Hugh Glass sosok yang nyaris lengkap, ia kuat secara fisik dan batin, memegang teguh nilai moral, dan memahami alam dimana ia menjalani hidup. Orang baik, yang dibekali ketrampilan berburu, penguasaan situasi dan penjelajahan wilayah. Juga ilmu bertarung dan kemampuan mempertahankan diri yang mumpuni. Namun ia hanyalah anggota biasa dalam sebuah kelompok penjelajah dan pemburu kulit binatang. Status biasa dengan kemampuan berlebih dilereng pegunungan Rocky Montain.
Terlihat begitu jelas ketika gerombolan suku Indian tiba tiba menyerbu perkemahan mereka, sikap dan kemampuannya, berperan besar menyelamatkan kawan kawannya dengan mengarahkan mereka menuju kapal menyusuri sungai Missouri. Dialah satu satunya anggota yang memahami hutan, pohon, sungai, batu, bukit dan tebing tebing di Rocky Montain. Hingga Kapten Henry begitu percaya padanya untuk memandu kelompoknya lepas dari kejaran suku Indian Arikara, mereka menyebutnya Ree. Demikian pula ketika dengan tenang, Ia menghadapi sikap Fitzgerald yang meragukan kemampuannya serta menghina keberadaan dan masa lalunya. Alih alih meladeni, Dia justru mengajari anak satu satunya --Hawk-- bagaimana menghadapi orang seperti Fitzgerald yang sinis, tamak, pendengki, opurtunis, licik dan egois. Ia menunjukan bagaimana melalui kehidupan yang keras bersama orang semacam itu.
Glass gambaran orang baik pada umumnya, Ia setia kawan dan melindungi teman temannya. Matanya waspada sementara yang lain tertidur lelap melepas lelah. Ketika bahaya mengancam Dialah yang pertama menyadari. Di tengah malam yang buta, tiba tiba insting tajamnya menyala, dengan sigap Ia bergerak, lalu mengendap, menyusup diantara semak, menyelinap di sela dedaunan dan batang pohon yang besar menjulang, memastikan situasi aman bagi kawan kawannya. Ia khawatir Indian Ree yang sedang mencari anak perempuannya berhasil menyusul mereka. Ia cemas akan datangnya anak panah yang berterbangan membabi buta membantai teman temannya. Sial, alam yang liar dan tak terduga justru menampakan diri. Seekor beruang grizzly menerkamnya, Dia pun berduel mempertahankan diri. Hanya kelihaian yang membuatnya memenangkan pertarungan tak seimbang itu. Beruang grizzly menemui ajal diatas tubuhnya yang penuh luka, tercabik dan robek. Sementara Ia terkapar tak berdaya. Lunglai, lumpuh dan sekarat.
Kondisi Glass berbalik, kini Ia lemah. Yang biasa menjaga dan melindungi sekarang hanya mampu mengedipkan mata. Dia menjadi beban teman temannya. Medan berat, keadaan alam yang liar dan ganas ditambah badai salju serta Indian Ree yang terus memburu seakan hantu yang mengikuti sepanjang jalan. Perjalanan menuju Pos masih jauh ditempuh sedang kondisi Glass tak kunjung membaik. Tandunya dianggap memperlambat gerak, anggota yang lain merasa terancam oleh kejaran Indian Ree yang bergerak cepat. Yang lain menyimpulkan kesiasiaan menyelamatkan jiwanya. Sang Kapten akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya. Dengan bijak Kapten Henry menawarkan pada anggotanya yang bersedia menemani Hawk yang tidak mungkin meninggalkan ayahnya. Pesan terakhirnya adalah jika sudah sampai waktunya kuburlah Dia dengan layak. Mereka menyiapkan liang kubur untuk Glass.
