat itu kepada sebuah gunung-emas yang tidak-ada secara empiris sebagai sebuah persoalan 'ilusi-gramatikal'.

Seseorang menghilangkan ilusi-itu dengan menciptakan bentuk-gramatikal sesuai dengan bentuk logis yang benar dan ini dilakukan melalui analisis logika.

Gagasan bahwa bahasa mampu menuangkan ilusi-ilusi yang harus dihilangkan, membuat beberapa analisis-bentuk-bahasa menjadi tema yang sangat penting dan terkenal dalam filsafat-analitik, baik dalam bahasa-ideal maupun dalam bahasa-biasa, nyaris hingga tahun 1960



Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#SH2a
Pemahaman Pribadi



Saturday, May 23, 2020

Filsafat Analitik 3 : Russell dan Wittgenstein : Bahasa Ideal dan Logika Atomisme


Fase kedua filsafat-analitik dicirikan oleh perubahan menuju analisis-bahasa-ideal dan bersamaan dengan itu, logika-atomisme --suatu sistem-metafisis-- dikembangkan oleh Bertrand Russell dan Ludwig Wittgenstein. Russell meletakan landasan-dasar yang esensial bagi keduanya dalam karya pionir-nya tentang logika-formal yang akan dibahas pada bagian 3a dan 3b dibawah ini.

Meski karya itu telah dikerjakan sepanjang fase pertama dari filsafat-analitik (1900-1910), karya itu melebur kedalam satu sistem hanya pada akhir periode itu ketika Russell dan Whitehead menyelesaikan karya mereka yang monumental berjudul " Principia Mathematica " ( Russel and Withehead 1910-1913) dan ketika Russell mulai bekerja sama erat dengan Ludwig Wittgenstein.

Wittgenstein tampak tengah bergelut dengan sesuatu yang sangat mendasar dari sistem itu. Sementara Russell pertama kali menggunakan istilah logika-atomis dalam sebuah kuliah pada tahun 1911 kepada French Philosophical Society.

Dia juga pertama kali memberi kepada publik-terbuka suatu bahasan yang panjang-lengkap dan sistematik tentang logika-atomisme dalam kuliahnya " The Philosophy of Logical Atomisme " pada tahun 1918 (Russel 1918-1919). Meskipun demikian, disamping penjelasan yang terpusat kepada logika Russel pada karya sistem itu, dalam paragraf pembuka pada kuliah itu Russell menyatakan bahwa mereka " sangat memberi perhatian kepada penjelasan gagasan-gagasan tertentu yang saya pelajari dari teman dan mantan teman-belajar saya Ludwig Wittgenstein." (Russell 1918,35)

Pandangan Wittgenstein sendiri tercatat dalam karyanya " Tractatus Logico-Philosophicus ". Pertama kali diterbitkan pada tahun 1921, Tractatus telah terbukti sebagai karya yang paling berpengaruh mengenai logika-atomisme. Karena pengaruhnya, kita harus memberikan perhatian khusus kepada Tractatus ketika tiba membahas logika-atomisme sebagai sebuah sistem-lengkap dalam bagian 3d.

Meskipun Russell dan Wittgenstein berbeda mengenai sejumlah detail dari logika-atomisme, ketidak-sepakatan ini dapat diabaikan untuk kepentingan sekarang ini.
Apa yang menjadi masalah bagi perkembangan filsafat-analitik secara keseluruhan adalah munculnya suatu pandangan terhadap realitas yang dimodifikasi agar sesuai dengan perkembangan logika-formal dan metodologi-filsafat yang berkaitan dengannya pada akhir-akhir ini, seperti yang dibahas di bagian 3b.

Ini adalah pandangan-inti yang umum dari versi Russellian dan Wittegensteinan mengenai logika-atomisme, sehingga pengaburan batas antara Russell dan Wittegenstein sesungguhnya membuat kita mampu menjaga fokus yang lebih baik kepada munculnya tradisi analitik. Juga akan membuat lebih mudah sebuah kata singkat dari Frege, untuk melihat mengapa sejumlah orang menginginkan untuk memasukan dia sebagai seorang pendiri dari filsafat analitik (Bagian 3c).



Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#H2
Pemahaman Pribadi



Thursday, May 21, 2020

Filsafat Analitik 2 : Revolusi oleh Moore dan Russell - Realisme Cambridge dan Perubahan Linguistik


Aliran filsafat-analitik telah mendominasi dunia filsafat-akademis di berbagai wilayah, terutama Inggris-Raya dan Amerika-Serikat, sejak awal abad ke-20.

" Saat itu menjelang akhir tahun 1898 ", tulis Bertrand Russell.

" Bahwa Moore dan saya memberontak melawan keduanya, baik Kant maupun Hegel. Moore yang memandu jalan, tetapi saya mengikuti sangat dekat jejak-jejak langkah kakinya... . Saya merasa... sebuah kemerdekaan yang luar-biasa, seolah saya terbebas dari rumah yang panas ke sebuah tanjung terbuka dengan desir hembusan angin yang kencang. Dalam kegembiraan pertama dari kebebasan ini, saya menjadi seorang realis yang lugu dan bersuka ria dalam sebuah pikiran bahwa rumput-rumput adalah benar-benar hijau. " (Russell 1959, 22)

Peristiwa penting dalam sejarah intelektual yang dimiliki Russell ini, berubah menjadi penentu bagi sejarah filsafat abad 21 secara keseluruhan. Karena, adalah pemisahan yang revolusioner dari Idealisme-Inggris ini ----suatu aliran / ajaran pemikiran filosofi yang paling berpengaruh di universitas-universitas Inggris---- yang telah melahirkan filsafat-analitik dan menetapkan-nya pada jalur untuk menggantikan keduanya baik Idealisme juga filsafat sebagai konsepsi dan praktek-praktek tradisional.

Untuk memahami rasa suka-cita Russell pada saat pemberontakan itu, pertama-tama seseorang harus mengetahui sesuatu tentang dirinya dan juga mengenai Idealisme-Inggris. Mari kita mulai dengan Idealisme-Inggris.

Pada akhir abad ke-20, F.H. Bradley, Bernard Bosanquet, dan J.M.E. McTaggart adalah pemuka-pemuka dari para penganut Idealisme-Inggris. Mereka berpendapat, dunia meski secara naif menampak-kan diri kepada kita sebagai suatu kumpulan dari objek-objek individual yang terpisah-pisah / diskrit ( burung ini, meja itu, bumi dan matahari dan seterusnya ), dunia adalah benar-benar suatu kesatuan-keseluruhan yang tidak dapat dibagi, yang bersifat mental atau spiritual atau ideal dan bukan material. Oleh karena itu, Idealisme-Inggris merupakan merek dari metafisika-monisme tetapi bukan suatu bentuk materialisme, sebuah bentuk lain yang terkemuka dari metafisika-monisme. Idealisme-Inggris juga merupakan suatu bentuk, apa yang akan kita sebut sekarang ini sebagai anti-realisme. Karena Idealisme-Inggris berpendapat bahwa dunia-naif atau dunia-pengalaman-keseharian kita adalah sesuatu semacam ilusi. Pendapat Idealisme-Inggris bukanlah bahwa objek-objek dari pengalaman-biasa kita adalah tidak-ada tetapi bahwa objek-objek itu adalah tidak-terpisah-pisah-secara-individual seperti yang biasa kita alami / terima.

Sebaliknya setiap objek adalah ada (eksis) dan ada-nya setidaknya dikarenakan bediri / berada dalam relasi-nya dengan benda-benda-lain, lebih tepatnya dengan semua-benda-benda-lain. Pengertian itu adalah apa yang disebut sebagai doktrin relasi-relasi-internal. Karena dalam pandangan ini, apa-pun-yang-ada sekaligus ada hanya dikarenakan dalam relasi-nya dengan segala-ada-yang-lain, adalah menyesatkan untuk mengatakan satu-benda-apapun adalah 'ada-sederhana' ( simpliciter ) yaitu ada-yang-sendirian, ter-isolasi dan tanpa-relasi dengan ada-yang-lain. Satu-satunya benda yang ada-sederhana adalah kesatuan-keseluruhan yaitu keseluruhan-jaringan dari objek-objek yang saling berhubungan dengan pasti. Sesuai dengan pandangan itu, para Idealis meyakini bahwa tidak-ada pernyataan mengenai suatu objek yang ada-ter-isolasi yang benar-benar-sederhana ( simpliciter ) karena dalam pandangan mereka, berbicara tentang sebuah objek-ter-isolasi akan mengabaikan bagian-kebenaran yang lebih-besar mengenai-nya sebutlah relasi-relasi-nya dengan segala-sesuatu-ada-yang-lain.

