Esai-esai dalam karyanya Towards a Rational Society - Menuju Sebuah Masyarkat Rasional, (Jerman 1968 dan 1969, Inggris 1970) dan Theory and Practice - Teori Dan Praktik, (Jerman 1971, Inggris 1973b) ditulis segera setelah karyanya Structural Transformation - Transformasi Struktural.
Esai-esai itu ditulis di tengah-tengah perselisihan-positivisme di Jerman mengenai hubungan antara ilmu-alam dan ilmu-sosial.
Aspek positivis (yang entah-bagaimana dilabelkan dengan tidak-akurat) dalam perdebatan ini, menerima penyelidikan-ilmiah sebagai satu-satunya paradigma pengetahuan dan pada umumnya berpikir tentang ilmu-sosial sebagai analogi ilmu-alam.
Mengikuti Adorno, Habermas menentang pemahaman positivistik terhadap ilmu-ilmu-sosial.
Bagi Habermas, positivisme terdiri dari tiga klaim :
(1) Pengetahuan terdiri dari penjelasan-kausal yang dituangkan dalam terma-terma hukum atau prinsip dasar (misalnya hukum-alam).
(2) Pengetahuan secara pasif merefleksikan atau mencerminkan fakta-fakta alam yang ada secara independen.
(3 ) Pengetahuan adalah tentang apa-itu, bukan apa-yang-seharusnya (dilakukan).
(1) Pengetahuan terdiri dari penjelasan-kausal yang dituangkan dalam terma-terma hukum atau prinsip dasar (misalnya hukum-alam).
(2) Pengetahuan secara pasif merefleksikan atau mencerminkan fakta-fakta alam yang ada secara independen.
(3 ) Pengetahuan adalah tentang apa-itu, bukan apa-yang-seharusnya (dilakukan).
Dia menyebut tiga klaim di atas sebagai : Saintisme, Objektivisme, dan Netralitas-Nilai.
Dia mengatakan masing-masing klaim di atas dapat membawa pengaruh buruk, terutama di dalam ranah ilmiah-sosial.
Saintisme memupuk pandangan bahwa hanya hipotesa-kausal dan dapat-diverifikasi-secara-empiris yang dapat dianggap sebagai pengetahuan-sejati.
Objektivisme tampaknya salah-menangkap-dunia dengan mengabaikan bagaimana pengalaman-pengalaman-hidup, subjektivitas-manusia, dan kepentingan-kepentingan dapat menetapkan wilayah objek yang di-identifikasi sebagai relevan atau layak untuk dipelajari.
Terakhir, Netralitas-Nilai menyesatkan kita untuk berpikir bahwa peran dari pengetahuan adalah murni deskriptif-dan-teknis. Nilai atau preferensi-preferensi dilihat sebagai sesuatu yang terpisah dari pengetahuan dan semacam "takdir" yang sepenuhnya-subjektif yang berada di luar justifikasi-rasional.
Pada akhirnya, pengetahuan dilihat sebagai sebuah alat untuk mengendalikan lingkungan secara efisien untuk menciptakan nilai-nilai apapun (kegunaan, ekonomis dll) yang dilakukan oleh seseorang. Ironisnya, ini gagal untuk melihat keterikatan terhadap nilai-nilai terpendam yang telah terkandung di dalam paradigma-umum pada pengetahuan itu sendiri.
Kritik Habermas masuk akal mengingat posisi pandangannya berada di dalam teori-kritis-Frankfurt. Terlepas dari perbedaan dengan generasi pertama, ia memiliki kesamaan pendirian tentang keterikatan yang jelas tidak-netral terhadap emansipasi manusia, interdisipliner, dan teori refleksi-diri.
Seperti Horkheimer dan Adorno, Habermas mengkhawatirkan apa yang diwariskan positivisme sebelumnya telah menyisakan pengaruh-pengaruh pada konseptualisasi pengetahuan-dan-penyelidikan-sosial yang sulit untuk ditinggalkan bahkan oleh refleksi-positivis sekalipun.
Sesungguhnya, ia mengkritik penjelasan Karl R. Popper tentang penyelidikan-dan-pengetahuan bahkan itu menolak apa yang disebut oleh Habermas sebagai Objektivisme.
