Menarik untuk menyimak pendapat terhadap persoalan kontemporer dari pengamat yang berada di dalam arus tradisi pemikiran akademik dalam satu forum-terbuka.
Artikel ini tentang interpretasi seorang audien terhadap uraian-pendapat yang disampaikan oleh Rocky Gerung, seorang pengamat politik yang menjadi panelis dalam forum-terbuka dengan judul :
" Kekerasan kepada pemuka agama. Adakah dalangnya ? "
Tema yang mengangkat kekerasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini.
Pijakan Teori
Adalah ciri akademisi yang khas dengan melakukan kategorisasi permasalahan ke dalam bidang-studi-khusus lalu membedahnya secara teoritik. Permasalahan yang dikupas dalam forum-itu tercakup dalam spektrum Filsafat-Politik, bidang yang digeluti olehnya baik secara teoritis maupun praktis. Maka tampak jelas ia begitu fasih mengungkapkan pemahamannya terhadap persoalan yang dibahas dengan penjelasan yang dalam, diksi yang berisi, padat, tajam, rasional serta mengkritisi dengan tepat sasaran kepada institusi negara.
Landasan teori yang digunakan sebagai pijakan interpretasi terhadap uraian-pendapatnya adalah teori-negara dari John-Lock yaitu negara sebagai kontrak-sosial. Namun, ditekankan pada titik-pusat, kewajiban utama negara untuk memenuhi kebutuhan-dasar warganya.
Teori-negara John-Lock menjelaskan asal-usul terbentuknya sebuah negara dari kondisi-alamiah manusia. Lock memandang kondisi-awal kehidupan manusia adalah a-politis dalam arti tidak ada lembaga-kekuasaan yang terpusat. Dengan kemampuan masing-masing, individu berusaha mempertahankan semua hak-alamiah yang dimilikinya. Dalam pandangan Lock, hak-alamiah adalah hak yang dianugrahkan Tuhan kepada semua manusia seperti hak mempertahankan kelestarian kelangsungan hidupnya atau mendapatkan kepemilikan materi yang belum diklaim kepemilikannya.
Menurut Lock, kondisi-alamiah tidak stabil dalam dirinya sendiri. Dalam menjalani kehidupan, individu-individu berada dalam ancaman fisik dan tidak mampu mengejar tujuan-tujuannya yang membutuhkan keadaan-stabil dan kerjasama luas dengan yang lain. Individu-individu yang melihat adanya manfaat otoritas-terpusat untuk mengatasi persoalan kongkret memutuskan memberikan sebagian hak-alamiah mereka kepada otoritas-pusat seraya mempertahankan hak-haknya yang lain. Menurut Lock, ini adalah bentuk kontrak-sosial. Oleh karena, dalam kesepakatan melepaskan hak-hak tertentu, individu mendapat perlindungan dari bahaya fisik, memperoleh keamanan atas kehidupannya dan kepemilikan harta benda, dan jaminan kemampuan untuk dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lain dalam lingkungan yang stabil untuk mencapai tujuan hidupnya.
Menurut Lock, negara dilembagakan oleh warga/anggota itu sendiri. Hal ini membawa sejumlah konsekuensi penting bahwa para penguasa menjadi wajib untuk bersikap responsif terhadap kebutuhan dan keinginan warganya. Selanjutnya dalam membangun negara, warga melepaskan beberapa hak namun tidak semua hak-alamiahnya, dengan demikian tidak ada penguasa yang dapat mengklaim dirinya memiliki kekuasaan mutlak atas segala aspek kehidupan warganya. Hal inilah yang menciptakan ruang penting bagi hak-hak individu atau kebebasan.
Pendapat Rocky
Menimbang pijakan-teori di atas, interpretasi terhadap keseluruhan uraian-pendapat yang disampaikannya dalam forum-itu berada di sekitar konsep :
" Kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan-dasar warganya dan bersikap responsif ketika menghadapi persoalan tentangnya, serta memberi ruang cukup bagi hak-hak individu untuk berpikir dan menyampaikan pendapat. "
Konsep di atas menjadi sandaran-utama dalam melakukan interpretasi untuk menarik rumusan Pendapat-Pokok yang terkandung di dalam keseluruhan uraian.