Dalam kondisi seperti itu Fitzgerald memanfaatkan situasi, Ia menerima tawaran Sang Kapten. Sifat tamak dan liciknya mengincar imbalan yang besar dengan perhitungan ajal segera menjemput Glass. Sementara Bridge menerima dengan sukarela mengingat kebaikan Glass di masa lalu. Ia berniat menjaga hingga nafas terakhir berhembus. Hari demi hari berlalu, Glass bertahan dengan nafas satu satu. Ajal dilawan dengan semangat hidup dan batin yang kuat. Keadaan yang membuat Fitzgerald gelisah dalam ketidak pastian. Diam diam Ia menyusun rencana. Ia bermaksud menghabisi Glass agar dia segera kembali ke Pos lalu berfoya foya menikmati uang yang berlimpah. Ketika Hawk dan Bridge sibuk menyiapkan kebutuhan mereka, Ia menyelinap diam diam lalu membekap Glass untuk menghentikan nafasnya. Hawk yang memergoki perbuatan itu berusaha melindungi ayahnya. Ia berteriak kencang memanggil Bridge, Fitzgerald hilang kontrol, Dia berbalik menyerang Hawk dan menelikungnya. Terdesak di pohon Hawk terus berteriak hingga tajamnya belati menghujam ke ulu hati dan membungkam mulutnya. Glass melihat anak tersayangnya meregang nyawa oleh tusukan yang bertubi tubi. Matanya terbelalak tak berdaya. Glass tak mampu membela. Tubuhnya terikat. Ia menahan pedih menatap tubuh anaknya dibuang seenaknya. Badan dan batinnya terkoyak.
Fitzgerald selanjutnya mengatur strategi mengelabui Bridge. Ia khawatir tewasnya Hawk diketahui oleh Bridge. Sebelum Bridge menyadari yang terjadi dengan cepat Dia beraksi. Dengan nafas tersengal Ia berlari kearah Bridge yang sedang merawat Glass, Ia berteriak panik seolah melihat puluhan Indian Ree mengepung mereka. Dia memaksa Bridge untuk bergegas menyelamatkan diri dengan meninggalkan Glass, tapi Bridge menolak. Ia merasa tak bermoral meninggalkan Glass dalam keadaan hidup dan mati. Fitzgerald terus menekan dan meyakinkan bahwa nyawa mereka terancam. Dia menganggap Glass menghambat mereka untuk menyelamatkan diri. Diapun menyeret tubuh Glass yang terikat, melemparkan ke liang kubur, menimbun dengan tanah lalu berlalu seolah nyawanya diujung tanduk. Bingung dan ragu, Bridge terpaksa mengikuti. Dengan mengucap maaf berkali kali ia pun meninggalkan Glass dibawah timbunan tanah bersama sekantong minuman.
Sendiri dalam liang kubur Glass terus berjuang, orang orang yang dicintainya lalu lalang dalam ingatanya. Wajah dan petuah petuah mereka membakar semangat, kekuatan sedikit demi sedikit terhimpun. Glass akhirnya sadar. Ia bangkit dengan tubuh lemah merayap keluar dari liang kubur. Susah payah Ia mendekati mayat anaknya yang membeku terkubur salju lalu merangkulnya. Dibawah badai hatinya bersumpah membalas kematian anaknya. Dengan segenap kemampuan, ia berusaha bertahan. Badai salju ia lewati dengan berani, rasa lapar ia lalui bersama srigala, rasa sakit dan dingin ia hadapi sendiri, alam ditaklukan dengan panasnya darah dendam. Merayap, merangkak, terseok, berjalan sempoyongan hingga hanyut terbawa derasnya arus sungai ia jalani demi mengejar orang yang telah merenggut nyawa anaknya.
Setelah bermil mil menempuh perjalanan yang melelahkan dan menyiksa Glass bertemu dengan seorang Indian Pawnee. Melihat kondisi yang lemah dan terluka parah, Si Indian mencoba mengobati. Kepada Si Indian Glass mencurahkan isi hatinya tentang hidup yang dilalui dan dendam yang harus dituntaskan. Si Indian menangkap murka dibalik rautnya yang kotor penuh debu. Dendam menyala nyala dari sorot matanya yang tajam. Ia iba melihat penderitaan Glass, Ia pun mengungkapkan hidupnya yang tak kalah mengerikan, kekejaman yang jauh melebihi apa yang dirasakan Glass. Namun Ia menyampaikan seolah hal yang tak berarti. Hal yang biasa dalam hidup. Dengan membelakangi wajah Glass, Ia berkata datar.
"Mereka membunuh keluargaku."
"Membakar tempat tinggalku."
"Semua tak tersisa."
"Tapi dendam milik Tuhan !"