Dalam perlawanannya terhadap gambaran positivis tentang pengetahuan yang hanya mencerminkan dunia, Habermas memegang konsep aliran-Frankfurt yang terinspirasi konsepsi Hegelian-Marxist mengenai hubungan dialektis antara pengetahuan dan dunia.
Akhirnya, seperti rekan-rekan sejamannya di aliran-Frankfurt, Habermas memperhatikan bahwa positivisme telah meninggalkan dampak-yang-halus namun merusak terhadap politik.
Dalam tulisan-tulisan awalnya, Habermas sangat kritis terhadap dua-kecenderungan terkait, Desisionisme dan Teknokrasi, yang tumbuh dari sebuah pemahaman positivistik terhadap ilmu politik dan praktik-praktik politik.
Desisionisme dimulai dari asumsi bahwa tidak-ada yang namanya kepentingan-publik, melainkan hanya sebuah pertentangan nilai-nilai subyektif yang inheren, yang tidak (bahkan secara prinsip) mengakui persuasi-rasional atau kesepakatan. Selanjutnya itu membuat para elit-politik harus mengambil keputusan dengan memilih satu diantara beberapa nilai yang bersaing atau mendasarkan kebijakan pada kelekatan-politik mereka (pada program-politik partai). Dengan kata lain, preferensi-preferensi nilai-politik diambil sebagai fakta-fakta yang tidak dapat dijelaskan atau statis, tidak ada pengertian di mana argumentasi dan persuasi yang masuk-akal dapat benar-benar mengubah preferensi semacam itu atau mengarahkan orang kepada pemahaman baru terhadap nilai-nilai yang dimiliki mereka.
Teknokrasi membangun dari titik ini dengan menekankan kebutuhan-obyektif (Sachzwänge) yang dianggap terlibat dalam sebuah sistem-politik seperti pertumbuhan-ekonomi, stabilitas-sosial, keamanan-nasional dan menyoroti meningkatnya kemampuan para-ahli-kebijakan untuk memberi saran kepada para-pemimpin-politik tentang strategi untuk mewujudkan tujuan-tujuan ini secara optimal. Kecemasan dengan pendekatan ini adalah pertanyaan-pertanyaan mengenai jenis-spesifik apa dari pertumbuhan, stabilitas, dan keamanan yang kita cari (dan mengapa) disingkirkan dari perdebatan oleh ketetapan-otoritas penguasa.
Dalam Desisionisme, legitimasi politik mengalir dari ekspresi-ekspresi aklamasi atau penolakan secara periodik terhadap bagaimana cara para-pemimpin memanifestasikan nilai-nilai yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam Teknokrasi, legitimasi seharusnya mengalir dari kemampuan para-politisi untuk menemukan dan mengikuti saran para-ahli sehingga mencapai hasil tetap yang ditentukan sebelumnya oleh kebutuhan-obyektif.
Kedua model itu memberikan efek-efek potensi transformatif dari deliberasi-publik menjadi tidak penting. Legitimasi dilihat seperti mengalir dari hasil-hasii tertentu atau ekspresi-ekspresi periodik dari preferensi kelekatan-politik.
Habermas menganggap kedua model itu merupakan penjelasan yang sangat-problematis terhadap praktik-politik dan legitimasi-demokratis.
Sementara karyanya Transformasi Struktural hanya memberi gestur terhadap bagaimana potensi-normatif dari ranah-publik dapat bangkit kembali dalam situasi kontemporer, tema ini menerima perhatian yang kian meningkat dalam karya-karya seperti Legitimation Crisis - Krisis Legitimasi, (Jerman 1973, Inggris 1975), Theori of Communicative Action - Teori Tindakan Komunikatif, dan Between Facts and Norms - Antara Fakta dan Norma, (Jerman 1992, Inggris 1996).