Dengan menyimak kalimat demi kalimat, dalam upaya memahami makna serta kaitan-kaitannya secara logis, sistematis dan kronologis, langkah-langkah interpretasi terhadap keseluruhan uraian, dapat dirangkum dalam struktur sebagai berikut :
1. Menjawab pertanyaan : Adakah dalangnya ?
2. Persoalan Dasar dan Pendapat-Pokok.
3. Argumen Pendukung Pendapat-Pokok.
Namun, sebelum memasuki bahasan satu demi satu secara terstruktur, sebuah peristiwa menarik patut dicermati, dengan alasan, di sana terkandung kemungkinan adanya sesuatu yang memiliki pengaruh-hermeneutik, yang pada gilirannya menentukan bagaimana seseorang memandang suatu persoalan.
Seperti diketahui, sebelum menyampaikan pendapatnya, Rocky mengungkap keberatannya akan penempatan-fisik posisi duduknya sebagai panelis, dengan gaya-metaforis ia berkata :
" Saya sebetulnya selalu merasa kurang-lega karena berkali-kali tempat saya di sini, nii ! "
Lebih jauh lagi, dengan sedikit canda, Rocky menyindir sang moderator akan kemungkinan adanya konspirasi dengan maksud-maksud yang dicurigainya.
Peristiwa yang dapat ditangkap sebagai sikap penolakan terhadap tuduhan yang beredar akan kondisi in-absensia-netralitas pada dirinya. Tuduhan yang bersifat merendahkan karena bertentangan dengan keutamaan-etik seorang akademisi yang seharusnya tidak-berpihak dan objektif dalam berpandangan. Rocky seolah ingin membela bahwa dirinya seorang akademisi-luhur yang menjunjung tinggi etika-profesi dan moralitas dalam dunia ilmiah. Atau setidaknya itu menunjukkan keterusikan-hatinya atas tuduhan keberpihakan dan keterlibatan dalam politik praktis dan berkehendak membela diri. Disini, sepertinya ia bermaksud meyakinkan bahwa tuduhan yang mengarah pada dirinya adalah tidak benar dengan cara yang ringan namun menggigit.
1. Menjawab pertanyaan : Adakah dalangnya ?
Pendapat Rocky pada forum-itu langsung, tajam, dalam dan menusuk sasaran. Rocky menjawab tanpa basa-basi pertanyaan-tematik : Kekerasan kepada pemuka agama. Adakah dalangnya ? Dia menjawab tegas : Ada !
Namun menambahkan, permasalahan bukanlah ada atau tidak-ada, tetapi : Soalnya dimanaa ? Dengan gaya metaforis-satiris, dia menjawab sendiri pertanyaan itu :
" Tentu gak di Asmat dalangnya tuhh. Jauuhhh ! Sangat-mungkin berada di sekitaran monas ! "
Kemudian, dengan menunjuk analisis-logis dari panelis sebelumnya, perwakilan dari Anshor, Rocky memandang adalah pantas muncul kecurigaan semacam itu jika berpikir secara logis.
Pada bagian lain, Rocky menegaskan, dengan melakukan analisa-kecil dapat menunjukan bahwa Psikologi-Massa sekarang ini --kondisi kecemasan dan ketakutan masyarakat yang membebani kehidupan politik kita-- dalangnya memang ada.
Kecurigaan-metaforis yang bisa ditafsirkan mengarah kepada motif kekuasaan yang bisa mengenai siapa saja dan pihak mana saja yang terlibat dalam pergulatan perebutan kekuasaan.
2. Persoalan Dasar dan Pendapat-Pokok
Malam itu, Rocky membawa kepada perspektif persoalan mendasar yang menurutnya penting diperhatikan. Dan persoalan itu bukanlah masalah ada atau tidak-ada dalang ataupun kecurigaan terhadap siapa atau pihak mana yang menjadi dalang tetapi mengenai kewajiban-negara yaitu bagaimana negara memenuhi kewajibannya kepada warganya.