Ia mengakhiri ucapannya dengan penuh keyakinan. Tak peduli apakah kata katanya diperhatikan atau tidak. Glass hanya terbengong lalu menunduk mencoba mengerti. Keesok harinya, ia menemukan tubuh Si Indian tergantung disebuah pohon. Kelompok penjelajah lain membunuhnya dengan keji. Kalimat terakhirnya mengiang kembali. Tetapi dendam telah lama menjadi daging, kebencian menjadi darah yang menggumpal, murka membakar jiwanya. Petuah petuah menghilang dalam kegelapan. Glass tak bergeming. Bagaimanapun Ia harus mencapai Pos, mencari Si Bangsat dan mencincangnya. Alam tampaknya memberi jalan padanya.Setelah berkali kali lolos ditelan maut, Kini Dia berdiri dipinggir perbatasan. Gerbang Pos segera dibuka beberapa orang berlari tergesa menjemputnya. Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Dimana Dia ?! Dimana Fitzgerald !", Glass ingin segera menuntaskan dendamnya. Tapi tubuhnya terjatuh karena lelah.
Seperti para pengecut, Fitzgerald lari tunggang langgang. Ia menghindari hukuman gantung karena melakukan pengkhianatan. Glass yang setengah pulih mengejarnya, Ia tahu kemana Fitzgerald hendak bersembunyi. Kembali ke tempat gelap dimana ketakutan berasal, demikian menurutnya. Glass kembali menuju hutan memburunya. Diatas ketinggian, diantara dinginnya salju dan hembusan angin mereka berhadap hadapan. Saling hantam, saling tikam, berguling guling saling cekik dan menyakiti. Hingga akhirnya Fitgerald terkapar tak berdaya, Fitzgerald menyeringai, suaranya yang berat meluapkan kebencian. Dengan menatap tajam Dia menantang Glass untuk menyelesaikan urusannya.
"Ayo puaskan dendammu, bunuhlah aku !"
"Itu juga tak membuat anakmu kembali bukan ?!"
Glass terhenyak sesaat, sejenak Ia tertegun, Petuah Si Indian Pawnee bergaung keras dalam dadanya. Serta merta Ia melempar tubuh Fitzgerald yang penuh luka ke sungai. Glass menyerahkan pembalasan dendamnya pada aliran sungai, pada alam, pada Tuhan !
Dari tepi dia menatap tubuh itu mengarah pada sekelompok Indian yang sedang menyeberang. Teriakan "Manusia Jahat !" berulang kali bersahutan ke angkasa. Lalu bertubi tubi para Indian itu, melemparkan tombak ke arah tubuh Fitzgerald yang mengapung. Sungaipun bersimbah darah. Fitzgerald tewas melalui 'dendam' yang dipilih Tuhan.
Kelapa Gading, 25 April 2016
Terlihat begitu jelas ketika gerombolan suku Indian tiba tiba menyerbu perkemahan mereka, sikap dan kemampuannya, berperan besar menyelamatkan kawan kawannya dengan mengarahkan mereka menuju kapal menyusuri sungai Missouri. Dialah satu satunya anggota yang memahami hutan, pohon, sungai, batu, bukit dan tebing tebing di Rocky Montain. Hingga Kapten Henry begitu percaya padanya untuk memandu kelompoknya lepas dari kejaran suku Indian Arikara, mereka menyebutnya Ree. Demikian pula ketika dengan tenang, Ia menghadapi sikap Fitzgerald yang meragukan kemampuannya serta menghina keberadaan dan masa lalunya. Alih alih meladeni, Dia justru mengajari anak satu satunya --Hawk-- bagaimana menghadapi orang seperti Fitzgerald yang sinis, tamak, pendengki, opurtunis, licik dan egois. Ia menunjukan bagaimana melalui kehidupan yang keras bersama orang semacam itu.
Glass gambaran orang baik pada umumnya, Ia setia kawan dan melindungi teman temannya. Matanya waspada sementara yang lain tertidur lelap melepas lelah. Ketika bahaya mengancam Dialah yang pertama menyadari. Di tengah malam yang buta, tiba tiba insting tajamnya menyala, dengan sigap Ia bergerak, lalu mengendap, menyusup diantara semak, menyelinap di sela dedaunan dan batang pohon yang besar menjulang, memastikan situasi aman bagi kawan kawannya. Ia khawatir Indian Ree yang sedang mencari anak perempuannya berhasil menyusul mereka. Ia cemas akan datangnya anak panah yang berterbangan membabi buta membantai teman temannya. Sial, alam yang liar dan tak terduga justru menampakan diri. Seekor beruang grizzly menerkamnya, Dia pun berduel mempertahankan diri. Hanya kelihaian yang membuatnya memenangkan pertarungan tak seimbang itu. Beruang grizzly menemui ajal diatas tubuhnya yang penuh luka, tercabik dan robek. Sementara Ia terkapar tak berdaya. Lunglai, lumpuh dan sekarat.