Sebuah penjelasan terhadap legitimasi-demokratis yang memerangi Desisionisme dan Teknokrasi adalah sebuah perhatian/bahasan/tema yang abadi. Bahkan, meskipun memperjuangkan Uni-Eropa, Habermas melanjutkan mengkritik Teknokrasi dengan mengkritik cara di mana ia muncul dan terstruktur saat ini (2008, 2009, 2012, 2014).
b. Dari Filsafat Antropologi ke Teori Evolusi Sosial
Karya Knowledge and Human Interest - Pengetahuan dan Kepentingan Manusia, (Jerman 1968, Inggris 1971) dan Communication and The Evolution of Society - Komunikasi dan Evolusi Masyarakat (Jerman 1976, Inggris 1979) adalah dua upaya awal dengan kerangka-kerja-sistematis yang baru bagi teori-kritis.
Pendekatan-pendekatan yang digunakannya mirip dengan tradisi antropologi-filosofis dalam teori sosial Jerman pada awal 1900-an yang tumbuh dari fenomenologi, sebuah tradisi yang sangat-berbeda dengan antropologi-kontemporer.
Knowledge and Human Interest berusaha untuk mengatasi epistemologi-positivis yang memandang pengetahuan hanya sebagai penangkapan fakta-fakta-yang-statis, serta untuk memberikan sebuah penjelasan yang masuk-akal mengenai hubungan-dialektik antara pengetahuan (teori) dan dunia ( praktik ).
Pendapat pokok Habermas adalah bahwa kemajuan pengetahuan ilmiah-dan-sosial dipandu secara implisit oleh pengetahuan-yang-mengandung-tiga-jenis-kepentingan yaitu kepentingan teknis, praktis, dan emansipatif yang secara antropologis memang terpendam di dalam spesies-manusia.
Karya Knowledge and Human Interests mencoba untuk mengungkap dan mengembangkan model-model alternatif dari hubungan antara teori-dan-praktik.
Pendekatannya bersifat historis dan rekonstruktif yang didalamnya menafsirkan upaya-upaya para ahli teori sebelumnya sebagai bagian dari sebuah proyeksi yang hendak diperluas lintasannya oleh Habermas.
Ia meninjau kembali reformulasi sebelumnya dari dua-pendapat Kant yaitu sintesis-transendental (mengenai bentuk-pengaturan aktivitas yang memungkinkan pengalaman objektif) dan kesatuan-transendental dari appersepsi (tentang kesatuan-subjek yang memiliki pengalaman-pengalaman).
Habermas juga berusaha untuk mengartikulasikan cara bagaimana Hegel meletakkan kembali sintesis-tersebut ke dalam perkembangan subjektif sejarah manusia (spirit absolut) dan bagaimana Marx menempatkan kembali sintesis-itu ke dalam pemanfaatan-material melalui alat-alat dan teknik (kerja yang diwujudkan).
Habermas bermaksud menambah proyeksi-lintasan dengan merehabilitasi kesamaan pandangan mereka bahwa konstitusi-pengalaman tidak dihasilkan oleh operasi-operasi transendental tetapi oleh aktivitas-alami-duniawi dari spesies-manusia. Namun Habermas juga ingin melakukan ini dengan cara menghindari kesalahan yang telah dilakukan oleh Marx dan Hegel.
Habermas berusaha melakukan dengan bangunan interpretasinya tentang Hegel, yang secara singkat sudah ditangkap dalam esainya Science and Technology as Ideology - Ilmu dan Teknologi sebagai Ideologi (Jerman 1968, termasuk dalam bahasa Inggris tahun 1970).
Dalam esai itu dia menanggapi pendapat Herbert Marcuse bahwa rasio-teknis dalam sains secara inheren menyatu di dalam dominasi. Menurut Marcuse, di bawah kapitalisme-akhir, rasio-teknis dalam sains berfungsi secara ideologis untuk meruntuhkan pertanyaan-pertanyaan praktis-intersubjektif tentang bagaimana kita ingin hidup-bersama menjadi pertanyaan-pertanyaan teknis tentang bagaimana mengendalikan dunia untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Habermas memiliki kesamaan dengan perhatian-perhatian Marcuse, seperti kritiknya yang jelas terhadap teknokrasi.
Namun ia berpikir bahwa dinamika-dinamika itu bersifat kontingen karena diterima sebagai sebuah kemunculan proyek-kolektif, umat-manusia membentuk bagaimana dunia menampakan-diri dalam pengalaman melalui aktivitas duniawinya.