Filsafat-analitik diawali ketika Moore dan kemudian Russel mulai untuk membela / mempertahankan suatu realisme-komprehensif mengenai sesuatu yang oleh Moore disebut sebagai pandangan yang 'masuk-akal' atau 'biasa' ( common-sense atau ordinary ) terhadap dunia. Hal ini melibatkan suatu pluralisme-metafisis yang sangat menarik, suatu keyakinan bahwa terdapat banyak hal yang ada-secara-sederhana. Meski demikian bukanlah pluralisme ini atau bukan pula isi-apapun dalam pandangan-pandangan filosofinya yang telah menginspirasi gerakan analitik. Tetapi cara-dan-idiom Moore dalam melakukan filsafat.

Pertama, Moore menolak bangunan-sistem atau membuat sintesa-besar dalam pandangan-pandangannya, namun lebih tertarik untuk memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan filosofi yang didefinisikan secara sempit yang dipegang dalam sebuah isolasi.

Kedua, ketika Moore meng-artikulasi-kan realisme-nya, dia juga melakukannya dalam idiom 'proposisi' dan 'makna'. Disana terdapat suatu ambiguitas yang tidak-biasa seperti apakah idiom itu merupakan suatu hal mengenai bahasa atau tentang mental.

Dalam kasus Moore, terminologi itu semakin ambigu karena dua alasan.

Pertama, pandangan-pandangannya mengenai 'proposisi' sangat mirip dengan pandangan standar dalam filsafat Austro-Jerman dari Bolzano dan Lotze hingga Husserl yang menurut pandangan itu 'proposisi' dan 'makna' mempunyai eksistensi Ideal ----semacam eksistensi yang secara tradisional berasal dari teori Forma-Plato. Hal tersebut tampak menunjukan bahwa Moore memperoleh gagasan itu dari membaca dalam tradisi Austro-Jerman. (cf. Bell 1999, Willard 1984).

Kedua, disamping kemiripan yang sangat kuat dengan pandangan-pandangan Austro-Jerman, adalah jelas bahwa di tahap awal pemikiran Moore 'proposisi' dan 'makna' bukanlah ideal atau mental atau bahasa, tetapi nyata dalam pengertian 'seperti-benda'. Bagi Moore dan pada pandangan awal Russell 'proposisi' dan 'makna' adalah identik dengan objek-objek-biasa seperti meja, kucing atau seseorang. Untuk pandangan yang lebih khusus ini, baca artikel Moore, Bagian 2b di bawah.

Kompleksitas metafisis yang dalam, yang melekat pada pandangan Moore, sebagian besar dilewati atau diabaikan oleh pengikut-pengikutnya yang lebih muda sekarang ini, mereka tertarik kepada bentuk cara-berfilsafat daripada kepada isi filsafatnya. Mengambil aspek-bahasa dari 'proposisi' dan 'makna' menjadi lebih penting dari aspek-lainnya mereka memandang Moore sebagai pendukung atau pendorong sebuah pendekatan bahasa terhadap filsafat. Bersama dengan kencenderungan untuk menghadirkan persoalan-persoalan filosofi yang ter-isolasi daripada membangun sebuah sistem-besar, keduanya membangkitkan paham bahwa Moore telah memberontak tidak hanya melawan Idealisme-Inggris tetapi juga melawan filsafat-tradisional pada skala-besar.