Pada bagian awal, Rocky melihat bahwa negara tidak menjalankan kewajibannya dengan baik, dengan tidak memberi respon yang memadai terhadap persoalan kebutuhan-dasar warganya akan keamanan dan kestabilan-lingkungan.
Ia meyakinkan pandangannya dengan penjelasan yang didasarkan pada tangkapan-fenomenologis dari ucapan kepala-negara ketika menanggapi persoalan yang terjadi.
Rocky menangkap, negara menunjukkan sikap kontradiksi terhadap persoalan yang ada. Bahwa kondisi faktual kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini begitu mengkhawatirkan dan negara tidak merespon persoalan kongkret dan mendesak dengan memadai sesuai kegentingannya.
Terhadap persoalan yang terjadi, Rocky berpendapat, negara semestinya memberi respon-memadai dengan mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada seluruh rakyat ( public-address ), agar masyarakat merasa tenang atau paling tidak mengurangi rasa cemas dan takut. Tetapi negara tidak melakukan itu. Rocky memperkuat pendapatnya dengan penjelasan yang mengacu kepada ucapan kepala-negara, yang menurutnya hanya-sampai pada pernyataan-sastrawi dengan kandungan isi informasi nol.
" Jadi anda bayangkan ! Ada kegelisahan ! Ada kecemasan ! Kita hidup di dalam Republic of Fear ! Tetapi reaksi istana hanya puisi sebait itu. Puisi yang isinya tautologi itu. Padahal masalahnya luar biasa, kongkret dan mendesak. ", Begitu sabdanya malam itu.
Di titik ini, melalui ungkapan ekspresif di atas, tidaklah terlalu sulit untuk menangkap bahwa Rocky sudah menetapkan Pendapat-Pokoknya yang menjadi pusat dari seluruh-uraian-pendapatnya terhadap persoalan yang ditinjau. Dengan mengacu pada pijakan-teori di atas, Pendapat-Pokok itu dirumuskan dengan kalimat berikut :
" Negara tidak-mampu melakukan kewajibannya memenuhi kebutuhan-dasar warganya akan jaminan keamanan dari bahaya fisik dan kestabilan-lingkungan-hidupnya dan negara tidak menyediakan ruang cukup bagi hak-hak individu untuk berpikir dan menyampaikan pendapat. "
Terlebih pada bagian berikutnya ia menyatakan :
" ...tetapi sampai sekarang tidak ada satu keteranganpun yang bisa membuat masyarakat kembali menjadi teduh ! Yang ada justru komentar-komentar reaksioner, yang justru menambah kecemasan kehidupan politik yang ada ! "
Rocky sekali lagi mengukuhkan pendapatnya dengan penjelasan berdasar pada ucapan presiden yang dianggapnya sekedar sikap reaksioner terhadap persoalan yang dihadapi.
Selebihnya hingga kalimat penutup, uraian-pendapatnya berupa argumen-argumen yang mengokohkan Pendapat-Pokok. Pilar-pilar kecil penyangga rumah mewah nan megah.
Dari sini hingga akhir, Rocky hanya berjalan membawa lentara di siang bolong.
3. Argumen Pendukung Pendapat-Pokok
Pendapat-Pokok Rocky berdiri atas sokongan sejumlah argumen. Argumen-argumen yang disusun dalam uraian yang mengarah kepada keyakinan-logis-faktual akan ketidak-mampuan negara melakukan kewajibannya kepada warganya terkait pemenuhan kebutuhan-dasar dari berbagai tinjauan.