Lebih khusus lagi, Habermas mengidentifikasi dua-modus berbeda dan dialektik terkait pembentukan-diri manusia yaitu kerja-dan-interaksi. Dimana kerja adalah sebuah jenis-tindakan yang bertujuan untuk mengontrol secara-teknis untuk mencapai keberhasilan, interaksi adalah sebuah jenis-tindakan yang bertujuan untuk saling-memahami yang diwujudkan dalam norma-norma konsensual.
Pendapat Marcuse hanya akan bertahan jika interaksi dari pilihan-politik-kolektif-intersubjektif --termasuk pertanyaan mengenai bagaimana kita menggunakan teknologi-- entah bagaimana dimasukkan atau dibuat menjadi tidak penting oleh kerja dari kemajuan teknologi dalam mengendalikan dunia luar.
Namun, menurut pandangan Habermas yang disampaikan pada periode ini, hal itu tidak mungkin. Interaksi dan kerja tampaknya diselaraskan sebagai kategori yang tidak-dapat-dikurangi dan tidak-bisa-divariasi dari pengalaman-manusia. Tidak dapat dimasukan atau dapat digolongkan kepada yang lain --bahkan jika relasi keduanya menjadi tidak-seimbang.
Dalam karyanya Knowledge and Human Interest, pemisahan antara kerja-dan-interaksi ini dituangkan kembali sebagai kepentingan-kepentingan teknis-dan-praktis dari umat-manusia.
Kepentingan teknis ada didalam reproduksi-material oleh spesies-manusia melalui kerja pada alam. Manusia menggunakan alat-alat dan teknologi untuk mengelola alam untuk mengolah material guna memenuhi kebutuhannya.
Kepentingan praktis ada di dalam reproduksi-sosial dari komunitas-komunitas manusia melalui norma-norma intersubjektif dari budaya dan komunikasi. Kehidupan sosial manusia membutuhkan anggota-anggota yang dapat saling-memahami, berbagi-harapan, dan bekerja-sama. Dalam arti, kepentingan-kepentingan ini adalah yang-paling-mendasar.
Selain itu, pengetahuan yang mengalir dari keduanya seharusnya perlahan-lahan tumbuh dari waktu ke waktu di dalam lembaga-lembaga masyarakat yang bertahan-lama : pengetahuan-teoritis didorong oleh kepentingan-teknis dalam mengendalikan alam tumbuh dalam analisis-empiris berbagai ilmu, dan pengetahuan-normatif didorong oleh kepentingan-praktis dalam saling-memahami muncul di dalam ilmu interpretif hermeneutik-sejarah.
Tetapi, melampaui karyanya Science and Technology as Ideology, dalam karya Knowledge and Human Interest, Habermas menambahkan kepentingan manusia yang ke-tiga yaitu emansipatori terhadap kebebasan dan otonomi.
Kerja pada reproduksi-material dan interaksi norma-norma pada reproduksi-sosial membutuhkan, dalam arti lemah, mekanisme-mekanisme-psikososial untuk menekan atau menolak dorongan dan rangsangan dasar yang akan menghancurkan reproduksi material-dan-sosial itu sendiri.
Misalnya, kerja perlu penundaan kenikmatan-kenikmatan yang menghambat pekerjaan dan interaksi-sosial memerlukan internalisasi gagasan tentang kewajiban, imbal-balik, rasa-malu, rasa-bersalah, dan sebagainya.
Sayangnya, mekanisme-mekanisme kontrol psikososial sering digunakan jauh melebihi daripada yang seharusnya dibutuhkan untuk mengamankan reproduksi material-dan-sosial.
Bahkan, insentif di bawah standar yang bersandar pada mekanisme-mekanisme semacam itu mungkin muncul : jika beban-beban dan keuntungan-keuntungan dari proses reproduksi material-dan-sosial terdistribusi secara tidak merata di seluruh kelompok dan kian menguat dari waktu ke waktu, maka mereka yang berkuasa mungkin mendapatkan mekanisme-mekanisme psikososial menjadi sangat berguna/menguntungkan bagi mereka.