Kondisi Glass berbalik, kini Ia lemah. Yang biasa menjaga dan melindungi sekarang hanya mampu mengedipkan mata. Dia menjadi beban teman temannya. Medan berat, keadaan alam yang liar dan ganas ditambah badai salju serta Indian Ree yang terus memburu seakan hantu yang mengikuti sepanjang jalan. Perjalanan menuju Pos masih jauh ditempuh sedang kondisi Glass tak kunjung membaik. Tandunya dianggap memperlambat gerak, anggota yang lain merasa terancam oleh kejaran Indian Ree yang bergerak cepat. Yang lain menyimpulkan kesiasiaan menyelamatkan jiwanya. Sang Kapten akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya. Dengan bijak Kapten Henry menawarkan pada anggotanya yang bersedia menemani Hawk yang tidak mungkin meninggalkan ayahnya. Pesan terakhirnya adalah jika sudah sampai waktunya kuburlah Dia dengan layak. Mereka menyiapkan liang kubur untuk Glass.
Dalam kondisi seperti itu Fitzgerald memanfaatkan situasi, Ia menerima tawaran Sang Kapten. Sifat tamak dan liciknya mengincar imbalan yang besar dengan perhitungan ajal segera menjemput Glass. Sementara Bridge menerima dengan sukarela mengingat kebaikan Glass di masa lalu. Ia berniat menjaga hingga nafas terakhir berhembus. Hari demi hari berlalu, Glass bertahan dengan nafas satu satu. Ajal dilawan dengan semangat hidup dan batin yang kuat. Keadaan yang membuat Fitzgerald gelisah dalam ketidak pastian. Diam diam Ia menyusun rencana. Ia bermaksud menghabisi Glass agar dia segera kembali ke Pos lalu berfoya foya menikmati uang yang berlimpah. Ketika Hawk dan Bridge sibuk menyiapkan kebutuhan mereka, Ia menyelinap diam diam lalu membekap Glass untuk menghentikan nafasnya. Hawk yang memergoki perbuatan itu berusaha melindungi ayahnya. Ia berteriak kencang memanggil Bridge, Fitzgerald hilang kontrol, Dia berbalik menyerang Hawk dan menelikungnya. Terdesak di pohon Hawk terus berteriak hingga tajamnya belati menghujam ke ulu hati dan membungkam mulutnya. Glass melihat anak tersayangnya meregang nyawa oleh tusukan yang bertubi tubi. Matanya terbelalak tak berdaya. Glass tak mampu membela. Tubuhnya terikat. Ia menahan pedih menatap tubuh anaknya dibuang seenaknya. Badan dan batinnya terkoyak.
Fitzgerald selanjutnya mengatur strategi mengelabui Bridge. Ia khawatir tewasnya Hawk diketahui oleh Bridge. Sebelum Bridge menyadari yang terjadi dengan cepat Dia beraksi. Dengan nafas tersengal Ia berlari kearah Bridge yang sedang merawat Glass, Ia berteriak panik seolah melihat puluhan Indian Ree mengepung mereka. Dia memaksa Bridge untuk bergegas menyelamatkan diri dengan meninggalkan Glass, tapi Bridge menolak. Ia merasa tak bermoral meninggalkan Glass dalam keadaan hidup dan mati. Fitzgerald terus menekan dan meyakinkan bahwa nyawa mereka terancam. Dia menganggap Glass menghambat mereka untuk menyelamatkan diri. Diapun menyeret tubuh Glass yang terikat, melemparkan ke liang kubur, menimbun dengan tanah lalu berlalu seolah nyawanya diujung tanduk. Bingung dan ragu, Bridge terpaksa mengikuti. Dengan mengucap maaf berkali kali ia pun meninggalkan Glass dibawah timbunan tanah bersama sekantong minuman.