Meskipun Moore kemudian menunjukan bahwa tidak-ada yang khusus bahasa mengenai filsafatnya, konsepsi bahasa dari metode Moore bukanlah tanpa-dasar. Sebagai contoh dalam sebuah tulisan yang terkenal berjudul “A Defense of Common Sense” (Moore 1925), Moore tampak berpendapat bahwa pandangan akal-sehat ( common-sense ) terhadap dunia adalah dibangun dalam pengertian bahasa kita sehari-hari, dengan demikian jika seorang filsuf bermaksud untuk mengatakan bahwa keyakinan terhadap akal-sehat ( common-sense ) adalah keliru, maka sang-filsuf disini membatalkan / menolak medium yang sesungguhnya dengannya dia menyatakan dirinya dan berbicara baik secara equivokal atau non-sensikal.

Persoalan Moore berawal dengan pengamatan bahwa kita mengetahui banyak benda-benda disamping fakta bahwa kita tidak-mengetahui bagaimana mengetahui benda-benda itu. Diantaranya seperti yang disebut Moore sebagai 'keyakinan pada akal-sehat' ( common-sense ), adalah semacam proposisi-proposisi seperti pernyataan berikut :

" Saat ini ada tubuh seorang yang hidup, yaitu tubuh-saya. "

" Selama tubuh-saya-ini telah terlahir, ia berkontak dengan permukaan bumi atau tidak-jauh dari permukaan bumi ." dan

" Saya seringkali mempersepsi keduanya baik tubuh-saya-ini juga benda-benda-lain yang membentuk bagian dari lingkungan-nya, termasuk tubuh-tubuh manusia lain. " (Moore 1925; in Moore 1959: 33).

Kita dapat menyebut pernyataan-pernyataan di atas sebagai 'proposisi-proposisi akal-sehat' ( common-sense ).

Moore berpendapat bahwa setiap proposisi-akal-sehat ( common-sense ) memiliki sebuah 'makna-biasa' ( ordinary-meaning ) yang menentukan secara tepat apa-yang-diketahui oleh seseorang ketika seseorang mengetahui bahwa proposisi itu adalah benar. Makna-biasa ini sangatlah jelas bagi hampir semua orang, kecuali bagi beberapa filsuf-skeptis yang tampak berpikir bahwa pertanyaan :

" Percayakah anda bahwa bumi ini telah ada beberapa tahun yang lalu ? "

bukanlah sebuah pertanyaan-sederhana yang jelas-dan-biasa yang dapat dipenuhi dengan jawaban " Ya " atau " Tidak " atau dengan jawaban " Saya tidak bisa memutuskan percaya atau tidak-percaya. "

melainkan suatu-pertanyaan yang dapat dijawab memadai dengan :

" Semua tergantung pada apa yang anda maksud dengan 'bumi' , 'ada' dan 'beberapa tahun'... " (Moore 1925; in 1959: 36)

Moore berpendapat bahwa untuk menyebut / mengaitkan akal-sehat ( common-sense ) ke dalam pertanyaan sejenis itu adalah tidak sesuai dengan pemakaian-standar karena makna-biasa dari suatu proposisi-akal-sehat ( common-sense ) adalah jelas-dan-sederhana bagi semua pemakai-bahasa yang kompeten. Sehingga untuk menanyakan makna-nya dan untuk mengajukan bahwa itu memiliki makna-yang-berbeda adalah sebuah kepura-puraan / kepalsuan. Bahkan, karena ikatan dengan kemampuan intelek, makna-makna-biasa dari proposisi-akal-sehat ( common-sense ) tampak tetap, filsuf harus menerimanya sebagai titik awal untuk refleksi-filosofis. Oleh karena itu tugas dari seorang filsuf bukanlah untuk bertanya kebenaran dari proposisi-akal-sehat ( common-sense ) tetapi untuk menyediakan 'analisis' atau penjelasan yang benar.

Pemakaian Moore pada istilah 'analisis' dalam pengertian di atas merupakan sumber dari penamaan / sebutan 'filsafat-analitik'. Pada awal sejarah analitik, analisis Moorean diterima sebagai sebuah persoalan dari suatu proposisi-akal-sehat ( common-sense ) sedemikian hingga menghasilkan pandangan yang lebih besar yang di dalamnya pertanyaan itu sudah-jelas dan tak-bisa-dipertanyakan lagi.