Jika perempuan diajarkan secara salah, bahwa terdapat hukum-hukum kodrati hubungan-hubungan berdasar gender sehingga pola-pola dominan pernikahan dan pekerjaan rumah tangga yang secara konsisten merugikan kaum perempuan adalah yang terbaik yang dapat mereka harapkan, ini adalah sebuah mekanisme-ideologis dari kontrol-sosial.
Ini adalah pembatasan terhadap kebebasan dan otonomi tanpa tujuan-lain selain untuk dominasi, dan itu "berfungsi" melalui komunikasi yang terdistorsi secara sistematis.
Habermas meletakan kepentingan-manusia dalam penggunaan refleksi-diri dan wawasan untuk memerangi dominasi-sosial, selubung-ideologis yang berlebihan sehingga dapat mewujudkan kebebasan dan otonomi.
Meskipun tidak ada kumpulan ilmu-ilmu pengetahuan yang terlembaga secara jelas di mana pengetahuan yang dipicu oleh kepentingan semacam itu akan tumbuh, Habermas menunjuk pada kritik Marx terhadap ideologi dan pembubaran psikoanalitik Freud tentang penindasan sebagai demonstrasi sudut-pandang-kognitif yang tidak berfokus pada kerja ( efisien ) atau interaksi ( legitim ) tetapi ; pembentukan identitas ( bebas ) yang terbebaskan dari internalisasi komunikasi yang terdistorsi secara sistematis.
Di sini Habermas mengambil arah dari ide Kant bahwa rasio bertujuan untuk membebaskan diri dari penyiksaan-diri dan berusaha untuk menjalin hubungan antara teori ( akal ) dan praktik ( dalam arti realisasi-diri ) melalui penggunaan refleksi-kritis kepada diri-sendiri dan terhadap masyarakat untuk mengungkap dan membubarkan struktur kekuasaan opresif yang terinternalisasi yang mengkhianati kepentingan-kepentingan sesungguhnya diri seseorang.
Knowledge and Human Interest dibayangkan sebagai sebuah kata-pengantar untuk dua buku lain yang bersama-sama melawan pemisahan terhadap teori-dan-praktik. Namun, proyek itu tidak pernah selesai. Di satu sisi, Habermas merasa bahwa gelombang berbagai kritik terhadap positivisme dalam filsafat-ilmu membuat sisa proyek itu menjadi berlebihan dan tidak-penting. Di sisi lain, karya tersebut menghadapai kritik keras.
Sebagai permulaan, Habermas nampaknya menyelaraskan kerja-dan-interaksi sebagai tipe-tipe tindakan-nyata. Namun, jika kita memberikan catatan bagaimana kerja terbangun secara komunikatif, interaksi diatur secara teleologis, dan bagaimana gagasan-gagasan historis tentang kerja-dan-interaksi membangun arti kebebasan bagi seseorang, maka jelas ini dapat menjadi idealisasi-idealisasi yang terbaik.
Selain itu, seperti yang bahkan para penafsir yang simpati telah mencatat, penjelasannya tentang kepentingan-emansipatoris tampak kabur di dalam refleksi bersama pada praduga dan kondisi umum dari pengetahuan dan tindakan yang valid dengan refleksi terhadap sejarah formatif spesifik dari seorang-individu atau kelompok tertentu ( Giddens, McCarthy , 95 ).
Terakhir, definisinya tentang pengetahuan-yang-mengandung-kepentingan tampaknya mereproduksi semacam fondasionalisme yang ingin dihindarinya.
Dengan kritik semacam itu, mungkin tampak mengejutkan bahwa Communication and the Evolution of Society merekonstruksi materialisme-sejarah Marx sebagai sebuah Teori-Evolusi-Masyarakat.
Ini terdengar fondasional dan deterministik-teleologis. Kesan ini menyesatkan.
Sekitar waktu ini Habermas mulai mempresentasikan karyanya sebagai program-penelitian dengan pendapat yang berubah-ubah dan dapat disalahkan, yang dapat dievaluasi dengan wacana-wacana teoritis. Selain itu, ketika ia berbicara tentang evolusi, ia menggunakan istilah itu secara berbeda dengan filosof sejarah dari abad 19 ( Hegel, Marx, Spencer ) atau penjelasan Darwinian yang terakhir.