Kondisi Sosial Politik
Rocky memandang, kehidupan sosial politik sekarang yang tidak sehat, membatasi warga untuk mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan mereka secara bebas. Kondisi yang pada akhirnya menekan ruang diskusi kritis yang terbuka bagi semua warga, sehingga kualitas percakapan-publik merosot karena terganggu keadaan psikologi akan kecemasan dan ketakutan. Pandangan yang ditangkap dalam kalimat :
" Kalau kita, coba bikin analisis kecil-kecil, tadi saya bilang bahwa psikologi massa, dan itu yang membebani kita, dan coba dikanalisasi forum ini, adalah bahwa dalangnya memang ada ! Tetapi mengucapkan itu, membutuhkan keberanian sehingga orang hanya memberi keterangan Post-Factum. Sebelumnya ada begini-begini oleh karena itu akan begini-begini. "
Masalah Sosial
Rocky berpendapat, persoalan kekerasan pada hakekatnya adalah masalah-sosial yang bersumber dari kondisi kehidupan sosial yang ada. Sementara, negara selama ini selalu memandangnya sebagai masalah-teologis dan menggunakan pendekatan-teologis untuk mengatasi persoalan kekerasan yang dihadapi. Hal yang menjadi sebab usaha negara mengatasi persoalan kekerasan berjalan di tempat. Menurutnya, negara perlu melakukan koreksi terhadap kekeliruan mendasar ini agar upaya-upaya yang dilakukan tidak percuma dan mencapai hasil memuaskan. Untuk itu Rocky menyarankan agar negara membedah persoalan kekerasan dari kondisi-sosial demi menemukan akar permasalahan sebenarnya agar mampu mengatasi dengan efektif dan efisien. Pandangan ini dapat ditangkap dalam kalimat :
" Problem kita sebetulnya setiap ada konflik horisontal yang diundang pertama ke istana adalah pemuka agama padahal problemnya adalah problem sosial. Akibatnya kita selalu melihat soal ini adalah soal teologis, tidak dibongkar kondisi sosial dari kekerasan. Itu yang mesti diterangkan dari dalam Istana. "
Kondisi Sosial Ekonomi
Mendukung keyakinannya persoalan kekerasan berakar pada kondisi-sosial, Rocky mengambil contoh kasus kekerasan serupa yang terjadi di India. Dengan menimbang faktor-ekonomi sebagai latar terjadinya peristiwa itu, ia menekankan perlunya negara berpikir ulang mengenai asal-muasal kekerasan dari kondisi-sosial. Dari kondisi-sosial, ia kemudian bergerak menuju tinjauan dari sudut-ekonomi.
" Kita berada dalam situasi yang sama hari-hari ini, ada krisis ekonomi, ada daya beli yang rendah, ...maka meningkatlah semacam... orang gila, ya ! Orang gila yang rasional ! "
Pada ungkapan di atas, Rocky memulai dengan melakukan penilaian terhadap kondisi-ekonomi sekarang ini yang dinilainya buruk. Secara tidak langsung, ia menunjuk ketidak-mampuan negara dalam mengelola perekonomian selama ini. Negara tidak berhasil membawa perubahan kondisi-ekonomi ke arah yang lebih baik. Dan tekanan kondisi-ekonomi yang buruk ini pada akhirnya menjadi penyebab maraknya peristiwa kekerasan akhir-akhir ini.
Selanjutnya Rocky berpendapat, kemajuan ekonomi semestinya diiringi dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Capaian pengendalian makro-ekonomi harus dapat dinikmati secara nyata sampai tingkat komunitas terkecil, individu sebagai manusia. Oleh karenanya, menjadi keharusan bagi negara untuk mengetahui tingkat kesejahteraan rakyatnya dengan ukuran yang jelas, serta dapat dinyatakan secara kuantitatif.
Menurutnya, justru disinilah letak kelemahan negara, tidak mempunyai ukuran pasti mengenai kesejahteraan warganya. Ketidak-mampuan menilai secara kuantatif ini, berarti pula negara tidak mampu menganalisis kondisi-sosial, oleh karenanya terjebak dalam kesalahan yang sama, dengan menganalisis persoalan kekerasan secara kualitatif sebagai masalah-teologis.