Sebagai contoh sekali seseorang menjelaskan makna dari 'saudara' dengan mengatakan seorang saudara adalah ' seorang lelaki yang memiliki hubungan-darah ' atau dengan mengatakan maknanya sebagai saudara-lelaki-sedarah maka dia mungkin mengatakan bahwa melihat sebuah tangan berarti mengalami sebuah objek-eksternal tertentu --yang sama-persis dengan pendapat Moore dalam tulisan karyanya “ Proof of an External World ” (Moore 1939).

Argumen dari esai itu berjalan sebagai berikut. Pernyataan :

" Ini adalah sebuah tangan. " adalah sebuah proposisi-akal-sehat ( common-sense ) dengan makna-biasa. Menggunakannya sesuai dengan makna-biasa itu, dengan menyajikan / menunjukan tangan untuk inspeksi adalah bukti yang memadai bahwa proposisi itu adalah benar --bahwa di sana benar-benar ada sebuah tangan. Tetapi sebuah tangan, sesuai dengan makna-biasa dari kata 'tangan' adalah sebuah 'objek-material', menurut makna-biasa dari 'objek-material' adalah sebuah 'objek-eksternal', yaitu sebuah objek yang tidak hanya ada dalam pikiran kita. Sehingga, jika kita dapat membuktikan bahwa di sana ada sebuah tangan, dan jika sebuah tangan adalah 'objek-eksternal', maka di sana ada sebuah 'dunia-eksternal', sesuai dengan makna-biasa dari 'dunia-eksternal'

Contoh-contoh di atas berasal dari karyanya yang ditulis pada paruh kedua masa karir Moore, tetapi metode-bahasa-nya dapat ditangkap lebih awal lagi, dalam karya-karyanya kembali ke masa akhir 1800 ----periode ketika pemberontakan-nya melawan Idealisme. Bahkan dalam tulisan pertama Moore yang paling berpengaruh berjudul " The Nature of Judgment " (Moore 1899), dapat ditemukan Moore sangat memberi perhatian terhadap 'proposisi-proposisi' dan 'makna-makna'.

Dalam karya-tulis perayaannya berjudul “ The Refutation of Idealism ” (Moore 1903b), Moore menggunakan analisis-bahasa untuk berdebat melawan slogan para Idealis " Esse est percipi " : ada / menjadi adalah ada / menjadi diketahui ( to be is to be perceived ). Moore membaca slogan itu sebagai sebuah definisi atau apa yang kemudian disebut olehnya, suatu analisis : persis-sama seperti ketika kita mengatakan 'bujangan' berarti 'seorang lelaki yang tidak / belum menikah', sehingga para Idealis menyatakan 'ada / menjadi' berarti 'ada / menjadi diketahui'. Meskipun demikian, jika setiap bagian-kecil dari rangkaian-bahasa itu memiliki makna yang sama, Moore berpendapat, menjadi tidak-perlu / sia-sia untuk menyatakan bahwa keduanya adalah identik, sama-persis seperti tidak-perlu untuk menyatakan 'seorang-bujangan adalah seorang-bujangan'. Fakta bahwa para Idealis melihat suatu kebutuhan untuk menyatakan suatu rumusan mengungkapkan bahwa terdapat sebuah perbedaan dalam makna dari 'ada / menjadi' dan 'ada / menjadi diketahui' dan oleh karenanya juga merupakan suatu perbedaan pada masing-masing fenomena.

Mungkin argumen yang berpusat-pada-makna dari Moore yang paling terkenal adalah 'argumen-pertanyaan-terbuka' dalam karyanya  " Principia Ethica " (Moore 1903a). Argumen-pertanyaan-terbuka untuk menunjukan bahwa adalah sebuah kesalahan untuk menentukan definisi 'baik' dalam pengertian apapun selain dirinya-sendiri. Apapun definisi dari 'baik' katakanlah 'kebaikan adalah kesenangan', adalah masuk-akal untuk menanyakan apakah kebaikan benar-benar merupakan hal yang menyenangkan ( atau apakah kebaikan sudah diidentifikasikan dengan kesenangan ), sehingga setiap upaya melakukan pendefinisian menyisakan sebuah pertanyaan-terbuka seperti untuk menanyakan apa itu 'baik' yang sesungguhnya. Hal ini juga karena setiap klaim definisi gagal untuk menangkap makna dari 'baik'.

