Keadilan Ala Barat : Filsuf Kontemporer - Rawls
Dari sejak pendiriannya, pemikiran politik Amerika memiliki daya-tahan lama untuk memusatkan perhatian/bahasan pada keadilan. Pembukaan...
-
Juga dalam kesadaran-menentang terhadap penulisan-sejarah Hegelian berdiri para Post-Kantian Wilhem Dilthey (1833-1911), William Windelb...
Saturday, November 26, 2016
Topeng
...1
Bersiaplah, jangan kemana-mana
Kurasa, angin berdesir kencang
Pegang topeng erat-erat !
Awas, jatuh terlepas !
Dia berputar !
Berhenti menunjuk !
Pegang topeng erat-erat !
Apa melekat di rautmu ?
Lihat, dia mengarahmu
Diam, jangan ke mana-mana
Pegang topeng erat-erat !
Berhenti memukul !
Awas, awas topengmu !
Ahh... terjatuh bukan ?!
Kenapa lari ?
Tak kau dengar katamu ???
Mana, mana tangan itu ?
Tutup tutup rautmu !
Apa kau bilang ??
Tuhanmu hilang ????
...2
Akan tersapu angin
Jatuh bergulingan
Dari bukit ketinggian hati
Merendahkan yang sepoi
Bahkan badai yang datang !
Topengpun berserakan
Disamping tubuh luka dan lebam
Tidak merintih atau menghiba
Bahkan bangga dengan kemuliaan
Karena terbutakan !
Kelapa Gading, 26 November 2016
Sunday, November 20, 2016
Plato 3 : Karya Periode Tengah
Pengelompokan karya Plato yang biasa dilakukan oleh para ahli filsafat secara kronologis adalah sebagai berikut:
Karya Periode-Awal
Semua karya yang ditulis Plato setelah kematian Socrates, tetapi sebelum perjalanan pertama Plato ke Sisilia pada tahun 387 SM :
Apology, Charmides, Crito, Euthydemus, Euthyphro, Gorgias, Hippias Major, Hippias Minor, Ion, Laches, Lysis, Protagoras, Republic Bk. I
Karya Periode-Transisi-Awal
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Awal dan pada awal Periode-Tengah antara tahun 387-380 SM :
Cratylus, Menexenus, Meno
Karya Periode-Tengah
Karya yang ditulis Plato antara tahun 380-360 SM :
Phaedo, Republic Bk. II-X, Simposium
Karya Periode-Transisi-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Tengah dan pada awal Periode-Akhir antara tahun 360-355 SM :
Parmenides, Theaetetus, Phaedrus
Karya Periode-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada Periode-Akhir antara tahun 355-347 SM, mungkin secara kronologis sbb :
Sophis, Statesman, Philebus, Timaeus, Critias, Laws
Karya Plato : Periode Tengah
b.Teori Forma
d. Psikologi Moral
Sumber:
www.iep.utm.edu/plato
Pemahaman Pribadi
Kelapa Gading , 20 November 2016
Karya Periode-Awal
Semua karya yang ditulis Plato setelah kematian Socrates, tetapi sebelum perjalanan pertama Plato ke Sisilia pada tahun 387 SM :
Apology, Charmides, Crito, Euthydemus, Euthyphro, Gorgias, Hippias Major, Hippias Minor, Ion, Laches, Lysis, Protagoras, Republic Bk. I
Karya Periode-Transisi-Awal
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Awal dan pada awal Periode-Tengah antara tahun 387-380 SM :
Cratylus, Menexenus, Meno
Karya Periode-Tengah
Karya yang ditulis Plato antara tahun 380-360 SM :
Phaedo, Republic Bk. II-X, Simposium
Karya Periode-Transisi-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada akhir Periode-Tengah dan pada awal Periode-Akhir antara tahun 360-355 SM :
Parmenides, Theaetetus, Phaedrus
Karya Periode-Akhir
Karya yang ditulis Plato pada Periode-Akhir antara tahun 355-347 SM, mungkin secara kronologis sbb :
Sophis, Statesman, Philebus, Timaeus, Critias, Laws
Karya Plato : Periode Tengah
a. Perbedaan Dialog Awal Dan Tengah
Upaya ilmiah melakukan pengurutan relatif kronologis untuk dialog karya Plato pada Periode-Transisi-Awal dan Periode-Tengah adalah problematis karena semua sepakat bahwa dialog utama dalam karya Plato pada Periode-Tengah, Republic, memiliki beberapa sifat yang membuat pengurutan itu justru sangat sulit dilakukan dengan tepat. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, banyak sarjana berpendapat buku Republic-I termasuk salah satu kelompok dialog dalam karya Plato pada Periode-Awal. Tetapi orang-orang yang membaca seluruh buku Republic akan melihat bahwa buku Repuplic-I juga memberikan pengantar yang alami dan efektif untuk buku-buku berikutnya yang tersisa dari Republic. Sebuah studi terbaru oleh Debra Nails ("The Dramatic Date of Plato's" The Classical Journal 93.4, tahun 1998, 383-396) mencatat beberapa anakronisme yang menunjukkan bahwa proses penulisan karya itu dan mungkin proses editing ulangnya berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Jika karya sentral pada periode ini sulit untuk ditempatkan ke dalam konteks yang spesifik, maka tidak ada jaminan yang besar untuk meletakan karya-karya lain pada posisi apapun relatif terhadap karya ini.