" Tingkat kebahagiaan tidak di ukur dengan model-model makro tetapi tentang apa yang sekarang kita sebut Human-Development-Index, kesejahteraan komunitas, kesejahteraan manusia, ukuran itu, kita tidak ada hari ini, itu menimbulkan ketidakmampuan kita untuk menganalisis. Ketidakmampuan menganalisis kuantitatif, yang menyebabkan kita pergi ke analisa kualitatif. Ini adalah suatu pertandingan teologi. Disini pokok perkaranya. "
Kewarganegaraan
Rocky kembali menyinggung aspek kewarganegaraan yang telah disentuh panjang lebar oleh Sahal, panelis sebelumnya, ia memulai pendapatnya dengan sebuah pertanyaan :
" Apakah Indonesia punya konsep kewarganegaraan ? "
Menjawab pertanyaan itu, Rocky mencuplik komentar dari Sutan Syahir ketika meninjau topografi bangsa ini, melalui perjalanan udara di sekitar tahun 1950-an. Saat itu Sutan Syahrir berkomentar :
" Bangsa ini sebetulnya melarat dari aspek kewarganegaraan. "
Rocky lalu memaparkan alasan dibalik komentar Sutan Syahrir itu, sekaligus mengacu pada kondisi sekarang ini.
" ...karena yang dilihat adalah desa-desa komunal yang tak terhubung dengan institusi modern. Jadi seolah-olah ini gumpalan-gumpalan komunal yang tidak terkoneksi dengan ayat konstitusi. Maka timbulah semacam doktrinasi. "
Rocky berpendapat, kondisi hubungan antar warga dengan negara belum mencapai totalitas ikatan yang kuat yang terhubung melalui konstitusi. Ikatan yang dilandasi pada pemenuhan hak dan kewajiban antara warga dan negara sebagai institusi berdasar konstitusi. Keadaan yang belum beranjak dari masa lalu. Oleh sebab itu negara tetap terjebak dalam cara-cara doktrinasi untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Cara usang yang menurutnya sudah harus ditinggalkan.
Selanjutnya Rocky berpendapat, persoalan kekerasan sekarang ini merupakan akibat dari imbal-balik pertukaran karena negara terlalu mengutamakan kebijakan pembangunan infrastruktur fisik. Sehingga menjadi abai untuk memperhatikan kehidupan kewarganegaraan serta membangun dasar-dasar dan nilai-nilai kehidupan demokrasi yang baik. Pandangan yang dapat ditangkap dalam pernyataannya :
" Jadi kita hari ini, ingin bangun jalan tol buat menghubungkan aktivitas ekonomi. Tapi aktivitas demokrasi tidak akan dihubungkan oleh jalan tol. Aktivitas demokrasi tidak mungkin dihubungkan dengan jalan tol. Jadi kita lihat, ada trade-off, membangun infrastruktur dengan tidak membangun infrastruktur demokrasi adalah konflik horisontal akibatnya tuh. "
Menurutnya, negara semestinya menemukan ide-ide baru dan segar, terobosan-terobosan dari negara untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara terutama membangun konektivitas erat antara warga dan negara berdasar konstitusi. Tetapi ia menilai, negara tidak mempunyai kapabilitas untuk melakukan itu.
" Nah kita, atau saya paling tidak ingin suasana lain, diucapkan dari pusat kekuasaan tentang tadi, ide berwarganegara. Tapi presiden tidak mampu mengucapkan itu. Terbatas kosa katanya. Ini soalnya tuh. "
Rocky memperkuat pendapatnya dengan mengambil contoh latar pertunjukan yang ditampilkan pada malam itu, untuk menunjukan ketidak-mampuan negara dalam memahami persoalan kewarganegaraan dan kekerasan..
" Itu standar cara berpikir negara, setiap ada kekerasan yang dimunculkan adalah upaya menghindarinya, dengan menimbulkan, mencuatkan simbol-simbol agama. Jadi negarapun gak ngerti bagaimana mengucapkan citizenship gitu. Jadi, soal yang menganggu sebenarnya, sehingga kita hari ini, gak dapat sinopsis apa masalahnya. "
Demokrasi Dan Ranah-Percakapan-Publik
Rocky berpendapat, negara tidak menyediakan ranah-percakapan-publik yang cukup sebagai ruang interaksi bertukar informasi, pandangan, pendapat dan pikiran terhadap persoalan-persoalan yang menjadi perhatian umum. Ruang bersama untuk berdialog menyampaikan argumen-argumen secara rasional guna mencapai pendapat umum untuk mengatasi persoalan bersama.