Semua persoalan di atas menunjukan bukti apa yang menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam karya filosofi Moore, sebutlah metode-analisis-nya yang oleh banyak pengikutnya sekarang ini diterima / diambil menjadi analisis-bahasa. Sebagai contoh Norman Malcolm mewakili pandangan-standar dari Moore hampir sepanjang abad dua puluh ketika dia mengatakan bahwa :

" Esensi dari teknik Moore dalam membuktikan kesalahan pernyataan-pernyataan filosofis tersusun dalam penunjukan bahwa pernyataan-pernyataan itu berjalan / bekerja melawan bahasa-biasa. " (Malcolm 1942, 349).

Dalam esai yang sama, dia berlanjut untuk melekatkan seluruh warisan filosofi Moore ke dalam metode-linguistik-nya.

Peranan sejarah yang besar Moore terbangun dalam fakta bahwa dia mungkin filsuf-pertama yang mengenali bahwa setiap pernyataan-filosofis apapun yang melanggar bahasa-biasa adalah keliru dan secara konsisten terus membela bahasa-biasa melawan para perusak filosofis-nya.

Malcolm tidak keliru untuk mencatat kebaruan-dan-orisinalitas dari pendekatan Moore. Meskipun terkadang filsuf-filsuf sebelumnya telah berfilsafat mengenai bahasa dan dalam melakukan filsafat sangat memberi perhatian kepada bagaimana bahasa digunakan, tak seorangpun yang pernah berpendapat bahwa cara-berfilsafat itu sendiri hanyalah sebuah persoalan tentang menganalisa-bahasa.

Tentu saja, Moore juga tidak berpendapat seperti itu, tetapi apa yang sesungguhnya dilakukan Moore sebagai seorang filsuf tampaknya untuk membuat pernyataan yang tidak-perlu dalam praktek, dia tampak melakukan persis seperti apa yang telah dikatakan Malcolm.

Sehingga membutuhkan waktu beberapa lama bagi komunitas-filosofi untuk mewujudkan-nya, yang pada akhirnya menjadi jelas bahwa metode-bahasa baru ini dipelopori oleh Moore, yang telah menetapkan secara sah sebuah pemisahan-radikal tidak hanya dengan Idealisme-Inggris tetapi juga tradisi-filosofi yang lebih besar itu sendiri.

Secara umum, filsafat dipahami secara tradisional sebagai praktek penalaran tentang dunia. Tujuannya adalah untuk memberikan / menghasilkan suatu logos ----sebuah penjelasan yang koheren secara rasional---- terhadap dunia dan bagian-bagiannya dalam beragam tingkatan dari granularitas, namun pada akhirnya sebagai sebuah-keseluruhan dan pada tingkatan yang paling-umum

Tentu saja, juga terdapat aspek-aspek-lain dari proyek tersebut, tetapi ini adalah jantung dari proyek itu. Meski demikian bersama Moore filsafat tampak dituangkan / disusun kembali sebagai praktek dari analisis-bahasa yang diterapkan pada persoalan-persoalan yang ter-isolasi. Oleh karena itu, kabangkitan filsafat-analitik dipahami sebagai perkembangan yang relatif kontinyu dari sebuah ajaran-baru-filsafat yang bersumber dari titik-balik-perubahan kearah filsafat-bahasa Moore, yang pada akhirnya dikenal tidak hanya sebagai bangkitnya dari ajaran filosofi lain, tetapi sebagai bagian secara keseluruhan dari sebuah 'revolusi dalam filsafat' dalam skala besar. (See Ayer et al. 1963 and Tugendhat 1982.)



Sumber :
https://www.iep.utm.edu/analytic/#H1
Pemahaman Pribadi





Tuesday, May 19, 2020

Hantu


Ia nyata. Bukan cuma di tengah belantara mimpi malam buta, ia menjelma pula di antara terang terik matahari. Wujudnya menyebar ke mana-mana, ke sudut-sudut paling gelap hingga ke pojokan sempit dengan benderang sinar sedikit. Sempoyongan, ia menyusup ke urat nadi. Menyeret sepasang kaki lemah, mata sayup memburu nafsu, melangkah terseok, beratus-ratus hari menggumpalkan darah ketakutan mengalir ke dalam hati. Menekan, menyiksa setiap hembusan nafas terhela.