Evolusi-Sosial-nya bukanlah semata-mata pola yang saling-bergantung atau suatu realisasi-teleologis dari sebuah tujuan-ideal yang progresif dan kuat. Sebaliknya, ia membayangkan potensi-potensi laten yang dimiliki masyarakat sebagai kecenderungan untuk mengungkap sesuai dengan sebuah logika-perkembangan-imanen mirip dengan pendapat logika-perkembangan-kognitif psikologis yang biasanya diikuti orang dewasa.
Terakhir, teori Evolusi-Sosial Habermas menghindari kekhawatiran terhadap determinisme dengan cara membedakan antara logika dan mekanisme-perkembangan sehingga evolusi bukanlah sesuatu yang tidak-dapat-dihindari, linier, tidak-dapat-diubah, atau berkelanjutan. Sebuah sketsa singkat teorinya adalah sebagai berikut.
Habermas mencirikan masyarakat manusia sebagai sebuah sistem yang mengintegrasikan proses-proses produksi-materi ( kerja ) dan sosialisasi-normatif ( interaksi ) melalui tindakan yang terkoordinasi secara linguistik.
Ini secara kualitatif berbeda dari status statis dan keterkaitan sistem-sistem hierarki dari hewan-hewan 'sosial' lainnya.
Dalam berbagai periode-sejarah dalam kehidupan manusia, koordinasi linguistik dari proses-proses ini mengkristal di sekitar prinsip-prinsip-organisasional yang berbeda-beda yang merupakan 'inti-kelembagaan' dari integrasi-sosial.
Dalam masyarakat-masyarakat yang paling dasar struktur-struktur kekerabatan memainkan peran ini dengan pembagian-kerja dan penentuan-sosialisasi berbagai tanggung jawab melalui peran-peran dan norma-norma berdasar jenis-kelamin.
Habermas berpendapat bahwa prinsip-prinsip-organisasional ini digantikan oleh aturan-politik dalam masyarakat-masyarakat tradisional dan oleh ekonomi dalam masyarakat-masyarakat kapitalis-liberal.
Evolusi-Sosial secara umum dan gerakan-gerakan khusus yang berasal dari satu-inti menuju tahap-selanjutnya tumbuh dari pemahaman terhadap reproduksi material-dan-sosial.
Dipahami sebagai tipe-tipe ideal, kerja-dan-interaksi menandai berbagai cara berbeda untuk berhubungan dengan dunia.
Di tangan seseorang, di dalam produksi-material seseorang terutama mengadopsi sebuah perspektif-instrumental yang berusaha untuk mengendalikan suatu objek sesuai dengan kehendak yang dimiliki. Dalam orientasi ini, pemahaman diukur oleh keberhasilan dalam mengendalikan dunia dan pengetahuan yang dihasilkan adalah kognitif-teknis.
Di sisi lain, dalam reproduksi-sosial seseorang terutama mengadopsi sebuah perspektif-komunikatif yang berusaha untuk mengoordinasikan tindakan-tindakan dan harapan-harapan melalui kesepakatan secara konsesus terhadap standar-standar normatif. Dalam pemahaman orientasi ini diukur dengan saling-pengertian dan pengetahuan yang dihasilkan adalah moral-praktis.
Setiap pemahaman mengikuti logikanya sendiri. Namun, karena proses-proses terintegrasi dalam sistem-sosial yang sama, perkembangan-perkembangan pada kedua jenis-pengetahuan itu dapat menghasilkan tegangan-tegangan internal atau ketidaksesuaian.
Ini tidak dapat ditekan oleh kekuatan atau ideologi lama, dan pada akhirnya harus dipecahkan dengan lebih-banyak pemahaman atau inovasi. Jika ketegangan-internal ini terlalu besar, maka akan memicu krisis yang membutuhkan sebuah 'inti-kelembagaan' yang benar-benar baru seluruhnya.
Bagi Habermas, pemahaman-sosial yang lambat dalam sejarah adalah sedimentasi proses-proses yang berulang dari pemahaman-individual yang terakumulasi di dalam lembaga-lembaga sosial.