Menurutnya, negara harus membuka lebih luas ranah-percakapan-publik yang melibatkan diskusi terbuka tentang semua isu yang menjadi keprihatinan umum, di mana argumentasi-argumentasi mencapai konsensus rasional yang bersifat sosial dengan lebih mengutamakan kepentingan publik.
" Reaksi yang diberikan pemerintah standar yaitu perbanyak seminar Pancasila walaupun DPR gak kasih APBN. Laa, solusinya bukan perbanyak seminar. Selama Pancasila dinyatakan final buat apa diseminarkan. Seminar itu artinya membuka peluang interpretasi tentang pancasila loo, tapi negara bilang udah final. Jadi orang jengkel terhadap cara negara untuk melebarkan percakapan publik. Itu sebabnya dalang memanfaatkan itu. Sehingga sekarang kita hidup dalam kecemasan teologis setiap ada masalah lihat Pancasila tuh. Padahal yang terjadi sebaliknya, kita tidak mempraktekan Ketuhanan Yang Maha Esa sebetulnya. Kita berupaya mencari manfaat dari interpretasi Ketuhanan Yang Maha Esa. "
Pada bagian penutup uraiannya, Rocky menyarankan agar negara membaca wacana publik sebagai sumber untuk menetapkan pilihan jalan keluar yang memadai. Sehingga setiap persoalan kekerasan tidak selalu dipahami secara teologis. Negara harus menciptakan iklim demokrasi yang baik, memberi ruang yang cukup bagi warga akan kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan pikiran dan hak untuk secara bebas berpartisipasi dalam perdebatan politik dan pengambilan keputusan.
Kehidupan demokrasi akan berjalan menuju kesempurnaan, manakala institusi-institusi negara memungkinkan warga untuk memperdebatkan masalah-masalah yang menjadi kepentingan publik serta mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.
" Jadi saya ingin mengusulkan kepada negara, pemerintah, supaya perhatikan dikursus publik, jangan terus di bawa kepada interpretasi teologis. Itu sebabnya kita di dalam upaya menyelenggarakan demokrasi, demokrasi tidak bisa dituntaskan dengan membangun jalan tol, demokrasi membutuhkan jalan pikiran. Itu yang defisit pada negara ! ", Begitu ia menutup uraiannya.
Pendapat Atas Pendapat
Pendapat Rocky bergerak dalam tataran konseptual. Melihat secara mendasar persoalan yang terjadi pada negara, dengan menunjuk lobang-lobang besar yang menganga sambil menunjukkan sedikit jalan kecil untuk meloloskan diri. Pandangan yang berada jauh dari gapaian solusi-praktis didukung argumen-argumen bersifat sintesis yang memerlukan justifikasi-faktual untuk meyakininya.
Oleh karenanya, pendapat Rocky layak mendapat gelar sebuah-kritik lebih tepatnya kritik serius, tajam dan keras dari seorang akademikus, yang meragukan kapabilitas negaranya untuk melaksanakan kewajiban memenuhi kebutuhan-dasar warganya.
Kritik Rocky dapat dilihat positif dalam arti mengandung petunjuk konseptual, jalan-jalan yang seharusnya ditempuh untuk mengatasi berbagai persoalan menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Kritik Rocky bisa bermanfaat dengan alasan menunjukan kekurangan negara dalam upaya mengelola berbagai aspek kehidupan berbangsa dan negara. Juga membangunkan kesadaran negara untuk bekerja lebih keras mengingat persoalan yang berlimpah dan rumit. Permasalahan yang sangat tidak mungkin seluruhnya diselesaikan oleh satu pemerintah dalam satu periode pemerintahan.
Proporsi uraian Rocky, lebih besar mengarah kepada negara sebagai penyebab-dan-penanggung-jawab tunggal terhadap persoalan kekerasan. Dan Rocky, acapkali merepresentasikan negara secara personal sebagai presiden yang menjabat kepala-negara dan pemerintahan dengan sedikit mengunakan eufemisme. Hal yang menyebabkan pendapatnya terdengar-nyaring " menyasar " pemerintah yang berkuasa. Meski sah dan mungkin baik, akan menjadi bijak apabila dirinya memperluas pengertian negara dalam bahasannya, yang mencakup pemerintahan, warga, wilayah dan lingkungan-dunianya. Sehingga horizon tinjauannya menjadi meluas sekaligus proposional dengan tidak semata melihat penyebab-dan-penanggung-jawab tunggal negara-sebagai-pemerintah apalagi representasi-personifikasi.