" Siang ini bisa ketemu ? "
Tanpa suara, pesan itu langsung membuat tubuh bergetar merinding. Bentakan mulut menganga, barisan gigi gompal melengking makian menyerbu di depan mata. Wajah kurang darah menghadang, sorot merendahkan menusuk-nusuk ke ulu hati. Ia nyata meski belum ada.

Siang menjelang, bayang hitam menyelinap menembus remang keheningan, pintu ruangan dingin itu terbuka. Pelan tapi mengagetkan. Sekejap wajah menakutkan menyembul entah darimana. Hantu itu tersenyum. Lidahnya menjulur. Mengerikan !

" Selamat siang, dah maksi ? "
" Hayok bareng ! "
Raut kusut lalu bergerak mendekat. Bopeng bekas luka bakar memapar di depan mata. Hanya gelengan menjawab diam gemetar. Melangkah, ia menghampiri kian dekat.

Segera bau raga tercium menusuk, aroma menebar ke segala arah, busuk menarik-narik memaksa beranjak. Merajuk-rajuk manis, bualan kepalsuan berhamburan ke mana-mana. Ia mulai memelas, merangkul lembut, mengelus punggung kaku, menunduk bisu, menggigil ketakutan. Berbisik terus ia berbisik kenikmatan.

" Ayo lahh... "
" Ayoo lah... ", suaranya mendesis persis di telinga. Sigap cakar kuku-kuku kotor mencengkeram lengan. Sontak tangan ini menepis bergerak menghindar.

" Ada yang perlu dibicarakan. Tolonglah... ", Hantu itu merengek-rengek iba.

Ahhh ! Rupanya ia hendak menjelma manusia, sayang di depanku ia tak bisa !



Bekasi, 16 Mei 2020



Tuesday, May 5, 2020

Filsafat Analitik 1 : Pengantar


Aliran filsafat-analitik telah mendominasi dunia filsafat-akademis di berbagai wilayah, terutama Inggris-Raya dan Amerika-Serikat, sejak awal abad ke-20.

Filsafat-analitik berasal di sekitar pergantian abad ke-20, ketika G. E. Moore dan Bertrand Russell memisahkan/memutuskan diri dari apa yang menjadi aliran-dominan pada saat itu di universitas-universitas Inggris yaitu idealisme-mutlak (absolute-idealism). Banyak juga yang termasuk sebagai pendiri filsafat-analitik di akhir abad ke-19, termasuk didalamnya Gottlob Frege, dan isu kontroversial ini akan dibahas di bagian 2c.

Ketika Moore dan Russell mengartikulasikan alternatif mereka terhadap idealisme, mereka menggunakan suatu idiom-bahasa (linguistik), yang sering mendasarkan argumen-nya dengan istilah 'makna' dan 'proposisi'. Selain itu, Russell percaya bahwa tata-bahasa pada bahasa-biasa seringkali menyesatkan secara filosofis, dan cara untuk menghilangkan ilusi menyesatkan itu adalah dengan menyatakan kembali proposisi-proposisi kepada bahasa-formal-ideal dalam logika-simbolisme, dengan demikian mengungkapkan bentuk-logis-yang-sebenarnya. Karena penekanan-nya pada bahasa, filsafat-analitik ----meski mungkin keliru---- dianggap secara luas terlibat dalam perubahan arah menuju bahasa sebagai pokok-bahasan-filsafat, dan dibawa untuk terlibat dalam perubahan metodologi yang menyertai-nya menuju ke arah analisis-bahasa. Sehingga, menurut pandangan-tradisional, filsafat-analitik lahir dalam titik-balik-perubahan kearah filsafat-bahasa ini. Konsepsi filsafat-bahasa memang dilihat sebagai cerita panjang dalam sejarah-filsafat. Karena alasan ini, filsafat-analitik dikenal menjadi asal-muasal dari sebuah revolusi-filosofis dalam skala-besar tidak hanya dalam pemberontakan melawan filsafat idealisme Inggris, namun juga melawan filsafat-tradisional secara keseluruhan.