Meskipun demikian, tidak memerlukan studi hati-hati terhadap dialog karya Plato pada Periode-Transisi-Awal dan pada Periode-Tengah untuk melihat perbedaan yang jelas dalam gaya dan konten filosofis dengan dialog karya Plato pada Periode-Awal. Perubahan yang paling jelas adalah cara bagaimana Plato menampilkan karakter Socrates :
Dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal, Socrates hanya mengajukan pertanyaan, menunjukan kebingungan lawan bicaranya sambil mengakui ketidakmampuannya sendiri untuk menumpahkan setiap cahaya yang positif pada subjek-bahasan, sedangkan dalam dialog karya Plato pada Periode-Tengah, Socrates tiba-tiba muncul sebagai seorang ahli dengan sikap positif yang bersedia untuk menegaskan dan membela teorinya sendiri tentang banyak hal penting. Lebih lagi, Socrates dalam dialog karya Plato Periode-Awal, terutama membahas subjek etika yang dikaitkan dengan beberapa pandangan keagamaan, metodologis, dan epistemologis yang tersebar dalam diskusi-diskusi yang terutama membahas bidang etika. Socrates dalam dialog karya Plato pada Periode-Tengah memperluas pembahasannya ke hampir setiap wilayah penyelidikan yang ditanyakan manusia. Posisi filosofis Socrates dalam dialog ini berkembang jauh lebih sistematis, termasuk pertanyaan teoritis yang luas berkaitan dengan hubungan antara bahasa dan realitas (dalam Cratylus), pengetahuan dan penjelasan (dalam Phaedo dan Republic, Buku V-VII ). Tidak seperti Socrates dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal, yang merupakan "manusia-yang-paling-bijaksana" hanya karena ia mengakui sepenuhnya ketidaktahuannya sendiri, Socrates dalam karya Plato pada Periode-Tengah mengakui kemungkinan pengetahuan manusia yang sempurna terutama di perumpamaan yang terkenal tentang cahaya, perumpamaan tentang matahari dan kebaikan dan perumpamaan tentang garis bagi dalam Buku VI dan perumpamaan tentang gua dalam Buku VII Republic. Dalam pengertian kebijaksanaan ini menjadi mungkin adanya semacam kontak khusus kognitif dengan forma atau ide (Eide) yaitu suatu realitas yang ada di luar dunia indra yang hanya terdapat dalam alam pikiran. teori-forma ini, memperkenalkan dan menjelaskan dalam berbagai konteks di setiap dialog dalam karya Plato pada Periode-Tengah dan mungkin merupakan aspek yang paling terkenal dan aspek paling definitif dari apa yang kemudian dikenal sebagai Platonisme.
Dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal, Socrates hanya mengajukan pertanyaan, menunjukan kebingungan lawan bicaranya sambil mengakui ketidakmampuannya sendiri untuk menumpahkan setiap cahaya yang positif pada subjek-bahasan, sedangkan dalam dialog karya Plato pada Periode-Tengah, Socrates tiba-tiba muncul sebagai seorang ahli dengan sikap positif yang bersedia untuk menegaskan dan membela teorinya sendiri tentang banyak hal penting. Lebih lagi, Socrates dalam dialog karya Plato Periode-Awal, terutama membahas subjek etika yang dikaitkan dengan beberapa pandangan keagamaan, metodologis, dan epistemologis yang tersebar dalam diskusi-diskusi yang terutama membahas bidang etika. Socrates dalam dialog karya Plato pada Periode-Tengah memperluas pembahasannya ke hampir setiap wilayah penyelidikan yang ditanyakan manusia. Posisi filosofis Socrates dalam dialog ini berkembang jauh lebih sistematis, termasuk pertanyaan teoritis yang luas berkaitan dengan hubungan antara bahasa dan realitas (dalam Cratylus), pengetahuan dan penjelasan (dalam Phaedo dan Republic, Buku V-VII ). Tidak seperti Socrates dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal, yang merupakan "manusia-yang-paling-bijaksana" hanya karena ia mengakui sepenuhnya ketidaktahuannya sendiri, Socrates dalam karya Plato pada Periode-Tengah mengakui kemungkinan pengetahuan manusia yang sempurna terutama di perumpamaan yang terkenal tentang cahaya, perumpamaan tentang matahari dan kebaikan dan perumpamaan tentang garis bagi dalam Buku VI dan perumpamaan tentang gua dalam Buku VII Republic. Dalam pengertian kebijaksanaan ini menjadi mungkin adanya semacam kontak khusus kognitif dengan forma atau ide (Eide) yaitu suatu realitas yang ada di luar dunia indra yang hanya terdapat dalam alam pikiran. teori-forma ini, memperkenalkan dan menjelaskan dalam berbagai konteks di setiap dialog dalam karya Plato pada Periode-Tengah dan mungkin merupakan aspek yang paling terkenal dan aspek paling definitif dari apa yang kemudian dikenal sebagai Platonisme.
b.Teori Forma
Dalam banyak dialognya, Plato menyebut adanya entitas di luar dunia indra (supra-sensibel) yang ia sebut forma atau idea. Sebagai contoh, dalam karyanya Phaedo, kita diberitahu bahwa suatu benda yang sama dalam dunia indra, misalnya beberapa tongkat yang sama atau beberapa batu yang sama (lihat Phaedo 74a-75D) adalah "sama" karena adanya "partisipasi" atau "berbagi" sifat/karakter yang bersumber dari satu entitas-forma yang sama, yang berada di dalam dunia supra-sensibel, yang benar-benar kekal, yang tidak berubah, sempurna dan memiliki esensi yang sama. Plato seringkali mencirikan partisipasi forma pada benda-benda ini sebagai semacam gambaran, pencitraan, salinan atau pendekatan forma yang ada dalam dunia supra-sensibel. Hal yang sama dapat dikatakan untuk benda yang lebih besar atau lebih kecil dengan forma-besar atau forma-kecil (Phaedo 75 c-d), atau benda yang tinggi dengan forma-yang-tinggi(Phaedo 100e), atau sesuatu yang cantik dengan forma-kecantikan (Phaedo 75 c-d, Simposium 211E, Republic V.476c). Ketika Plato menulis tentang forma pada benda-benda dunia indra mendekati forma dunia supra-sensibel, mudah untuk menyimpulkan bahwa bagi Plato, forma dalam dunia supra-sensibel adalah merupakan model. Jika demikian, Plato percaya bahwa forma-kecantikan adalah kecantikan yang sempurna, forma-keadilan adalah keadilan yang sempurna dan sebagainya. Konsep model-forma ini adalah penting bagi Plato karena memungkinkan para filsuf yang berusaha menjangkau entitas dapat mencapai kemampuan terbaiknya untuk menilai sejauh mana forma pada benda-benda dalam dunia indra merupakan salinan yang baik dari forma dalam dunia supra-sensibel.