Pada titik tertentu, pendapat Rocky tidak-linier. Ini terlihat ketika meninjau persoalan kekerasan sebagai masalah-sosial dari faktor-ekonomi. Ia tidak melihat upaya keras pemerintah dalam membangun infrastruktur mengandung sisi positif tetapi memandang sepenuhnya negatif dengan meninjau dari sudut yang lain ( trade-off atau aktivitas demokrasi ). Tidak-linier karena itu adalah wujud usaha negara untuk memperbaiki kondisi-ekonomi yang juga merupakan jalan untuk mengatasi persoalan kekerasan melalui pendekatan-sosial dari sisi-ekonomi. Dan Rocky menutup mata terhadap konsep-konsep pembangunan-ekonomi yang positif dari negara seperti orientasi Indonesia sentris, konsep kemaritiman dan distribusi perekonomian.
Pendapat Rocky minim solusi-positif-praktis, apa yang memantul dari sana adalah gaung keras hingar-bingar tentang semaraknya ketakberdayaan pemerintah mengatasi persoalan. Ketidakmampuan pemerintah mengelola kehidupan sosial-politik, ekonomi, demokrasi dan kewarganegaraan. Monolog yang indah, penghibur bagi kaum yang berseberangan.
Demi menambah dramatis pertunjukan, dengan suara bergetar nan puitis, mestinya Rocky tidak mengeluhkan posisi tempat duduknya, tetapi bangga membusungkan dada, menatap garang kamera lalu dengan lantang membaca prolog :
" Ya ! Saya duduk di sini, memang harus di sini ! Kursi ini empuk ! Saya merasa nikmat dan nyaman, dan saya akan terus menggonggong menjaga anda agar terus terjaga ! Wahai penguasa ! "
Catatan Akhir
Yang diuraikan di atas adalah interpretasi sebagai audien yang berupaya menangkap makna yang terkandung dibalik uraian kata-kata dan kalimat yang diucapkan seorang panelis, kemudian merumuskannya dalam sebuah Pendapat-Pokok dan memberi pendapat atasnya. Interpretasi di atas tidak mengejar objektivitas apalagi kebenaran, penafsir/penulis hanya berupaya untuk menghindari atau mengurangi ketika menyadari hadirnya prasangka. Distraksi pasti ada. Tidak ada jaminan sama sekali bahwa makna yang ditangkap penafsir/penulis bebas dari bias atau persis-sama dengan makna yang dimaksud panelis atau makna yang bercokol di kepala anda jika sebelum membaca artikel ini anda telah menonton dan memahaminya.
Kutipan berikut dari filsuf hermeneutik terkemuka dari Jerman, Hans Georg Gadamer, rasanya lebih dari cukup untuk menangkap maksud di atas.
" Tidak ada kesadaran yang objektif, jernih dan telanjang. seorang penafsir yang mencoba memahami tidak terlindung dari distraksi pengaruh-pengaruh yang telah ada sebelumnya yang tidak berasal dari hal-hal yang hendak dipahami itu sendiri. Memahami selalu melibatkan pengaruh yang telah ada sebelumnya, suatu pra-struktur pemahaman. "
" Tidak ada objektivitas seperti yang dikejar oleh pengetahuan ilmiah. Objektivitas satu-satunya disini adalah konfirmasi akan adanya suatu pengaruh yang telah ada sebelumnya yang sedang bekerja. "
Tentu saja kutipan di atas berlaku juga pada tafsir panelis dan pendapatnya terhadap persoalan yang dibahas di dalam forum-itu. Juga tafsir anda terhadap artikel ini, ketika sedang dan setelah membacanya.
Sumber :
Pemahaman Pribadi
Pemahaman Otodidak
Kelapa Gading, 23 Februari 2018