Meskipun tidak ada subjek-makro terpadu yang mempelajari, Evolusi-Sosial juga bukanlah hanya kesempatan-situasional dan keengganan untuk berubah. Evolusi-Sosial adalah hasil tidak langsung dari proses-proses pemahaman-individu, dan semacam proses-proses perkembangan dengan logika-perkembangan atau struktur-pemahaman yang mendalam :
“ mekanisme fundamental dari Evolusi-Sosial secara umum dapat ditemukan dalam sebuah ketidakmampuan-otomatis untuk tidak-memahami. Tidak-memahami bukan tidak-paham adalah fenomena yang menuntut penjelasan. ” ( LC, 15; lihat juga Rapic 2014, 68 ).
Habermas menyebut sebuah logika-perkembangan-universal yang cenderung membimbing pemahaman-individual dan pematangan dalam pengetahuan teknis-instrumental dan moral-praktis.
Dia menemukan logika ini dalam penelitian yang saling melengkapi dari Jean Piaget dalam perkembangan-kognitif dan Lawrence Kohlberg dalam perkembangan-penilaian-moral.
Ketika pemahaman-sosial-dan-individual saling terhubung, logika yang mendasarinya secara perlahan menciptakan homologi-homologi --kesamaan-kesamaan dalam rangkaian-urutan dan bentuk-- antara :
(i. ) Perkembangan ego-individual dan identitas-kelompok.
(ii. ) Perkembangan ego-individual dan perspektif-dunia.
(iii.) perkembangan ego-individual mengenai penilaian-moral dan struktur-struktur hukum-dan-moralitas
( Owen 2002, 132 ).
(ii. ) Perkembangan ego-individual dan perspektif-dunia.
(iii.) perkembangan ego-individual mengenai penilaian-moral dan struktur-struktur hukum-dan-moralitas
( Owen 2002, 132 ).
Habermas lebih memperhatikan homologi yang terakhir dan tulisan-tulisanya kemudian berfokus pada Kohlberg, hal ini merupakan petunjuk untuk berpindah fokus pembahasan ke sana ( 1990b ).
Penelitian Kohlberg tentang bagaimana anak-anak biasanya mengembangkan penilaian-moral menghasilkan skema-tiga-tingkatan yaitu :
1. Pra-konvensional
2. Konvensional
3. Pasca-konvensional
Serta enam-tahapan yaitu :
1. Orientasi hukuman-kepatuhan ( melakukan dengan pertimbangan kepatuhan dan adanya hukuman )
2. Orientasi instrumental-relativisme hedonisme ( melakukan dengan pertimbangan menghasilkan kesenangan )
3. Orientasi sebutan "Anak yang baik" ( melakukan dengan pertimbangan untuk mendapat pengakuan diri )
4. Orientasi hukum dan aturan legalistik ( melakukan dengan pertimbangan sebagai sebuah kewajiban )
5. Orientasi kontrak sosial ( melakukan dengan pertimbangan sebagai kesepakatan sosial )
6. Orientasi prinsip-prinsip etika universal ( melakukan dengan pertimbangan semua manusia melakukannya )
2. Konvensional
3. Pasca-konvensional
Serta enam-tahapan yaitu :
1. Orientasi hukuman-kepatuhan ( melakukan dengan pertimbangan kepatuhan dan adanya hukuman )
2. Orientasi instrumental-relativisme hedonisme ( melakukan dengan pertimbangan menghasilkan kesenangan )
3. Orientasi sebutan "Anak yang baik" ( melakukan dengan pertimbangan untuk mendapat pengakuan diri )
4. Orientasi hukum dan aturan legalistik ( melakukan dengan pertimbangan sebagai sebuah kewajiban )
5. Orientasi kontrak sosial ( melakukan dengan pertimbangan sebagai kesepakatan sosial )
6. Orientasi prinsip-prinsip etika universal ( melakukan dengan pertimbangan semua manusia melakukannya )
Dua-tahapan sesuai dengan masing-masing tingkatan. Habermas mengikuti tiga-tingkatan Kohlberg dalam berpendapat bahwa kita dapat secara retrospektif melihat tingkatan pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional yang melaluinya masyarakat telah berkembang secara historis.