Para sarjana tidak setuju tentang ruang lingkup, apa yang sering disebut teori-forma dan mempertanyakan apakah Plato mulai dengan memegang pendapat bahwa hanya ada rentang kecil forma untuk sifat pada benda-benda seperti tinggi, kesetaraan, keadilan, keindahan, dan sebagainya, dan kemudian melebarkan cakupannya dengan menyertakan forma yang sesuai dengan setiap hal yang dapat diterapkan pada duplikasi benda-benda. Dalam Republic, ia menulis seolah-olah adalah mungkin ada begitu banyak duplikasi forma, misalnya, dalam Buku X dari karya itu, Plato menulis tentang forma tempat-tidur (lihat Republic X.596b). Plato percaya bahwa pada setiap kelompok benda yang berbagi/memiliki beberapa sifat/properti yang sama, terdapat satu forma yang menyatukan benda-benda dalam kelompok tersebut (dan kesamaan pada hal itu menunjuk kepada setiap anggota dalam kelompok benda-benda tersebut). Pengetahuan melibatkan pengenalan pada forma (Republic V.475e-480a), dan penerapan pengetahuan yang terpercaya akan melibatkan kemampuan untuk membandingkan sifat/property benda-benda tertentu dalam dunia indra dengan forma dalam dunia supra-sensibel.
c. Imortalitas Dan Renkarnasi
Socrates dalam dialog karya Plato pada Periode-Transisi-Awal, Meno, memperkenalkan gagasan Orphic dan gagasan Pythagoras bahwa jiwa adalah abadi dan telah ada sebelum kelahiran kita. Ia menjelaskan semua pengetahuan sebenarnya dikumpulkan kembali dari ingatan keberadaan jiwa sebelumnya. Pada bagian yang mungkin paling terkenal dalam dialog ini, Socrates memunculkan ingatan tentang geometri dari salah satu budak Meno (Meno 81a-86b). Ketertarikan Socrates pada pengetahuan yang cukup sempurna dari matematika muncul sepenuhnya baru dalam dialog ini. Bagaimanapun ketertarikan ini muncul jelas dalam dialog karya Plato pada Periode-Tengah, terutama di buku tengah Republic.
Beberapa argumen untuk teori keabadian jiwa dan gagasan bahwa jiwa mengalami reinkarnasi kedalam bentuk-bentuk kehidupan yang berbeda, juga ditampilkan dalam karya Plato berjudul Phaedo. Termasuk adegan yang terkenal di mana Socrates meminum hemlock dan mengucapkan kata-kata terakhirnya. Jika berdasar gaya penulisan, buku Phaedo cenderung diletakan diantara dialog karya Plato pada Periode-Awal sedang jika berdasar analisis kandungan filosofis cenderung menempatkannya pada bagian awal dialog karya Plato pada Periode-Tengah. Cerita yang sama tentang perpindahan jiwa dengan rincian yang agak berbeda dapat ditemukan dalam Buku X Republic dan dalam Phaedrus, serta di beberapa dialog pada Periode-Akhir, termasuk Timaeus dan Laws. Tidak ada jejak doktrin ingatan, atau teori-reinkarnasi atau perpindahan-jiwa, dapat ditemukan dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal.
d. Psikologi Moral
Psikologi moral dalam dialog karya Plato pada Periode-Tengah juga tampak sangat berbeda dari apa yang ditemukan pada Periode-Awal. Dalam dialog karya Plato pada Periode-Awal, Socrates adalah seorang intelektualis yang mengklaim bahwa orang selalu bertindak dengan cara yang mereka percaya terbaik bagi mereka (pada saat aksi, pada setiap tingkat). Oleh karena itu, semua kesalahan mencerminkan beberapa kesalahan kognitif. Namun dalam karya Plato pada Periode-Tengah, ia menunjukan konsep-jiwa memiliki (setidaknya) tiga bagian :
1. Bagian rasional yaitu bagian yang mencintai kebenaran, yang harus memerintah atas bagian-bagian lain dari jiwa melalui penggunaan akal.