Filsafat-analitik mengalami beberapa revolusi-kecil secara internal yang membagi sejarahnya menjadi lima-tahap.

Tahap-pertama berjalan kira-kira dari tahun 1900 sampai 1910. Ini ditandai/dicirikan dengan bentuk realisme-kuasi-platonis yang pada awalnya diajukan oleh Moore dan Russell sebagai alternatif terhadap idealisme. Realisme mereka dinyatakan dan dipertahankan dalam ungkapan 'proposisi' dan 'makna', sehingga dianggap terlibat dalam perubahan-arah bahasan-filsafat menuju bahasa. Namun, sifat penting lainnya adalah berpaling menjauh dari metode melakukan filsafat dengan mengajukan sistem-yang-besar atau sintesa-yang-luas dan pada gilirannya menawarkan metode-pembahasan yang terfokus secara sempit, yang menyelidiki masalah spesifik dan ter-isolasi dengan ketepatan dan perhatian terhadap detail.

Pada tahun 1910, Moore dan Russell telah menanggalkan realisme-proposisional mereka. Moore yang tertarik pada filsafat-realistik dalam pengertian-umum, Russell tertarik pada pandangan yang dikembangkan-nya bersama Ludwig Wittgenstein yang disebut logika-atomisme. Peralihan ke logika-atomisme dan analisis-bahasa-ideal mencirikan tahap-kedua dari filsafat-analitik, kira-kira tahun 1910-1930.

Tahap-ketiga, sekitar 1930-1945 ditandai dengan bangkitnya logika-positivisme, sebuah pandangan yang dikembangkan oleh para anggota Lingkaran-Vienna dan dipopulerkan oleh filsuf Inggris A. J. Ayer.

Tahap-keempat, kira-kira tahun 1945-1965, ditandai oleh perubahan ke arah analisis-bahasa-biasa, yang dikembangkan dengan berbagai cara oleh filsuf Cambridge Ludwig Wittgenstein dan John Wisdom, dan filsuf Oxford Gilbert Ryle, John Austin, Peter Strawson, dan Paul Grice.

Selama tahun 1960-an, kritik dari dalam tidak menyebabkan gerakan-analitik untuk meninggalkan bentuk-bahasa-nya. Filsafat-bahasa beralih ke filsafat-tentang-bahasa, filsafat-bahasa memberi jalan kepada metafisika, dan ini memberi jalan ke berbagai sub-disiplin-filsafat.

Dengan demikian, tahap-kelima, dimulai pada pertengahan tahun 1960-an dan berlanjut melampaui akhir abad ke-20, ditandai oleh eklektisisme atau pluralisme. Filsafat-analitik post-linguistik ini tidak dapat didefinisikan dalam sejumlah pandangan-filosofi atau perhatian umum, namun dapat dikarakterisasi secara longgar dalam hal gaya-nya, yang cenderung menekankan ketepatan dan keseluruhan terhadap topik-yang-sempit dan untuk tidak menekankan ketidaktepatan diskusi tentang topik yang luas.

Bahkan dalam fase awalnya, filsafat-analitik sulit didefinisikan dalam hal sifat-intrinsik-nya atau ikatan-filosofi mendasar-nya. Akibatnya, ia selalu mengandalkan pertentangan terhadap pendekatan filsafat lainnya ----terutama pendekatan yang secara fundamental ditentangnya---- untuk membantu menjelaskan sifatnya sendiri. Awalnya, filsafat-analitik menentang idealisme Inggris, dan kemudian filsafat-tradisional pada umumnya. Kemudian, mendapati dirinya menentang baik fenomenologi-klasik (misalnya, Husserl) dan keturunannya, seperti eksistensialisme (Sartre, Camus, dan sebagainya) dan juga filsafat-kontinental atau postmodernisme (Heidegger, Foucault dan Derrida). Meskipun pragmatisme-klasik mengandung beberapa kesamaan dengan filsafat-analitik awal, terutama dalam karya C. S. Peirce dan C. I. Lewis, pragmatisme biasanya dipahami sebagai tradisi atau aliran yang terpisah.


Sumber :
http://www.iep.utm.edu/analytic/
Pemahaman Pribadi