Sendiri dalam liang kubur Glass terus berjuang, orang orang yang dicintainya lalu lalang dalam ingatanya. Wajah dan petuah petuah mereka membakar semangat, kekuatan sedikit demi sedikit terhimpun. Glass akhirnya sadar. Ia bangkit dengan tubuh lemah merayap keluar dari liang kubur. Susah payah Ia mendekati mayat anaknya yang membeku terkubur salju lalu merangkulnya. Dibawah badai hatinya bersumpah membalas kematian anaknya. Dengan segenap kemampuan, ia berusaha bertahan. Badai salju ia lewati dengan berani, rasa lapar ia lalui bersama srigala, rasa sakit dan dingin ia hadapi sendiri, alam ditaklukan dengan panasnya darah dendam. Merayap, merangkak, terseok, berjalan sempoyongan hingga hanyut terbawa derasnya arus sungai ia jalani demi mengejar orang yang telah merenggut nyawa anaknya.
Setelah bermil mil menempuh perjalanan yang melelahkan dan menyiksa Glass bertemu dengan seorang Indian Pawnee. Melihat kondisi yang lemah dan terluka parah, Si Indian mencoba mengobati. Kepada Si Indian Glass mencurahkan isi hatinya tentang hidup yang dilalui dan dendam yang harus dituntaskan. Si Indian menangkap murka dibalik rautnya yang kotor penuh debu. Dendam menyala nyala dari sorot matanya yang tajam. Ia iba melihat penderitaan Glass, Ia pun mengungkapkan hidupnya yang tak kalah mengerikan, kekejaman yang jauh melebihi apa yang dirasakan Glass. Namun Ia menyampaikan seolah hal yang tak berarti. Hal yang biasa dalam hidup. Dengan membelakangi wajah Glass, Ia berkata datar.
"Mereka membunuh keluargaku."
"Membakar tempat tinggalku."
"Semua tak tersisa."
"Tapi dendam milik Tuhan !"
Ia mengakhiri ucapannya dengan penuh keyakinan. Tak peduli apakah kata katanya diperhatikan atau tidak. Glass hanya terbengong lalu menunduk mencoba mengerti. Keesok harinya, ia menemukan tubuh Si Indian tergantung disebuah pohon. Kelompok penjelajah lain membunuhnya dengan keji. Kalimat terakhirnya mengiang kembali. Tetapi dendam telah lama menjadi daging, kebencian menjadi darah yang menggumpal, murka membakar jiwanya. Petuah petuah menghilang dalam kegelapan. Glass tak bergeming. Bagaimanapun Ia harus mencapai Pos, mencari Si Bangsat dan mencincangnya. Alam tampaknya memberi jalan padanya.Setelah berkali kali lolos ditelan maut, Kini Dia berdiri dipinggir perbatasan. Gerbang Pos segera dibuka beberapa orang berlari tergesa menjemputnya. Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Dimana Dia ?! Dimana Fitzgerald !", Glass ingin segera menuntaskan dendamnya. Tapi tubuhnya terjatuh karena lelah.
Seperti para pengecut, Fitzgerald lari tunggang langgang. Ia menghindari hukuman gantung karena melakukan pengkhianatan. Glass yang setengah pulih mengejarnya, Ia tahu kemana Fitzgerald hendak bersembunyi. Kembali ke tempat gelap dimana ketakutan berasal, demikian menurutnya. Glass kembali menuju hutan memburunya. Diatas ketinggian, diantara dinginnya salju dan hembusan angin mereka berhadap hadapan. Saling hantam, saling tikam, berguling guling saling cekik dan menyakiti. Hingga akhirnya Fitgerald terkapar tak berdaya, Fitzgerald menyeringai, suaranya yang berat meluapkan kebencian. Dengan menatap tajam Dia menantang Glass untuk menyelesaikan urusannya.
"Ayo puaskan dendammu, bunuhlah aku !"
"Itu juga tak membuat anakmu kembali bukan ?!"
Glass terhenyak sesaat, sejenak Ia tertegun, Petuah Si Indian Pawnee bergaung keras dalam dadanya. Serta merta Ia melempar tubuh Fitzgerald yang penuh luka ke sungai. Glass menyerahkan pembalasan dendamnya pada aliran sungai, pada alam, pada Tuhan !
Dari tepi dia menatap tubuh itu mengarah pada sekelompok Indian yang sedang menyeberang. Teriakan "Manusia Jahat !" berulang kali bersahutan ke angkasa. Lalu bertubi tubi para Indian itu, melemparkan tombak ke arah tubuh Fitzgerald yang mengapung. Sungaipun bersimbah darah. Fitzgerald tewas melalui 'dendam' yang dipilih Tuhan.
Kelapa Gading, 25 April 2016
No comments:
Post a Comment