2. Bagian semangat yaitu bagian yang mencintai kehormatan dan kemenangan.
3. Bagian appetitive yaitu bagian yang menginginkan makanan, minuman, dan seks.
Dan keadilan merupakan kondisi-jiwa di mana setiap tiga bagian ini melakukan kerjanya-sendiri dan tidak mengganggu kerja dari bagian yang lain (lihat esp. Republic IV.435b-445b). Tampak jelas dari cara Plato menggambarkan apa yang bisa salah dalam jiwa, meskipun demikian, dalam gambaran baru psikologi moral ini, hanya bagian appetitive jiwa yang dapat menolak penilaian akal. Dalam penjelasan psikologi ini, salah satunya dapat menderita/mengalami, apa yang disebut akrasia atau kelemahan-moral di mana seseorang melakukan suatu tindakan yang dipercaya olehnya bukan suatu hal yang benar untuk dilakukan (lihat khususnya Republic IV.439e-440B). Socrates dalam karya Plato pada Periode-Awal, membantah adanya akrasia. Seseorang mungkin mengubah pikirannya pada menit terakhir terhadap apa yang seharusnya dia lakukan dan kemudian, mungkin mengubah pikirannya lagi untuk menyesali apa yang telah dilakukan. Tetapi sesorang tidak pernah bisa melakukan sesuatu yang benar-benar dipercaya sebagai hal yang salah pada saat dia melakukan hal itu.
e. Kriktik Seni
Buku Republic juga memperkenalkan kritik terkenal Plato tentang seni-visual dan seni-tiruan. Socrates dalam karya Plato pada Periode-Awal, berpendapat bahwa penyair tidak memiliki kebijaksanaan, tetapi ia juga mengakui bahwa para penyair "mengatakan-banyak-hal-yang-baik". Sebaliknya dalam karyanya Republic, Plato berpendapat hanya ada sedikit hal yang baik, yang ditemukan dalam puisi atau seni rupa lainnya. Sebagian puisi dan seni rupa lainnya terkena sensor sehingga keluar dari keberadaan dalam "keadaan-yang-mulia" (kallipolis). Plato dalam buku Republic, mendeskripsikan seni seperti ini hanya sebagai tiruan penampilan permukaan saja (bukan realitas) dan menunjukan bangkitnya emosi dan selera berlebihan yang tidak wajar (melihat esp. Republic X.595b-608b).
f. Cinta Platonis
Plato dalam karyanya Simposium, yang biasa diletakkan pada posisi awal dalam karya Plato Periode-Tengah dan dalam karyanya Phaedrus yang diletakkan pada posisi akhir dalam karya Plato Periode-Tengah, memperkenalkan teorinya tentang eros yang biasa diterjemahkan sebagai cinta. Beberapa subjek pembahasan dan gambar pada dialog ini terus muncul dalam budaya barat, sebagai contoh, gambar sepasang kekasih sebagai kesatuan masing-masing setengah-dari-lainnya, yang diserahkan Plato kepada Aristophanes dalam karyanya Simposium. Dalam dialog itu, kita juga diberitahu mengenai tangga-cinta yang dengannya sang pencinta bisa naik untuk melakukan kontak langsung secara kognitif dengan hakikat-keindahan. Dalam Phaedrus cinta menampakan diri sebagai kegilaan-ilahi yang melaluinya sayap-jiwa sang pencinta tumbuh/keluar, sehingga sang pecinta mampu terbang menuju semua aspirasi dan prestasi tertinggi yang mungkin dicapai oleh manusia. Dalam kedua dialog tersebut, Plato jelas menganggap kontak-fisik atau hubungan-seksual antara sang pecinta sebagai bentuk yang terdegradasi dan bentuk yang tak berguna dari ekspresi cinta. Karena tujuan sebenarnya dari cinta adalah keindahan yang sesungguhnya dan keindahan yang sesungguhnya adalah forma-keindahan, apa yang disebut oleh Plato sebagai hakikat-keindahan, cinta menemukan pemenuhannya hanya dalam filsafat Plato hanya jika cinta menyalurkan kekuatannya kepada pengejaran yang lebih tinggi yang berujung pada pengetahuan forma-keindahan. Eros ditakdirkan untuk frustrasi. Dengan alasan ini, Plato berpendapat bahwa kebanyakan orang menyia-nyiakan kekuatan sebenarnya dari cinta dengan membatasi dirinya hanya untuk kesenangan kecantikan fisik belaka.
Sumber:
www.iep.utm.edu/plato
Pemahaman Pribadi
Kelapa Gading , 20 November 2016
Subscribe to:
Posts (Atom)