Sama seperti individu-individu normal yang berkembang dari anak-anak menjadi orang dewasa, melewati tingkatan-tingkatan di mana berbagai jenis-penalaran diambil untuk dapat membuat tindakan dan penilaian menjadi diterima, demikian juga kita dapat secara retrospektif melihat perkembangan mekanisme-mekanisme integrasi-sosial dalam masyarakat yang telah mencapai tingkatan-progresif di mana lembaga-lembaga hukum-dan-moral telah tersusun oleh prinsip-prinsip dasar organisasional.
Habermas sedikit menyimpang dari enam-tahapan skema Kohlberg dengan mengusulkan skema :
1. Masyarakat neolitik
2. Masyarakat peradaban-kuno
3. Masyarakat peradaban-maju
4. Masyarakat modern-awal.
Masyarakat-neolitik mengorganisir interaksi melalui kekerabatan dan pandangan-pandangan-dunia bersifat mistis. Mereka juga menyelesaikan konflik-konflik akibat perselisihan dengan menarik/melibatkan sebuah otoritas untuk menengahi perselisihan dengan cara-cara pra-konvensional untuk mengembalikan status-quo.
Masyarakt peradaban-kuno mengorganisir interaksi melalui hierarki-hierarki yang melampaui kekerabatan dan pandangan-pandangan-dunia-bersifat-mistis yang disesuaikan untuk mendukung hierarki semacam itu. Konflik mulai diselesaikan melalui mediasi dengan menarik/melibatkan sebuah otoritas yang bersandar pada ide-ide yang lebih abstrak mengenai keadilan misal hukuman, sebagai pengganti-pembalasan, penilaian-niat, dan sebagainya.
Masyarakat peradaban-maju masih mengatur interaksi secara konvensional, tetapi mengadopsi sebuah pandangan-pandangan dunia yang dirasionalisasi dengan elemen-elemen moral pasca-konvensional. Ini memungkinkan konflik diperantarai oleh sejenis undang-undang yang, meski berakar pada kerangka moral masyarakat ( konvensional ), dapat dipisahkan dari otoritas yang mengelolanya.
Akhirnya pada Masyarakat-modern-awal, kita menemukan domain-domain interaksi tertentu tersusun secara pasca-konvensional. Selain itu, pembagian yang lebih tajam antara moralitas dan legalitas muncul sehingga konflik dapat diatur secara hukum tanpa mengandaikan moralitas bersama atau bersandar pada kekuatan-kekuatan dari pandangan-pandangan-dunia mistis yang mendukung hierarki ( McCarthy 1978, 252 ).
Jelas, sketsa ini agak kabur dan perlu dijabarkan lebih lanjut. Hal ini benar terutama dalam cara-cara pembacaan yang dangkal ( yang menerima Evolusi-Sosial sebagai paralel yang ketat dan bukannya homolog terhadap perkembangan-individual ) mengarah dengan sendirinya kepada narasi perkembangan yang menjijikkan. Namun, terlepas dari beberapa tulisan-tulisan selanjutnya, Habermas belum kembali ke teori Evolusi-Sosial-nya dengan cara yang sistematis.
Beberapa penulis sekunder telah mencoba untuk mengisi secara rinci ( Rockmore 1989, Owen 2002, Brunkhorst 2014, Rapic 2014 ). Namun demikian, Habermas masih mendukung bentuk-teorinya tentang Evolusi-Sosial : ide-ide ini muncul dalam karyanya Theory of Communicative Action dan tulisan-tulisannya di kemudian hari tentang sifat dan perkembangan legalitas dan legitimasi-demokratis memiliki hubungan yang longgar dengan karya awal ini ( terutama homologi yang terakhir di atas ) sejauh karya-karya itu disesuaikan khusus masyarakat-masyarakat pasca-konvensional.
Namun, sebelum beralih ke teori demokrasinya, kita harus membahas kerangka-karya yang sangat penting antara peralihan komunikasi dan artikulasinya dalam Theory of Communicative Action.
Sumber :
http://www.iep.utm.edu/habermas/#H2
Pemahaman Pribadi
No comments:
Post a Comment